Ana mendapat tawaran menarik dari Arjuna, anak majikannya yang arogan. Katanya, utangnya akan dilunasi, tapi Ana harus menikah dengan pria itu. Hanya saja, baru sehari menjadi istri, Ana malah menemukan rahasia besar suaminya. Lantas, bagaimana kisah Ana selanjutnya?
view more"Menikahlah denganku!" Arjuna menatap tajam wanita di depannya yang tampak terkejut. Namun, sedetik setelahnya wanita itu menampakkan raut tenang seperti biasanya.
"Apa maksud Anda, Tuan?" tanya wanita berkulit putih itu.
Arjuna berdecak kesal. "Menikahlah denganku!" ulangnya ketus.
Kening Ana berkerut, tadi dia mengira akan disuruh membuat kopi seperti biasanya. Bukan malah dilamar dengan cara yang aneh. Ah, lebih tepatnya dipaksa.
Karena nada suara Arjuna sama sekali tidak ada kesan lembut seperti orang yang tengah melamar. Melainkan seperti seorang majikan yang penuh perintah. Lantas, bagaimana caranya dia bisa percaya jika laki-laki di depannya ini berkata serius?
"Maaf, Tuan. Sepertinya Anda sedang kurang sehat, hingga berbicara aneh seperti itu, mungkin Anda butuh beristirahat. Saya permisi dulu." Ana berlalu begitu saja tanpa menunggu tanggapan sang majikan.
Arjuna melongo. Apa yang dikatakan pembantunya barusan? Dengan amarah tertahan, Arjuna mendesis tajam, "kamu bilang aku gila?!"
Ana menghela napas berat, berusaha sabar menghadapi tuan mudanya yang angkuh itu. "Sebutkan kata-kata saya yang bermakna seperti itu, Tuan?"
"Kamu tadi bilang aku tidak sehat?"
"Memangnya sejak kapan tidak sehat berganti arti menjadi gila?" tanya Ana masih mempertahankan kesopanannya. Jika bukan karena uang, mana mau dia diperlalukan semena-mena.
"Berani jawab kamu, ya?!" geram Arjuna. Matanya memandang tajam wanita yang baru saja dia lamar itu.
"Saya hanya meluruskan kalimat saya. Agar Anda tidak berpikir macam-macam."
Arjuna berdecak kesal. Karena tidak menyangka, pembantunya yang selama ini terlihat pendiam bisa menjawab semua kalimatnya. Ah, sepertinya dia telah salah membuat penilaian selama ini.
"Apa Anda masih ada perlu dengan saya? Kalau tidak saya permisi dulu," pamit Ana sambil berlalu begitu saja tanpa menunggu balasan sang majikan.
Kalimat tersebut membuyarkan kesemrawutan pikiran Arjuna. "Tunggu!" teriaknya. Untung saja ruangan ini kedap udara, jika tidak bisa dipastikan suaranya akan terdengar sampai luar.
Sementara itu Ana langsung menghentikan langkahnya ketika mendengar perintah itu. Dengan berat hati wanita itu membalik tubuhnya. Menatap laki-laki yang tersenyum penuh kemenangan, saat berhasil mencegah Ana pergi.
"Aku punya penawaran menarik untukmu."
Alis Ana terangkat mendengar pernyataan itu. Bibirnya masih terkunci sebab majikannya tampak akan berbicara lagi.
"Semua hutangmu akan aku lunasi jika kamu bersedia menikah denganku."
"Maksud Anda?" tanya wanita bertubuh mungil itu dengan sopan. Meski amarah sudah menguasai hatinya karena bisa menebak arah pembicaraan ini.
"Aku tau kamu butuh banyak uang karena itu bersedia kerja di sini meski hanya sebagai pembantu. Padahal jika dilihat-lihat, kamu bisa mencari pekerjaan yang lebih layak."
"Jaga sikap Anda!" hardik Ana saat sang majikan memandang dirinya dari atas sampai bawah. "Lagipula jangan sok tau, memangnya dari mana Anda mendapatkan info itu?" Tembok kesopanan yang Ana bangun sejak tadi, perlahan runtuh.
"Rahasia." Arjuna tersenyum miring. Meremehkan pertanyaan asisten rumah tangganya.
"Anda menyelidiki saya?" tebak Ana. Ya, bukankah hal seperti ini biasa dilakukan orang kaya, guna mengintimidasi kamu lemah sepertinya?
"Bukan menyelediki, tapi mencari tau. Karena sebagai majikan aku harus tahu asal-usul pegawaiku. Agar tidak menimbulkan masalah dikemudian hari." Tuan muda sombong itu, menyilangkan tangan di dada, senyum miring tergambar di bibirnya.
Ana berusaha tak memutar bola mata mendengar nada sombong tuan muda itu. "Maaf, Tuan. Saya tidak tertarik. Permisi."
Dengan segera Ana kembali melangkahkan kaki. Terlalu malas jika harus berhubungan dengan orang kaya yang suka seenaknya.
Nyatanya di rumah besar tempatnya bekerja ini, hanya satu majikan yang benar-benar baik. Sisanya? Menyebalkan semua!
"Aku akan membebaskan ayahmu dari penjara, dan semua hutangmu akan aku lunasi!"
Sudut hati Ana terasa nyeri karena rasa marah dan juga akibat Arjuna membahas hal yang begitu pribadi. Tangan yang berada di gagang pintu terkepal erat membuktikan seberapa marahnya perempuan itu sekarang. "Seberapa banyak yang Anda tau tentang saya?"
"Cukup banyak. Hingga aku tau semua tentang masa lalumu."
Ana berbalik, senyum sinis tergambar di bibir mungilnya. Dia tidak peduli lagi pada aturan kalau pegawai harus sopan pada majikannya. "Apakah untuk mendapatkan apa yang Anda inginkan. Anda selalu melakukan cara menjijikan seperti ini?"
Laki-laki di balik meja kerjanya itu memandang tajam pada Ana. Tampak sekali kalau dia tersinggung dengan ucapan pegawainya. "Menjijikkan katamu!" desis sang tuan muda.
"Memangnya ada kata lain yang lebih pantas, untuk menyebutkan perbuatan Anda yang melampaui batas?" ujar Ana penuh penekanan.
Tidak ingin perdebatan ini berlarut-laut, akhirnya Arjuna memberi penawaran yang terakhir. "Dengarkan aku baik-baik! Ini penawaran terakhir. Menikah denganku, maka akan aku lunasi ayahmu secepatnya!"
Laki-laki itu masih memandang Ana dengan tajam, yang dibalas tidak kalah tajam oleh Ana. Seakan mereka sedang bersaing untuk memperoleh kemenangan. Dengan cara mengitimidasi lawan.
Ada pertemuan, ada perpisahan. Bukankah itu siklus kehidupan?Dan sekarang Arjuna berada dalam fase tersebut. Setelah satu bulan lalu mereka bertemu dengan putra yang selama sembilan bulan berada di kandungan Ana, saat ini mereka harus mengalami perpisahan dengan sosok tercinta.Ya, tepat pukul enam pagi tadi Barata yang kemarin penuh suka cita menyambut sang cicit, kini lebih dulu meninggalkan dunia. Laki-laki tua yang yang diberi kepercayaan Arjuna untuk memberi nama pada keturunan Wijaya tersebut, mengembuskan napas terakhir setelah dirawat di rumah sakit selama tiga hari akibat sakit jantung yang dideritanya.Tak ada yang meyangka, laki-laki yang tampak sehat hingga setiap hari menyempatkan waktu menggendong sang cicit telah pergi untuk selamanya. Meninggalkan banyak kenangan bagi orang-orang yang mengenalnya, terutama Arjuna."Hubungan kami bahkan baru membaik."Ana mengusap punggung sang suami yang belum mau beranjak sejak tadi. Setia berjongkok di samping makam salah satu orang
"Udah, jangan nangis." Ana meringis karena bukannya mereda, tangis sang suami malah semakin keras. Pelukan di tubuhnya pun semakin erat. Dia merasa sesak, tapi sebaik mungkin menahannya agar sang suami tak bertambah sedih.Setengah jam berlalu, Arjuna masih terus mendekapnya sambil menggumamkan kata maaf yang tak terhitung jumlahnya. Padahal Ana merasa dirinya baik-baik saja. Entah kenapa setelah bayinya lahir, ketenangannya pun kembali. Dia jadi bisa berpikir lebih jernih, tak lagi menggunakan emosi berlebih.Ya, tepat dua jam lalu dia berhasil melahirkan putranya dalam keadaan sehat dan tanpa kurang satu apapun. Dia bersyukur untuk itu. Sangat.Masalahnya, laki-laki dalam pelukannya itu tak henti mengutuk dirinya sendiri karena tidak menemaninya kala berjuang di antara hidup dan mati. Suaminya yang kemarin pergi ke Surabaya, datang setelah anak mereka lahir ke dunia. Arjuna tidak mendapatkan penerbangan tercepat, sementara dia yang merasakan kontraksi dini hari tadi mengalami proses
Arjuna merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku, lalu memijat tengkuk hingga bahunya sendiri. Satu bulan sudah dia menjadi pemimpin hotel atas amanah sang kakek. Baru saja dia bersiap pulang dengan merapikan meja serta memilih apa-apa saja yang akan dibawa pulang. Pintu ruangannya tiba-tiba terbuka, tanpa diketuk dulu.Protes yang akan Arjuna layangkan terpaksa ditelan kembali sebab perasaannya langsung tak enak. Wajah panik dan khawatir Yuda lah yang menjadi alasan. "Ana masuk rumah sakit, dia terpleset di kamar mandi."Satu kalimat yang menyebabkan tubuh Arjuna menegang. Wajahnya pucat seakan tidak ada darah yang mengalir di sana, bahkan bibirnya tak bisa diajak bekerja sama untuk menanggapi Yuda. "Ayo kita ke rumah sakit, Mas."Entah mendapat kekuatan dari mana, Arjuna berdiri dan berjalan cepat keluar dari ruangannya. Sampai-sampai Yuda pun tampak kesulitan mensejajarkan langkah. Hampir saja tangan Arjuna menyentuh pintu mobil, tapi sebuah tangan lebih dulu menahannya."Biar
"Belum tidur?""Kebangun. Mas belum tidur?"Ana merapikan rambut sang suami yang mulai memanjang, tangannya terulur bermaksud menghilangkan kerutan di kening Arjuna. Saat-saat seperti inilah yang dia rindukan. Saling tatap tanpa ada suara apapun. Tenang dan menyenangkan.Dulu awal-awal hubungan mereka membaik, hal seperti itu terjadi setiap hari. Bahkan melakukan pillow talk bisa sampai satu jam lebih. Namun, sekarang? Boro-boro membicarakan keseharian, Arjuna menanggapi ceritanya tanpa tertidur itu saja sudah bagus.Dia tahu beban sang suami semakin besar, tapi entah kenapa justru dirinya yang belum siap. Kedekatan mereka baru terjalin, tak rela rasanya harus kembali berjarak.Memang benar cinta ada di antara mereka, tapi jika tidak dipupuk bukankah akan pudar?Dan baginya komunikasi dan pertemuan adalah salah satu cara menjaga cinta. Sepertinya dia bukan orang yang betah menjalin hubungan jarak jauh. Apalagi ditambah moodnya yang belakangan naik turun, menyebabkan kekesalannya gampa
Ana menjatuhkan tubuhnya pada tempat tidur, lalu menutupnya dengan selimut hingga kepala. Mengabaikan gerah yang melanda, dia tetap menutup mulut meski berulang kali sang suami mengajak bicara."Maaf, An."Masih tidak ada tanggapan dari Ana menyebabkan Arjuna mengacak kasar rambutnya. Siapa yang menyangka acara perpisahan dengan Rena justru membuat sang istri salah paham.Apalagi sikap Ana yang menjadi aneh. Jika biasanya sang istri menghadapi Rena dengan tenang, tadi justru tak malu menunjukkan amarah secara langsung. Bahkan sampai meninggalkannya lebih dahulu tanpa peduli hal ini menimbulkan pertanyaan para pekerja."Sayang, aku bisa jelasin.""Kalau buat salah baru manggil sayang," gerutu Ana."Jadi kamu maunya dipanggil sayang terus?" tanya Arjuna yang menganggap sikap sang istri sangat menggemaskan. Telunjuknya pun mulai mengetuk-ngetuk punggung sang istri. "Kamu bisa jatuh kalau bergerak terus.""Makanya jangan sentuh!""Ngga bisa, aku kangen."Kalimat itu berhasil memancing Ana
"Baru pulang?""Hmm," jawab Arjuna singkat."Bisa kita bicara? Sebentar saja, tolong."Mudah bagi Arjuna menolak ajakan itu, toh dia tak lagi peduli dengan Rena. Sayangnya sudut hatinya tergerak saat melihat wajah sendu perempuan itu.Bukan, dia bukan luluh hanya saja keputusasaan yang tergambar di raut itu menjadikannya memenuhi keinginan Rena. Tanpa banyak berpikir pun dia tahu jika mantan kekasihnya seolah tengah menanggung beban yang sangat berat. "Di belakang."Setelah mengucapkan itu, Arjuna melangkah lebih dulu. Mencoba tak menghiraukan tatapan penasaran para pekerja, dia terus berjalan ke arah taman belakang. Setidaknya di tempat itu lebih aman sebab di dapur masih banyak pelayan yang tengah bersantai."Kalian tetap di tempat!" perintah Arjuna begitu orang-orang yang dilihatnya berdiri, tampak akan meninggalkan meja bundar yang terdapat di dapur."Ba–baik, Tuan," jawab Eka sembari menunduk. Namun, sesudah majikannya pergi langsung berkasak-kusuk dengan yang lain. "Kira-kira me
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments