Karina menggeliat saat ia merasa brankar ini terasa sempit juga seperti ada yang tengah berbaring di sebelahnya, ia membalik badannya perlahan dan ternyata yang ada di sebelahnya adalah Kaivan. Karina melirik ke arah jam dinding yang kini menunjukkan pukul enam pagi, sepertinya Kaivan baru kembali karena saat ia terbangun pukul tiga pagi Kaivan belum ada disini. Karina menyingkirkan perlahan tangan Kaivan yang tersampir di pinggangnya, tetapi Kaivan malah semakin mempererat rangkulannya dan membuat Karina tidak bisa bergerak sedikitpun. "Jangan dipindahkan, tanganku sakit kamu genggam seperti itu." ucapnya tanpa membuka mata. "Kamu baru kembali?" Kaivan mengangguk pelan, ia perlahan membuka matanya dan menatap Karina dengan bola matanya yang memerah karena mengantuk. "Maaf," "Maaf? maaf untuk apa Kai?" "Karina, aku merasa ada yang salah denganku." "Apa ada yang sakit? biar aku panggil dokter jika kamu merasa tidak baik-baik saja," Kaivan tertawa pelan, ia sentu
Chandra menatap lesu Yudhana yang sudah dua hari belum membuka matanya, dokter mengatakan jika keadaan Yudhana semakin memburuk dan kemungkinannya sangat kecil untuknya bertahan hidup lebih lama lagi. Tidak ada yang menunggu Yudhana disini selain Chandra, bahkan Chandra pun tidak sepenuhnya bisa menjaganya dua puluh empat jam karena ia masih dalam masa pemulihan. "Jadi tuan Yudhana sudah tau jika Alya bukan putri kandungnya?" tanya Chandra sambil mendorong mundur roda kursi rodanya menghadap Darman. "Ya, beliau sudah tau dan karena masalah itulah tuan Yudhana kondisinya memburuk." Helaan nafas berat terdengar dari mulut Chandra, "Siapa yang sudah memberitahu tuan Yudhana soal ini?" "Tuan muda Arkana, dia datang dan memberikan hasil tes DNA tuan Yudhana dan Alya." Kening Chandra mengernyit, darimana Arkana tau soal hasil tes DNA itu atau mungkin hasil tes DNA itu ternyata bukan hilang tetapi Arkana yang mengambilnya. Chandra segera menghubungi Arkana, namun sayangnya Ark
"Untuk gatalnya bisa dioleskan ini ya pak," Kaivan menerima obat salep itu dari tangan perawat yang memeriksa keadaannya, demi menuruti ngidamnya Karina Kaivan akhirnya harus menderita bentol di seluruh tubuhnya karena ulat bulu, juga cedera di kaki dan lengan kirinya karena terjatuh dari pohon rambutan. Kaivan hanya berhasil mengambil lima buah rambutan setelah semua cedera yang ia alami, Randy juga baru datang disaat ia sudah terjatuh ke tanah dan mengerang kesakitan. Sebenarnya Randy ada disana sejak awal, namun ia lebih memilih bersembunyi dan baru keluar setelah melihat Kaivan jatuh terguling dari atas pohon. Sedangkan di sudut ruangan, Karina kini sedang asik memakan rambutan-rambutan itu seorang diri sambil menonton televisi dan tidak menawarkannya sedikitpun. Menyebalkan memang, tetapi Kaivan cukup senang melihat Karina begitu menikmati apa yang ia inginkan. "Rin," "Ya," sahut Karina tanpa menoleh. "Bisa tolong bantu aku?" "Bantu apa?" "Tolong bantu bersih
Kaivan berjalan tergesa-gesa menuju ke dalam rumah sakit tempat dimana Karina berada sekarang, sejak menerima pesan dari Randy pikiran Kaivan menjadi tidak fokus bahkan ia hampir saja menabrak saat mengemudi. Degup jantungnya berdetak tidak karuan, ia sangat khawatir dengan keadaan Karina mengingat Karina juga baru saja keluar dari rumah sakit. "Pasien atas nama Karina Faradilla, dia dirawat di kamar nomor berapa?" "Sebentar ya pak, saya cek dulu." Perawat itu terlihat berkali-kali membaca daftar nama pasien untuk mencari nama Karina, tetapi perawat itu tidak menemukan nama Karina di bangsal manapun. "Maaf, tapi tidak ada nama Karina Faradilla yang terdaftar sebagai pasien di rumah sakit ini." "Tidak mungkin, saya mendapatkan info dari anak buah saya jika istri saya dirawat disini." "Iya pak, tapi sekali lagi saya tidak menemukan nama istri bapak di daftar pasien." "Kai," Kaivan menoleh cepat ke arah wanita yang memanggil namanya, ternyata seseorang yang ia khaw
"Terima saja, berlian itu mahal harganya." bisik Oma Gia. Entah ada angin apa, Retno dan Danu tiba-tiba datang dengan membawa satu set perhiasan untuk Karina. Mereka tidak lagi ketus seperti sebelumya, semenjak mereka mengetahui kehamilan Karina Retnolah yang pertama kali berubah drastis sikapnya pada Karina. Retno juga yang paling antusias memberikan ini dan itu untuk Karina termasuk perhiasan ini juga idenya, bahkan renovasi rumah Karina juga Retno ikut membantu membiayai dan memperkerjakan seorang arsitek ternama. Semenjak itu juga hubungan Retno, Danu dan Oma Gia perlahan membaik. Danu merasa beryukur kehamilan Karina ternyata menjadi pemecah ketegangan yang selalu terjadi di antara mereka, Oma Gia bahkan sekarang memperlakukan Retno selayaknya menantu bukan lagi musuh seperti dulu. Karina menutup kotak perhiasan itu dan mendorongnya kembali ke arah Retno, "Maaf bu, tapi ini terlalu berlebihan." "Berlebihan? ini bahkan tidak cukup untuk mengungkapkan rasa terimakasih kami,
“Good job Agatha, kamu memang dewi di agensi ini." puji Martin sambil melihat hasil jepretan foto Agatha di kameranya. "Thanks Martin, semua ini juga berkat kamu." Senyum penuh rasa bangga mengembang di wajah Agatha, setelah sekian lama berusaha ia akhirnya bisa menjadi model profesional dan sebentar lagi ia akan mengikuti kontes untuk menjadi model kelas internasional. Hanya butuh satu langkah lagi untuknya agar bisa mencapai tujuan, setelah semuanya berhasil ia gapai maka apapun yang ia inginkan akan dengan mudah terwujud dan ia tidak perlu lagi bersusah payah menjadi jalang. Suara stiletto terdengar menggema di ruang pemotretan, seorang wanita yang usianya lebih muda dari Agatha masuk sambil melangkah angkuh memerhatikan sekitar. Satu sudut bibir gadis itu terangkat sambil menatap remeh dirinya, ia bahkan menertawakan hasil jepretan Martin lalu menghapusnya. Tidak perduli seberapa sulit mereka untuk mendapatkan foto-foto itu, baginya ini hanya file sampah tidak berguna dan