Aldi seperti biasa, membawa makanan pesanan Ana lewat jendela kamarnya. Sudah hampir satu minggu Ana banyak maunya, mungkin pengaruh kehamilan atau biasa di sebut ngidam.
"Ana jadi ga mau, mungkin cuma maunya ketemu kak Aldi." akunya dengan senyum yang begitu manis.
Aldi yang berusaha mencari makanan itu jelas agak kesal namun hilang dalam sekejap karena pengakuan Ana barusan.
Aldi menjadi bucin sekarang.
"Yaudah, sini peluk." di rentangkannya kedua tangan Aldi di udara.
"Kakaknya yang kesini, Ana lemes abis muntah." akunya.
Aldi jelas saja langsung mendekat, naik ke atas kasur Ana dengan khawatir.
"Mual banget? Kalau di muntahin, kamu harus makan dong." kata Aldi perhatian.
"Tapi Ana mual, rasanya ga enak aja. Tadi sih mau, tapi tiba - tiba ga mau, mungkin karena muntah." Ana terlihat lesu dan pu
Brian dengan malas membawa langkahnya masuk ke dalam restoran yang penuh dengan para karyawan ayahnya itu."Ulang tahun kamu ke 23 ya?" tanya salah satu pegawai pada Vina.Vina mengangguk."Iyah, sekaligus nitipin diri ke senior - senior Vina yang baik - baik, biar makin jaga Vina dengan baik." balasnya membuat para pria tertawa dan tersipu.Brian berdecih lalu mengambil tempat paling jauh dengan Vina.Vina yang sadar dengan kehadiran Brian pun terlihat senang, dia pikir Brian tidak akan datang.Brian meraih beberapa kentang lalu melirik meja sebelah yang agak berisik, mungkin karena kumpulan para wanita.Brian membolakan matanya kaget saat melihat siapa yang di lihatnya dan juga kebetulan orang itu melihatnya juga."Yuna Cs?" gumam Brian, dia jelas saja ingin menyapa. Toh mereka saat lulus berpisah baik - baik.
Ana terus saja muntah - muntah, dia tengah di rumah Aldi. Alias rumah di samping rumahnya."Ana lemes." akunya dengan limbung.Aldi sigap menangkapnya, menggendongnya dengan cemas lalu merebahkannya di kasur."Ke dokter ya sayang?" Aldi mengusap wajah pucat Ana, dia semakin bingung.Apakah dia harus segera jujur agar dapat menjaga Ana tanpa harus sembunyi - sembunyi.Aldi menengok refleks saat pintu bel rumah berbunyi. Aldi mengusap kepala Ana."Buka dulu pintu, istirahat sebentar ya. Kalau mau muntah jangan ke kamar mandi, ke lantai aja kalau lemes."Ana hanya mengangguk dengan mata mulai terpejam. Melihat itu Aldi semakin khawatir.***"APA?!" Agam terlihat sangat terkejut."lo bikin Ana!—Hamil?" serunya.
Ana terdiam di dalam mobil, pikirannya masih berputar pada pertemuannya bersama Anita."Sayang, bukannya mau beli makanan?" Aldi melirik Ana sekilas.Aldi merasa ada yang aneh, apa karena pertemuan dengan Anita? Aldi sih yakin, pasti soal itu."Anita emang mantan terakhir aku, alasan aku pulang ke sini." Aldi akan mencoba terbuka, toh mereka sudah menikah."Tapi asal kamu tahu, soal perasaan aku ke kamu itu bukan main - main, aku serius jatuh cinta sama kamu." lanjut Aldi dengan masih fokus mengemudi."Hubungan kakak sama kak Anita berapa lama?" tanya Ana dengan masih tidak menatap Aldi."3 tahun.""Lama ya, kok cepet move onnya." Ana terlihat seperti ingin menangis, entah kenapa dia jadi mudah menangis. Mungkin karena kehamilannya."Sayang, bahkan dalam semenit bisa jatuh cinta. Jangan berpikir yang aneh - a
1 tahun kemudian... Yuna datang berdua dengan Luna. Hari ini mereka ingin berdamai dengan masa lalu. Belum ada kata maaf yang terucap, maka saat inilah waktunya. Setahun mereka urung terus dengan niat baik itu, rasanya mereka tidak bisa menundanya lagi."Om, saya teman Biya dan Brian." kata Yuna pada Rudy.Rudy tersenyum ramah."Silahkan masuk." sambutnya."Makasih, om."Rudy hanya tersenyum, membawa langkahnya ke dapur. Kebetulan Biya sedang di dapur bersama Zela."Biya, ada teman di depan." kata Rudy yang membuat Biya bingung sesaat, siapa?"Iyah, ayah." Biya melepas celemeknya, bergegas ke ruang tamu.Brian yang tengah turun tangga kini mengikuti Biya."Kemana?" tanyanya."Katanya ada temen di depan." Biya terus melangkah di ikuti Brian."Oh mungkin—" Brian tidak melanjutkan lan
Brian terlihat menatap langit - langit kamar, menunggu Biya yang sepertinya baru selesai mandi. Suara pintu terbuka pun menyadarkan Brian."Kenapa? Kamu kayak lagi ada pikiran." kata Biya seraya berjalan menuju meja rias.Brian menghela nafas panjang."Banyak." jawabnya singkat namun penuh beban."Banyak? Salah satunya? Ceritain biar enak. Siapa tahu aku bisa bantu." Biya memakai cream malam lalu lipbam.Biya melangkah menghampiri Brian yang menyambutnya dengan memeluknya."Kenapa, hm?" Biya mengusap kepala Brian seperti anak kecil, tapi Brian tidak terganggu, malah dia suka."Kamu liat Glen? Dia sering marah, di ajak main ga mau. Apa dia marah karena selama ini aku ga ada saat siang?"Biya tersenyum tipis."Kamu sadar ternyata soal itu, Glen emng sering ngeluh, dia ingin main tapi papa kerja." terangnya.
Ana menggendong bayi cantik yang bernama Alana Pashania. Bayi yang kini baru berusia 2 bulan itu. Bayi miliknya dan Aldi."Mana Aldi, Na?" tanya Brian."Ada, lagi di belakang, kak." jawab Ana dengan masih menimang Alana yang belum kunjung tidur itu."Al!" panggil Brian seraya celingukan mencari Aldi."Apa?" Aldi berjalan santai melewati Brian."Pinjem tenda dong, lo kan kadang naik gunung." kata Brian seraya mengekori Aldi."Ada, di gudang. Bentar gue ambilin." kata Aldi."mau kemana?" tanyanya.Brian memutuskan untuk mengekor Aldi."Piknik, udah lama ga liburan sama keluarga." jawabnya."Nah gitu dong, jangan telantarin anak istri lo."Brian memukul pundak Aldi."Enak aja! Gue ga pernah nelantarin mereka." semprotnya tidak terima."Terserah.""Nyebelin lo masih aja
Brian terlihat mesem - mesem, melirik dan sesekali mencolek Biya yang tengah mengamati Glen dan satu gadis cantik yang kebetulan sama, tengah berlibur dengan keluarganya."No! Danan (jangan)!" Glen berseru tidak suka, bahkan menepis tangan gadis seusianya itu yang hendak mengambil mainan Glen.Gadis kecil itu hanya cemberut.Biya melirik Brian yang tidak bisa diam itu, terus saja menggodanya."Apa, Brian?" tanyanya dengan lembut, pura - pura tidak paham."Abis dari sini ya, kita program." Brian gelayutan di lengan Biya yang pendeknya jelas lebih pendek darinya."Program apa sih, Bri." kekehnya geli, mengusap pipi sang suami sekilas."Kamu suka pura - pura, aku udah kasih kamu kode tadi, bahkan kamu bales, sayang."Biya mengulum senyum."Iyah, asal kamu bisa atur waktu. Baru aku mau." balasnya."Bisa - bisa, aku usahain pa
Waldi dan Angga sedikit kaget saat melihat Yuna dan Luna datang yang ternyata di undang oleh Brian dan Biya."Ha-hai" Yuna terlihat canggung, sempat ragu juga sebenarnya. Dia hampir saja tidak akan ikut kumpul kalau saja Luna tidak datang."O-oh hai." Angga tersenyum ramah, mereka terlihat berbeda. Mungkin karena zaman dan usia yang berubah."Maaf telat." Luna duduk di samping Yuna yang duduk dekat Waldi.Waldi terlihat gugup di duduknya, pergaulan remaja mereka yang membuatnya jadi ingat saat di mana dia nakal dan bermain dengan Yuna dan Luna."Gimana kabar kalian?" Angga tersenyum ramah, seolah mereka memang baik - baik saja. Melupakan semua tentang kenakalan remaja dulu."Baik." jawab Yuna dan Luna bersamaan."Kabar kalian?" tanya Yuna."aku ga sangka bisa ketemu dan kumpul kayak gini." akunya.