Erik menunggu di luar kamar hotel. Dia berdiri bersandar dinding sambil memasukkan kedua tangan di saku celana, sedangkan satu kakinya menapak di dinding.Erik menunggu Raynar untuk memberikan informasi dan mengambil langkah selanjutnya.Tak beberapa lama, Erik melihat pintu kamar terbuka dan dia melihat Raynar keluar dari kamar dan masih memakai bathrobe.Ekspresi wajah atasannya itu begitu datar dan terlihat tak senang.“Bagaimana dengan Arunika, Pak?” tanya Erik langsung berdiri tegap dan menghampiri Raynar.“Menurutmu?”Erik langsung mengulum bibir sesaat, tidak mau salah ucap.“Oh ya, saya sudah mengecek Cctv hotel. Pelayan itu ternyata bukan pegawai hotel, Pak. Bisa jadi dia menyamar. Ini sudah saya konfirmasi langsung dengan manager hotel,” ujar Erik mulai menjelaskan.Ekspresi wajah Raynar berubah dingin. Seperti dugaannya, apa yang terjadi pada Arunika memang sudah direncanakan.“Saya juga sudah menyuruh orang untuk mengejar dan menangkapnya,” ucap Erik lagi.Raynar menganggu
Arunika duduk di tepian ranjang sambil memainkan jari. Dia memakai baju yang disiapkan oleh Raynar, wajahnya masih terlihat merona, malu-malu karena akhirnya melakukan malam pertama dengan suaminya.“Apa kamu bertemu seseorang sebelum minum jus?” tanya Raynar yang baru saja keluar dari kamar mandi.“Apa?” Arunika terkejut karena sedang melamun.Saat mengangkat pandangan, Arunika melihat Raynar yang berdiri di depannya, dengan wajah begitu segar dan rambut basah berantakan yang sangat … menggoda.Arunika memejamkan mata sejenak dan mencoba menetralkan jantungnya yang mendadak berdegup dengan sangat cepat lagi.“Ada apa?” tanya Raynar karena Arunika terlihat aneh.Raynar sampai duduk di samping ranjang, lalu menyentuhkan punggung tangan di kening Arunika untuk memastikan apakah istrinya sakit atau tidak.“Tidak panas,” ucap Raynar.“Aku baik-baik saja,” balas Arunika.“Jadi, semalam kamu bertemu dengan seseorang atau tidak? Aku tidak yakin kalau pelayan itu melakukannya begitu saja tanp
Arunika benar-benar di rumah beristirahat karena tubuhnya sangat lelah. Raynar pergi ke perusahaan karena ada urusan yang harus dikerjakan.Saat sore hari, Raynar pulang dan tak mendapati Arunika di lantai bawah.“Di mana Aru?” tanya Raynar.“Nyonya tidur seharian, Tuan. Dia masih di kamar,” jawab Sarah.Raynar pergi ke kamar, sesampainya di sana melihat Arunika yang masih tidur dengan sangat pulas.Dia tersenyum kecil, lalu mendekat ke ranjang dan duduk di tepian ranjang sambil memandang wajah sang istri. Raynar mengulurkan tangan, lalu mengusap lembut pipi istrinya itu.“Euh ….” Arunika melenguh, menggeliat karena sentuhan yang diberikan Raynar.“Ini sudah sore, kamu tidak bangun dan mandi?” tanya Raynar sambil menunggu Arunika membuka mata.Arunika mengerjap-ngerjapkan kelopak mata untuk mengembalikan kesadarannya. Dia menutup permukaan bibir saat menguap, lalu menatap pada Raynar yang ada di sampingnya.“Sudah sore, ya?” Arunika bicara dengan suara parau. Dia bangun perlahan, lalu
Arunika menggigit bibir bawahnya setelah memberi izin pada suaminya. Dia melihat senyum lepas Raynar, sebelum suaminya itu merengkuh pinggangnya. Raynar menyentuhkan bibir mereka. Dia mulai melumat perlahan bibir ranum Arunika dengan penuh gairah. Arunika berpegangan pada kedua bahu Raynar dan matanya terpejam saat Raynar terus melumat bibirnya. Ciuman itu memanas, bahkan Raynar mengangkat tubuh Arunika untuk duduk berpindah ke atas pangkuannya dan posisi saling berhadapan. Kedua tangan Raynar mengusap lembut punggung Arunika saat bibir mereka saling memagut. Mereka berbalas lumatan untuk memuaskan satu sama lain. Raynar melepas pagutan bibir mereka, menjeda untuk mengambil napas sambil menatap wajah Arunika yang sudah memerah. Napas mereka memburu, saat saling tatap, keduanya tersenyum penuh arti. “Mau diranjang atau di sini?” tanya Raynar dengan isengnya. Arunika benar-benar malu. Meski ini bukan yang pertama kali, tetapi ini pertamanya dia melakukannya dengan sadar. “Ranjang
Keesokan harinya. Arunika sudah berpakaian rapi dan siap berangkat ke perusahaan.Arunika melihat suaminya yang sedang mengancingkan kemeja, lalu dia mendekat dan mengambil dasi untuk suaminya dari laci penyimpanan.“Menghadap ke sini,” kata Arunika.Raynar mengikuti ucapan istrinya. Dia membalikkan badan dan berdiri berhadapan dengan Arunika lalu membiarkan istrinya yang menyelesaikan mengancing semua manik kemeja.Setelah selesai, Arunika memakaikan dasi di kerah kemeja Raynar seperti biasa.“Hari ini jadwalku banyak keluar kantor, selama aku tidak ada di kantor, jangan pernah keluar tanpa izinku apalagi pergi menemui orang,” ucap Raynar memperingatkan, mengingat betapa cerobohnya Arunika.“Iya,” balas Arunika dengan senyum lebar, tak tersinggung sama sekali dengan larangan suaminya. “Aku akan terus di perusahaan, kamu jangan cemas.”Raynar mengecup lembut kening Arunika yang baru saja selesai mengikat dasi, membuat senyum di wajah istrinya kini mengembang sempurna.Mereka segera sa
Saat sore hari. Arunika merapikan meja dan siap untuk pulang. “Aru, aku pulang lebih dulu,” kata Nichole. “Iya, Pak. Hati-hati di jalan,” balas Arunika dengan senyum lebarnya. Setelah Nichole pergi. Arunika mengemas tasnya, saat akan memasukkan ponsel ke tas, Arunika mendapat pesan dari Raynar. [Pulanglah lebih dulu bersama Pak Dodi.] Arunika mengerutkan alis. Dia mendial nomor Raynar untuk bicara langsung dengan suaminya itu. “Ada apa, Ray? Kenapa aku disuruh pulang bersama Pak Dodi? Kamu tidak pulang, atau mau lembur?” tanya Arunika. “Aku harus mengurus sesuatu, jadi pulanglah lebih dulu,” ucap Raynar dari seberang panggilan. Dahi Arunika berkerut halus. “Apa ada masalah lagi?” tanya Arunika cemas. Dia heran kenapa banyak sekali masalah akhir-akhir ini. “Pelayan yang memberimu obat sudah tertangkap, aku mau menemuinya langsung untuk menginterogasinya.” Arunika sangat terkejut, tetapi juga lega karena akhirnya pelaku tertangkap. “Pulang bersama Pak Dodi dan jangan mampir
Arunika menyentuh kepalanya yang berdenyut perih. Saat merasakan sesuatu yang basah di keningnya, dia baru menyadari kalau keningnya berdarah.“Pak … Pak Dodi,” panggil Arunika mencoba membangunkan sopirnya yang tak sadarkan diri.Arunika semakin menekan kepalanya yang sakit. Dia menoleh ke luar, melihat banyak orang berkerumun menyaksikan kecelakaan yang terjadi.Arunika sangat lemas dan pusing karena masih syok dengan yang terjadi. Saat dia ingin sekali memejamkan mata, tiba-tiba ada yang membuka pintu mobilnya.“Aru.”Arunika menoleh, dia melihat Nathan membungkuk lalu meraih tangannya agar Arunika keluar dari mobil.“Kak Nathan,” lirih Arunika.Nathan membantu Arunika keluar dari mobil, sedangkan yang lainnya membuka pintu bagian depan untuk melihat kondisi Pak Dodi tetapi tidak ada yang berani mengeluarkannya karena satu kaki Pak Dodi terjepit bagian mobil yang ringsek.“Apa kamu baik-baik saja? Mana yang terluka?” tanya Nathan sambil mengeluarkan sapu tangan lalu menyeka darah d
“Cari dan tangkap dia!” perintah Raynar sambil memberikan foto yang Raynar pegang pada Tommy–orang kepercayaannya.Tatapannya begitu tajam penuh amarah karena semua kecurigaan tentang Nathan terbukti. Bahkan Raynar semakin emosi setelah mengetahui kalau wartawan yang menyebar berita buruk tentangnya, terbukti pernah bertemu dengan Nathan.Setelah Tommy menerima foto Nathan, ponsel Raynar berdering dan membuatnya langsung mengecek siapa yang menghubungi.Raynar melihat nama sopirnya terpampang di layar. Dia segera menjawab panggilan itu.“Ada apa?” tanya Raynar begitu ponsek menempel di telinga.“Tu-Tuan.” Raynar mengerutkan kening mendengar suara Pak Dodi terbata.“Ada apa? Kenapa ada suara sirine?” tanya Raynar dengan ekspresi wajah begitu tegang.“Tu-Tuan, kami menga-lami kece-lakaan. Saya bera-da di ambulans menuju rumah sa-kit, tapi saya ti-dak tahu Nyonya ada di ma-na. Saya ti-dak me-lihatnya saat pe-rawat menge-vakuasi saya,” ucap Pak Dodi terbata-bata dari seberang panggilan.
“Cari dan tangkap dia!” perintah Raynar sambil memberikan foto yang Raynar pegang pada Tommy–orang kepercayaannya.Tatapannya begitu tajam penuh amarah karena semua kecurigaan tentang Nathan terbukti. Bahkan Raynar semakin emosi setelah mengetahui kalau wartawan yang menyebar berita buruk tentangnya, terbukti pernah bertemu dengan Nathan.Setelah Tommy menerima foto Nathan, ponsel Raynar berdering dan membuatnya langsung mengecek siapa yang menghubungi.Raynar melihat nama sopirnya terpampang di layar. Dia segera menjawab panggilan itu.“Ada apa?” tanya Raynar begitu ponsek menempel di telinga.“Tu-Tuan.” Raynar mengerutkan kening mendengar suara Pak Dodi terbata.“Ada apa? Kenapa ada suara sirine?” tanya Raynar dengan ekspresi wajah begitu tegang.“Tu-Tuan, kami menga-lami kece-lakaan. Saya bera-da di ambulans menuju rumah sa-kit, tapi saya ti-dak tahu Nyonya ada di ma-na. Saya ti-dak me-lihatnya saat pe-rawat menge-vakuasi saya,” ucap Pak Dodi terbata-bata dari seberang panggilan.
Arunika menyentuh kepalanya yang berdenyut perih. Saat merasakan sesuatu yang basah di keningnya, dia baru menyadari kalau keningnya berdarah.“Pak … Pak Dodi,” panggil Arunika mencoba membangunkan sopirnya yang tak sadarkan diri.Arunika semakin menekan kepalanya yang sakit. Dia menoleh ke luar, melihat banyak orang berkerumun menyaksikan kecelakaan yang terjadi.Arunika sangat lemas dan pusing karena masih syok dengan yang terjadi. Saat dia ingin sekali memejamkan mata, tiba-tiba ada yang membuka pintu mobilnya.“Aru.”Arunika menoleh, dia melihat Nathan membungkuk lalu meraih tangannya agar Arunika keluar dari mobil.“Kak Nathan,” lirih Arunika.Nathan membantu Arunika keluar dari mobil, sedangkan yang lainnya membuka pintu bagian depan untuk melihat kondisi Pak Dodi tetapi tidak ada yang berani mengeluarkannya karena satu kaki Pak Dodi terjepit bagian mobil yang ringsek.“Apa kamu baik-baik saja? Mana yang terluka?” tanya Nathan sambil mengeluarkan sapu tangan lalu menyeka darah d
Saat sore hari. Arunika merapikan meja dan siap untuk pulang. “Aru, aku pulang lebih dulu,” kata Nichole. “Iya, Pak. Hati-hati di jalan,” balas Arunika dengan senyum lebarnya. Setelah Nichole pergi. Arunika mengemas tasnya, saat akan memasukkan ponsel ke tas, Arunika mendapat pesan dari Raynar. [Pulanglah lebih dulu bersama Pak Dodi.] Arunika mengerutkan alis. Dia mendial nomor Raynar untuk bicara langsung dengan suaminya itu. “Ada apa, Ray? Kenapa aku disuruh pulang bersama Pak Dodi? Kamu tidak pulang, atau mau lembur?” tanya Arunika. “Aku harus mengurus sesuatu, jadi pulanglah lebih dulu,” ucap Raynar dari seberang panggilan. Dahi Arunika berkerut halus. “Apa ada masalah lagi?” tanya Arunika cemas. Dia heran kenapa banyak sekali masalah akhir-akhir ini. “Pelayan yang memberimu obat sudah tertangkap, aku mau menemuinya langsung untuk menginterogasinya.” Arunika sangat terkejut, tetapi juga lega karena akhirnya pelaku tertangkap. “Pulang bersama Pak Dodi dan jangan mampir
Keesokan harinya. Arunika sudah berpakaian rapi dan siap berangkat ke perusahaan.Arunika melihat suaminya yang sedang mengancingkan kemeja, lalu dia mendekat dan mengambil dasi untuk suaminya dari laci penyimpanan.“Menghadap ke sini,” kata Arunika.Raynar mengikuti ucapan istrinya. Dia membalikkan badan dan berdiri berhadapan dengan Arunika lalu membiarkan istrinya yang menyelesaikan mengancing semua manik kemeja.Setelah selesai, Arunika memakaikan dasi di kerah kemeja Raynar seperti biasa.“Hari ini jadwalku banyak keluar kantor, selama aku tidak ada di kantor, jangan pernah keluar tanpa izinku apalagi pergi menemui orang,” ucap Raynar memperingatkan, mengingat betapa cerobohnya Arunika.“Iya,” balas Arunika dengan senyum lebar, tak tersinggung sama sekali dengan larangan suaminya. “Aku akan terus di perusahaan, kamu jangan cemas.”Raynar mengecup lembut kening Arunika yang baru saja selesai mengikat dasi, membuat senyum di wajah istrinya kini mengembang sempurna.Mereka segera sa
Arunika menggigit bibir bawahnya setelah memberi izin pada suaminya. Dia melihat senyum lepas Raynar, sebelum suaminya itu merengkuh pinggangnya. Raynar menyentuhkan bibir mereka. Dia mulai melumat perlahan bibir ranum Arunika dengan penuh gairah. Arunika berpegangan pada kedua bahu Raynar dan matanya terpejam saat Raynar terus melumat bibirnya. Ciuman itu memanas, bahkan Raynar mengangkat tubuh Arunika untuk duduk berpindah ke atas pangkuannya dan posisi saling berhadapan. Kedua tangan Raynar mengusap lembut punggung Arunika saat bibir mereka saling memagut. Mereka berbalas lumatan untuk memuaskan satu sama lain. Raynar melepas pagutan bibir mereka, menjeda untuk mengambil napas sambil menatap wajah Arunika yang sudah memerah. Napas mereka memburu, saat saling tatap, keduanya tersenyum penuh arti. “Mau diranjang atau di sini?” tanya Raynar dengan isengnya. Arunika benar-benar malu. Meski ini bukan yang pertama kali, tetapi ini pertamanya dia melakukannya dengan sadar. “Ranjang
Arunika benar-benar di rumah beristirahat karena tubuhnya sangat lelah. Raynar pergi ke perusahaan karena ada urusan yang harus dikerjakan.Saat sore hari, Raynar pulang dan tak mendapati Arunika di lantai bawah.“Di mana Aru?” tanya Raynar.“Nyonya tidur seharian, Tuan. Dia masih di kamar,” jawab Sarah.Raynar pergi ke kamar, sesampainya di sana melihat Arunika yang masih tidur dengan sangat pulas.Dia tersenyum kecil, lalu mendekat ke ranjang dan duduk di tepian ranjang sambil memandang wajah sang istri. Raynar mengulurkan tangan, lalu mengusap lembut pipi istrinya itu.“Euh ….” Arunika melenguh, menggeliat karena sentuhan yang diberikan Raynar.“Ini sudah sore, kamu tidak bangun dan mandi?” tanya Raynar sambil menunggu Arunika membuka mata.Arunika mengerjap-ngerjapkan kelopak mata untuk mengembalikan kesadarannya. Dia menutup permukaan bibir saat menguap, lalu menatap pada Raynar yang ada di sampingnya.“Sudah sore, ya?” Arunika bicara dengan suara parau. Dia bangun perlahan, lalu
Arunika duduk di tepian ranjang sambil memainkan jari. Dia memakai baju yang disiapkan oleh Raynar, wajahnya masih terlihat merona, malu-malu karena akhirnya melakukan malam pertama dengan suaminya.“Apa kamu bertemu seseorang sebelum minum jus?” tanya Raynar yang baru saja keluar dari kamar mandi.“Apa?” Arunika terkejut karena sedang melamun.Saat mengangkat pandangan, Arunika melihat Raynar yang berdiri di depannya, dengan wajah begitu segar dan rambut basah berantakan yang sangat … menggoda.Arunika memejamkan mata sejenak dan mencoba menetralkan jantungnya yang mendadak berdegup dengan sangat cepat lagi.“Ada apa?” tanya Raynar karena Arunika terlihat aneh.Raynar sampai duduk di samping ranjang, lalu menyentuhkan punggung tangan di kening Arunika untuk memastikan apakah istrinya sakit atau tidak.“Tidak panas,” ucap Raynar.“Aku baik-baik saja,” balas Arunika.“Jadi, semalam kamu bertemu dengan seseorang atau tidak? Aku tidak yakin kalau pelayan itu melakukannya begitu saja tanp
Erik menunggu di luar kamar hotel. Dia berdiri bersandar dinding sambil memasukkan kedua tangan di saku celana, sedangkan satu kakinya menapak di dinding.Erik menunggu Raynar untuk memberikan informasi dan mengambil langkah selanjutnya.Tak beberapa lama, Erik melihat pintu kamar terbuka dan dia melihat Raynar keluar dari kamar dan masih memakai bathrobe.Ekspresi wajah atasannya itu begitu datar dan terlihat tak senang.“Bagaimana dengan Arunika, Pak?” tanya Erik langsung berdiri tegap dan menghampiri Raynar.“Menurutmu?”Erik langsung mengulum bibir sesaat, tidak mau salah ucap.“Oh ya, saya sudah mengecek Cctv hotel. Pelayan itu ternyata bukan pegawai hotel, Pak. Bisa jadi dia menyamar. Ini sudah saya konfirmasi langsung dengan manager hotel,” ujar Erik mulai menjelaskan.Ekspresi wajah Raynar berubah dingin. Seperti dugaannya, apa yang terjadi pada Arunika memang sudah direncanakan.“Saya juga sudah menyuruh orang untuk mengejar dan menangkapnya,” ucap Erik lagi.Raynar menganggu
Raynar terus memandang ke nomor lantai yang tertera di dinding atas pintu lift. Tangannya semakin terkepal kuat, kenapa lift itu berjalan sangat lamban. Sial! Begitu lift terbuka di lantai sepuluh. Raynar langsung keluar dan melihat Arunika sedang dipapah pria berseragam pelayan tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang. Amarah Raynar membuncah mengetahui kalau tebakannya benar. Ada yang ingin mencelakai sang istri. Raynar mempercepat langkah dengan tangan terkepal erat. Saat dia melihat pelayan itu hendak membawa masuk Arunika salah satu kamar di lantai itu, Raynar langsung menahan pintu. Pelayan itu terkejut melihat Raynar menatap tajam bahkan urat leher pria itu tercetak jelas di permukaan kulit. Dia panik sambil melirik Arunika yang masih dipapahnya. Pandangan Raynar beralih pada Arunika yang seperti orang mabuk tetapi meringis menahan sesuatu. “Apa yang sudah kamu lakukan pada istriku?!” Raynar meraih kerah seragam pelayan itu lalu menariknya dengan sangat kuat. Pelayan itu