Share

Bab 5

Author: SashiArumi
last update Last Updated: 2024-01-27 09:43:06

"Apaan sih? Ngga ada, ya!" bantah Ana setelah beberapa detik terdiam memikirkan kemungkin jatuh cinta pada Arjuna.

"Ndak boleh ngomong gitu!" Eka memukul pundak sahabatnya. "Cinta itu yang ngasih Gusti Allah, yang juga bisa membolak-balikkan hati manusia. Mungkin sekarang kamu dan Mas Arjuna belum ada rasa. Tapi siapa tau, setelahnya Gusti Allah membalikkan hati kalian. Terus akhirnya jatuh cinta," ujar ibu satu anak itu memberi petuah dengan logat jawa yang kental.

"Tuh, dengerin!" Mirna ikut memukul bahu Ana, wanita itu merasa senang karena pendapatnya mendapat dukungan Eka. Sebagai penyuka drama dia sampai histeris karena sang sahabat menikah dengan majikannya. Bukan karena iri, tapi merasa itu adalah hal romantis. Dan berharap kisah Ana seperti kebanyakan drama, benci berubah menjadi cinta.

Menghela napas, Ana kembali menatap sahabatnya malas. "Terserah kalian lah!" Bukan saat yang tepat untuk berdebat masalah cinta. Lagipula dia takut ada yang mendengar. Setiap tembok di rumah ini seperti punya kuping, jadi sebuah berita bisa tersebar dengan cepat.

"Tak doain semoga segera timbul benih-benih cinta," bisik Mirna terakhir kali. Lantas wanita itu kembali fokus pada sayurannya. Ya, dia takut kena semprot Rita, si majikan arogan.

Ana sendiri hanya diam, tidak menanggapi lebih jauh. Buat apa? Toh, semuanya masih abu-abu untuknya. Lalu bunyi air mendidih, membuat Ana kembali pada fokusnya semula. Membuat kopi.

Setelah selesai, Ana menaruh cangkir dalam nampan. Dengan pelan berjalan ke meja makan, ternyata di sana tidak hanya Arjuna. Karena Barata sudah duduk di kursi kepala keluarga sambil membaca koran.

"Ini, Mas." Ana menaruh cangkir di depan suaminya yang tampak sibuk dengan ponsel. "Ada lagi yang Mas Juna butuhkan?" tanyanya lembut.

"Ngga ada!"

Sekilas, dia bisa melihat nama Rena di layar ponsel sang suami. Ana jadi penasaran, seberapa lama mereka mereka memiliki hubungan karena sepertinya perasaan satu sama lain sudah dalam. Mengingat Rena rela-rela saja Arjuna menikah dengannya. Bukankah itu berarti Rena benar-benar percaya kekasihnya tidak akan selingkuh?

Selingkuh? Kata itu terasa tidak tepat di telinganya. Dia 'kan istri sah, kenapa jadi berasa selingkuhan?

Akhirnya untuk menghentikan pertanyaan yang beterbangan di otaknya, Ana lebih memilih menyapa Barata yang tengah menyaksikan interaksi cucunya, "Kakek mau minum?" tawar Ana.

Sejak mereka menikah, Barata langsung menyuruh Ana merubah panggilan pada semua anggota keluarga. Laki-laki tua yang terkenal baik pada pegawainya itu, bahkan menerima Ana dengan tangan terbuka.

Memberinya berbagai fasilitas dan menyurut semua orang ikut menghormatinya. Baik, bukan? Kebaikan yang menurutnya menjadi sumber kekesalan Rita dan Rena yang berakhir membencinya.

Sejujurnya hal tersebut awalnya terasa aneh di pikiran Ana, tapi wanita itu lebih memilih berprasangka baik. Barata adalah orang kaya yang tidak memandang status sosial, itu adalah kesimpulannya.

"Kalau ngga merepotkan, tolong buatkan teh seperti biasa." Barata tersenyum lebar. Bahagia terpancar jelas di wajah yang penuh keriput itu.

"Tentu saja tidak merepotkan sama sekali," ujar Ana dengan tersenyum penuh ketulusan. 

Arjuna menatap interaksi sang kakek dengan istrinya dengan sebal. Kenapa kakeknya bisa begitu baik pada Ana?

Apa alasan sebenarnya sang kakek menyuruhnya untuk menikah dengan Ana?

Apa yang pria tua itu sembunyikan?

Suasana canggung benar-benar Ana rasakan, saat acara sarapan pertama yang dia lakukan sebagai keluarga Wijaya. Ana yang biasanya menyediakan makanan di meja, kini menjadi salah seorang yang dilayani dengan baik.

"Arjuna kamu masih cuti, kan?" Suara Barata membuat semua orang yang duduk di meja makan menoleh pada laki-laki tua itu.

"Iya, Kek," jawab Arjuna malas. Dia masih kesal karena harus diperintah menikah dengan Ana.

"Bagus lah. Kalau begitu, nanti kamu ajak Ana belanja baju."

Ana yang sedari tadi memperhatikan dua laki-laki itu, langsung terperanjat. "Gak usah, Kek. Bajuku masih banyak, kan kemarin Mas Arjuna memberi seserahan baju yang begitu banyak untukku."

Memang acara ketika acara pernikahan kemarin, Arjuna memberi Ana begitu banyak barang, dari baju, tas, sepatu hingga perhiasan. Meski kurang nyaman, wanita itu tetap menerimanya. Karena tahu kakek akan merasa tersinggung jika Ana menolak.

Barata menggeleng, mengungkapkan ketidaksetujuan. "Itukan baju untuk sehari-hari dan juga pesta. Kakek ingin kamu belanja baju kerja."

Kening Ana mengernyit. Tidak paham arah pembicaraan sang kakek. Kerja? Memangnya dia mau kerja apa? "Maksudnya apa, Kek?"

"Mulai besok kamu akan bekerja di perusahan bersama Arjuna dan Rena."

"Apa?!"

Bukan. Itu bukan suara teriakan Ana. Melainkan suara Arjuna, Rena dan juga Rita. Ketiganya bahkan dengan kompak menatap Ana penuh permusuhan.

Sementara Ana hanya terdiam. Sibuk mencerna kalimat Barata. Tunggu! Dia akan bekerja di kantor?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Dadakan dengan Majikan Arogan   Bab 73

    Ada pertemuan, ada perpisahan. Bukankah itu siklus kehidupan?Dan sekarang Arjuna berada dalam fase tersebut. Setelah satu bulan lalu mereka bertemu dengan putra yang selama sembilan bulan berada di kandungan Ana, saat ini mereka harus mengalami perpisahan dengan sosok tercinta.Ya, tepat pukul enam pagi tadi Barata yang kemarin penuh suka cita menyambut sang cicit, kini lebih dulu meninggalkan dunia. Laki-laki tua yang yang diberi kepercayaan Arjuna untuk memberi nama pada keturunan Wijaya tersebut, mengembuskan napas terakhir setelah dirawat di rumah sakit selama tiga hari akibat sakit jantung yang dideritanya.Tak ada yang meyangka, laki-laki yang tampak sehat hingga setiap hari menyempatkan waktu menggendong sang cicit telah pergi untuk selamanya. Meninggalkan banyak kenangan bagi orang-orang yang mengenalnya, terutama Arjuna."Hubungan kami bahkan baru membaik."Ana mengusap punggung sang suami yang belum mau beranjak sejak tadi. Setia berjongkok di samping makam salah satu orang

  • Pernikahan Dadakan dengan Majikan Arogan   Bab 72

    "Udah, jangan nangis." Ana meringis karena bukannya mereda, tangis sang suami malah semakin keras. Pelukan di tubuhnya pun semakin erat. Dia merasa sesak, tapi sebaik mungkin menahannya agar sang suami tak bertambah sedih.Setengah jam berlalu, Arjuna masih terus mendekapnya sambil menggumamkan kata maaf yang tak terhitung jumlahnya. Padahal Ana merasa dirinya baik-baik saja. Entah kenapa setelah bayinya lahir, ketenangannya pun kembali. Dia jadi bisa berpikir lebih jernih, tak lagi menggunakan emosi berlebih.Ya, tepat dua jam lalu dia berhasil melahirkan putranya dalam keadaan sehat dan tanpa kurang satu apapun. Dia bersyukur untuk itu. Sangat.Masalahnya, laki-laki dalam pelukannya itu tak henti mengutuk dirinya sendiri karena tidak menemaninya kala berjuang di antara hidup dan mati. Suaminya yang kemarin pergi ke Surabaya, datang setelah anak mereka lahir ke dunia. Arjuna tidak mendapatkan penerbangan tercepat, sementara dia yang merasakan kontraksi dini hari tadi mengalami proses

  • Pernikahan Dadakan dengan Majikan Arogan   Bab 71

    Arjuna merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku, lalu memijat tengkuk hingga bahunya sendiri. Satu bulan sudah dia menjadi pemimpin hotel atas amanah sang kakek. Baru saja dia bersiap pulang dengan merapikan meja serta memilih apa-apa saja yang akan dibawa pulang. Pintu ruangannya tiba-tiba terbuka, tanpa diketuk dulu.Protes yang akan Arjuna layangkan terpaksa ditelan kembali sebab perasaannya langsung tak enak. Wajah panik dan khawatir Yuda lah yang menjadi alasan. "Ana masuk rumah sakit, dia terpleset di kamar mandi."Satu kalimat yang menyebabkan tubuh Arjuna menegang. Wajahnya pucat seakan tidak ada darah yang mengalir di sana, bahkan bibirnya tak bisa diajak bekerja sama untuk menanggapi Yuda. "Ayo kita ke rumah sakit, Mas."Entah mendapat kekuatan dari mana, Arjuna berdiri dan berjalan cepat keluar dari ruangannya. Sampai-sampai Yuda pun tampak kesulitan mensejajarkan langkah. Hampir saja tangan Arjuna menyentuh pintu mobil, tapi sebuah tangan lebih dulu menahannya."Biar

  • Pernikahan Dadakan dengan Majikan Arogan   Bab 70

    "Belum tidur?""Kebangun. Mas belum tidur?"Ana merapikan rambut sang suami yang mulai memanjang, tangannya terulur bermaksud menghilangkan kerutan di kening Arjuna. Saat-saat seperti inilah yang dia rindukan. Saling tatap tanpa ada suara apapun. Tenang dan menyenangkan.Dulu awal-awal hubungan mereka membaik, hal seperti itu terjadi setiap hari. Bahkan melakukan pillow talk bisa sampai satu jam lebih. Namun, sekarang? Boro-boro membicarakan keseharian, Arjuna menanggapi ceritanya tanpa tertidur itu saja sudah bagus.Dia tahu beban sang suami semakin besar, tapi entah kenapa justru dirinya yang belum siap. Kedekatan mereka baru terjalin, tak rela rasanya harus kembali berjarak.Memang benar cinta ada di antara mereka, tapi jika tidak dipupuk bukankah akan pudar?Dan baginya komunikasi dan pertemuan adalah salah satu cara menjaga cinta. Sepertinya dia bukan orang yang betah menjalin hubungan jarak jauh. Apalagi ditambah moodnya yang belakangan naik turun, menyebabkan kekesalannya gampa

  • Pernikahan Dadakan dengan Majikan Arogan   Bab 69

    Ana menjatuhkan tubuhnya pada tempat tidur, lalu menutupnya dengan selimut hingga kepala. Mengabaikan gerah yang melanda, dia tetap menutup mulut meski berulang kali sang suami mengajak bicara."Maaf, An."Masih tidak ada tanggapan dari Ana menyebabkan Arjuna mengacak kasar rambutnya. Siapa yang menyangka acara perpisahan dengan Rena justru membuat sang istri salah paham.Apalagi sikap Ana yang menjadi aneh. Jika biasanya sang istri menghadapi Rena dengan tenang, tadi justru tak malu menunjukkan amarah secara langsung. Bahkan sampai meninggalkannya lebih dahulu tanpa peduli hal ini menimbulkan pertanyaan para pekerja."Sayang, aku bisa jelasin.""Kalau buat salah baru manggil sayang," gerutu Ana."Jadi kamu maunya dipanggil sayang terus?" tanya Arjuna yang menganggap sikap sang istri sangat menggemaskan. Telunjuknya pun mulai mengetuk-ngetuk punggung sang istri. "Kamu bisa jatuh kalau bergerak terus.""Makanya jangan sentuh!""Ngga bisa, aku kangen."Kalimat itu berhasil memancing Ana

  • Pernikahan Dadakan dengan Majikan Arogan   Bab 68

    "Baru pulang?""Hmm," jawab Arjuna singkat."Bisa kita bicara? Sebentar saja, tolong."Mudah bagi Arjuna menolak ajakan itu, toh dia tak lagi peduli dengan Rena. Sayangnya sudut hatinya tergerak saat melihat wajah sendu perempuan itu.Bukan, dia bukan luluh hanya saja keputusasaan yang tergambar di raut itu menjadikannya memenuhi keinginan Rena. Tanpa banyak berpikir pun dia tahu jika mantan kekasihnya seolah tengah menanggung beban yang sangat berat. "Di belakang."Setelah mengucapkan itu, Arjuna melangkah lebih dulu. Mencoba tak menghiraukan tatapan penasaran para pekerja, dia terus berjalan ke arah taman belakang. Setidaknya di tempat itu lebih aman sebab di dapur masih banyak pelayan yang tengah bersantai."Kalian tetap di tempat!" perintah Arjuna begitu orang-orang yang dilihatnya berdiri, tampak akan meninggalkan meja bundar yang terdapat di dapur."Ba–baik, Tuan," jawab Eka sembari menunduk. Namun, sesudah majikannya pergi langsung berkasak-kusuk dengan yang lain. "Kira-kira me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status