Share

Bab 4

Dari sudut matanya Ana bisa melihat ekspresi kaget yang tergambar jelas di wajah wanita-wanita di ruangan ini. Namun, siapa peduli?

Tujuannya satu, memberi pelajaran pada perempuan yang baru saja bersikap songong dengan seenak jidat menyuruhnya ini itu. Memangnya mereka siapa?

Masa bodoh jika pada akhirnya ibu dan anak tersebut semakin membencinya. Toh, dia masih punya kakek yang selalu berada di pihaknya. Dan itu lebih dari cukup karena kakek adalah sosok yang paling berkuasa di rumah ini.

"Mas Arjuna mau minum?" tanya Ana dengan nada manja. Sebenarnya dalam hati Ana merasa geli dengan tindakannya, tapi dia harus tetap bermain peran, 'kan?

Ana menahan senyum merasakan tubuh Arjuna membeku, saat dia melingkarkan kedua tangan di lengan pria itu. Wanita berkulit putih itu tidak menyangka laki-laki yang biasanya sangat sombong, bisa juga terlihat polos seperti ini. Dipegang lengan saja sudah kaku seperti kanebo!

Sungguh lucu!

"Apa maksudmu?" desis Arjuna di telinga sang istri sembari melirik tajam tangan yang melingkar di lengannya. Astaga, siapa sebenarnya wanita yang dia nikahi?

Jelas saja pria itu berkata dengan pelan, meski nada tidak suka terdengar kentara sekali. Bisa Ana tebak, suaminya ini tidak mau sampai orang-orang tau apa yang sebenarnya. Ya, Arjuna dan gengsinya seakan tidak terpisahkan.

"Wajarkan sebagai seorang istri aku bertanya seperti itu?" Wajah Ana mendongak dengan senyum manis tercetak di bibir. Meskipun untuk ukuran wanita dia cukup tinggi, tapi berhadapan dengan Arjuna yang seperti tiang listrik, dia jadi terasa pendek.

Entah apa yang dimakan sang suami ketika kecil, hingga mempunyai tinggi diatas 180 sentimeter. Ditambah bahu lebar sungguh gelar pangeran Wijaya pantas disematkan pada pria muda di sampingnya.

Sementara itu Arjuna berdeham pelan. Salah tingkah. Sial! 

Nada manja dan senyum manis itu berhasil membuat pertahanannya goyah. Bukannya apa, Ana memang terkenal cantik. Seringkali dia mendengar para pegawai membicarakan kecantikan wanita itu. Hal yang awalnya membuat dia heran, bagaimana bisa wanita secantik Ana menjadi pembantu?

Arjuna mengumpat dalam hati, karena baru saja sibuk memuji sang istri. Oke, tidak mungkin dia terpesona melihat senyum manis istrinya! Tidak mungkin! Rena jauh lebih cantik!

Kulit mulus kekasihnya jelas menang telak dari Ana yang mempunyai tiga jerawat di kening bagian atas. Belum lagi penampilan keduanya yang sangat jomplang. Rena yang modis dengan segala barang branded melekat di tubuh, berbandinh terbalik dengan Ana yang sehari-hari hanya tampil sederhana. Tunik panjang dan celana bahan selalu menjadi andalan istrinya.

Tapi kenapa otaknya justru berkhianat? Sebab bayang-bayang sang istri semalam yang mengurai rambut berlarian di kepalanya. 

Tak mau sang istri curiga dengan sikapnya, Arjuna kembali mendesis tajam, "terserah lah!" Arjuna mengalihkan pandangan dari wajah manis perempuan di sampingnya.

Merasa menang, Ana tersenyum semakin lebar. Lalu menarik suaminya untuk duduk di meja makan, tapi sebelum beranjak wanita itu kembali membuat ulah dengan menepuk-nepuk pelan bahu Arjuna.

"Mbak Rena jadi minum? Ini aku mau buat untuk Mas Arjuna, kalau jadi sekalian aku bikinkan," ujar Ana saat melewati wanita yang melayangkan tatapan permusuhan padanya. Ya, wanita bak model itu tengah cemburu!

"Ngga!" bentak Rena lalu berlalu begitu saja.

"Mirna! Eka! Cepat selesaikan masakan kalian, saya harus pergi pagi hari ini!" Rita langsung mengikuti langkah anaknya. Perempuan berusia hampir lima puluh tahun itu memijat kening. Kepalanya mendadak pening, baru sehari saja mantan pembantunya itu sudah membuat ulah.

Sedangkan Ana mengedikkan bahu melihat sikap kedua wanita itu. Tadi bentak-bentak, sekarang pergi begitu saja. Benar-benar tidak punya sopan santun!

Menjerang air, Ana mulai menyiapkan cangkir untuk membuatkan Arjuna kopi. Selama bekerja, hal ini sudah rutin menjadi tugasnya. Sehingga Ana mengerjakan tanpa beban. Apalagi sekarang, pria itu sudah menjadi suaminya, sudah sewajarnya bukan dia melayani Arjuna dengan baik? Terlepas mereka menikah hanya untuk kepentingan masing-masing.

Ya, meskipun sampai saat ini Ana tidak tahu akan dibawa ke mana pernikahan ini, tapi didikan sang ibu mengajarkan dia untuk memuliakan suami. Hal yang melekat di otaknya.

Ana melirik Mirna dan Eka yang melirik ke arah sang tuan muda, lalu beralih menatapnya. Terlihat jelas kedua wanita itu tengah penasaran. Kejadian barusan memang sedikit menakjubkan. Ana dan sifat cueknya mendadak bersikap manis pada suaminya, aneh bukan?

"Apa?" Wanita cantik itu menatap malas pada sahabatnya.

"Kayaknya ada benih-benih cinta sebentar lagi," goda Mirna sambil menaik-turunkan alisnya. Telunjuknya pun mencolek lengan sang sahabat.

Cinta? Ana geli sendiri mendengarnya. Apalagi kelakuan Arjuna menurutnya di luar nalar. Rasanya masih belum pantas laki-laki itu menyandang gelar suami.

Jadi apakah dia bisa menggantungkan hidup pada pria kekanakan seperti Arjuna?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status