"Mas Janu ingin bertemu Nona Smith? Haaah, sayang sekali!"
Melihat wajah Bibi Ipah yang tampak kecewa atau mungkin juga sedih, Janu menjadi cemas dan berkata, "Ada apa Bi? Apa terjadi sesuatu?"
"Sebenarnya, Bibi merasa sedih kalau mengingat pacar Nona Smith akan datang. Entah mengapa, sejak pertama kali melihat Mas Janu, Bibi sangat berharap, Mas yang akan jadi kekasih Nona Smith. Tapi, ya sudahlah. Yang penting Nona Smith senang," cetus Bibi Ipah begitu saja. Ia berkata sangat jujur sekali, menyampaikan isi hatinya.
"Bibi, sebetulnya ...."
"Siapa yang datang, Bi?" teriak Sinta sangat lantang membuat ucapan Janu langsung mandek.
"Sebentar ya, Mas. Bibi masuk dulu. Mas tunggu di sini. Bibi tidak berani mengizinkan Mas untuk langsung masuk karena ada acara penting di dalam. Semua orang sedang menunggu pacarnya Nona Smith. Katanya mau datang jam tujuh tadi. Tapi sampai sekarang belum datang juga," ucap
Sinta langsung berdiri melihat Janu telah sampai di ruang makan. Sedangkan Hendry, tersenyum simpul mengetahui tangan Sisil menggenggam erat tangan Janu."Janu, duduklah. Sini-sini, duduk di sini!" Sinta sampai menyiapkan kursi untuk Janu."Om, Tante," kata Janu tersenyum. Ia mencium tangan Hendry dan Sinta bergantian. Membuat senyum di wajah pasangan suami istri itu semakin lebar saja.Janu sudah sangat memesona pada pertemuan malam itu. Aura kewibawaan terpancar jelas dari kesantunannya.Hendry yang sudah terbiasa bertemu dengan banyak orang dengan karakter yang berbeda dari berbagai kalangan, bisa dengan mudah menilai orang seperti apakah Janu. Dan singkat kata, Hendry suka. Ia berpikir, akan sangat baik jika Janu bisa menikah dengan Sisil dan menjadi bagian dari keluarga Sasongko.Hendry tidak tahu, untuk siapa Janu datang dan apa yang membuat pemuda itu berkunjun
Sisil berdiri di depan pintu kamar Smith. Ia telah mengangkat tangan kanannya yang terkepal untuk mengetuk pintu. Tapi Sisil tidak kunjung melakukannya.Sisil menelan ludah dan menarik napas panjang. Ia berbicara pada dirinya sendiri, "Tenanglah Sisil. Smith sudah berubah. Dia menjadi gadis manis yang lembut. Jadi, kau tidak perlu khawatir lagi, oke?"Tok ... tok ... tok ....Akhirnya Sisil mengetuk pintu setelah segala keraguannya pergi.Tapi Smith tidak menyahut. Maka, Sisil kembali membuat pintu kamar Smith berbunyi. Juga memanggil nama saudara sambungnya itu."Apa dia tidak di dalam, ya?"Sisil pikir, mungkin Smith sedang di luar kamar, atau bisa saja sedang berada di kamar mandi sehingga tidak mendengar panggilannya.Ia pun menekan gagang pintu ke bawah untuk memastikan dugaannya. Dan ternyata, pintu memang tidak terkunci.Namun, setelah
Sisil berjalan lebih dulu di depan Smith. Mereka terlihat luar biasa dengan penampilan masing-masing.Saat melihat dua gadis cantik itu berjalan berbarengan, mungkin para pemuda akan mengira sedang berada di surga, hingga bisa bertemu bidadari.Siapa saja yang melihat Sisil dan Smith sekarang, pasti akan sangat terpesona. Para perempuan akan merasa iri, sedangkan kaum lelaki mendadak ingin menikah saat itu pula.Namun, hal berbeda terjadi pada Janu. Pemuda itu tidak melihat Sisil sama sekali. Ia menjadi sangat sibuk memperhatikan gadis lainnya yang tidak lain adalah Smith.Janu bahkan sampai berdiri dan mengucek kedua matanya lantaran tidak percaya bahwa gadis yang tampak sangat anggun dan memukau itu memang calon istrinya, si Gadis Singa Jantan, Smith!Smith mengenakan dress hitam sederhana yang bagian lengannya berupa renda-renda kecil. Di lehernya juga terpasang sebuah kalung
Sinta mulai bernapas lega ketika orang-orang seperti sudah melupakan ucapan Smith yang sangat menyebalkan tentang almarhum ibunya. Ia memang sangat tidak suka jika masa lalu itu dikupas kembali, khawatir jika segala kejahatannya diketahui oleh sang suami.Selama ini Smith memang tidak pernah mengadukan apapun pada Hendry soal kelakuan Sinta di belakang sang ayah. Bagaimana sikap Sinta pada almarhum Lisa, juga segala usaha keras perempuan itu untuk mencegah sang ayah agar tidak peduli pada Lisa saat dulu masih sakit keras.Ketika Hendry menanyakan pada Smith apakah ia menelepon sang ayah untuk memberitahukan kematian ibunya, Smith hanya menggeleng dan mengatakan bahwa ia tidak ingin mengingat-ingat saat kematian Lisa. Smith tidak menerangkan pada Hendry bahwa Sinta-lah yang telah mengangkat telepon itu, lalu berbicara sangat kasar dan buruk padanya.Semua kebungkaman Smith itu, bukan lantaran ia menutup-nutupi kejahatan Sinta. Melain
"Janu, maafkan mamaku. Mungkin Mama hanya mencemaskan pacar Smith yang tidak kunjung datang. Khawatir kalau terjadi apa-apa dengannya di jalan," sahut Sisil yang mencoba meringis di saat batinnya hampir remuk."Sisil! Kebiasaan! Berhentilah menjadi orang naif! Kau tahu benar apa maksud Mama. Dan sebagai pemuda cerdas semestinya Janu mengerti juga. Sekarang katakan pada kami, apa hubunganmu dengan Smith yang sebenarnya? Tidak usah berputar-putar mempermainkan perasaan putriku!" Sinta sampai berdiri karena kemarahan yang sudah melewati ubun-ubun."Benar, Tante. Kami, maksudku, aku dan Smith sudah menjalin hubungan khusus. Bahkan malam ini aku bermaksud untuk melamar Smith," tegas Janu tanpa ragu. Membuat Smith tersenyum puas sembari meletakkan garpu dan pisau kecil yang sedari tadi ia gunakan untuk makan. Smith mengusap mulutnya menggunakan tisu dengan santainya, merayakan kemenangan yang sebentar lagi akan menjadi miliknya. Malam ini dan seterusnya.
"Janu datang kemari untuk melamarku. Dia mau bertanggung jawab dan menjadi ayah untuk bayi yang ada di perutku. Itu artinya masalah selesai. Bayi ini bisa lahir tanpa aib untuk siapa pun. Lalu Sisil, semestinya dia tidak marah atau sakit hati jika aku menikah dengan Janu. Kenapa? Karena Sisil dan Janu tidak memiliki hubungan apa-apa. Mereka hanya teman. Akan beda masalahnya jika Sisil adalah istri Janu. Lantas datang perempuan lain yang mengobrak-abrik rumah tangga mereka!"Smith menatap tajam Sinta ketika mengucapkan kalimat terakhir itu. Ia sampai berkaca-kaca dan bergetar tangannya karena selama ini hanya diam meski Sinta sudah sangat menyakiti dirinya. Barulah malam ini ia akan benar-benar memulai pembalasannya.Sontak saja mata Sinta menjadi terbelalak. Ia tidak menyangka jika Smith akan mampu membalikkan keadaan dan membuatnya diam tak berkutik lagi. Apa yang diucapkan Smith sungguh membuatnya mati kutu.Sedangkan Sisil, ia te
Janu mengemudikan motornya dengan pelan saja. Ia bingung harus membawa Smith ke mana.Jantung Janu bahkan terus berdetak kencang karena merasa dirinya seperti membawa kabur anak gadis orang. Tapi Janu hanya diam karena mengerti kalau Smith masih sangat marah atas apa yang terjadi di rumahnya."Apa bensinmu habis?" tanya Smith dengan suara dingin, sedingin malam ini."Tidak. Kenapa Smith?" ujar Janu yang sesaat menoleh ke belakang."Kalau begitu kemudikan motormu dengan benar! Apa kau sengaja membuat motormu berjalan seperti keong supaya ayahku bisa mengejar?" bentak Smith sampai membuat telinga Janu mendengung.Namun Janu malah tersenyum. Ia tahu, jika Smith sudah mulai berteriak padanya, artinya suasana hati gadis itu sudah kembali normal atau setidaknya telah membaik."Apa kau tidak mendengarku!" teriak Smith lebih keras karena Janu tidak kunjung memp
Janu dipersilakan masuk oleh putra dari pemilik kost. Ia diminta menunggu sebentar di ruang tamu selagi ibu kost dipanggil.Janu pun menunggu dengan perasaan tidak tenang. Jantungnya bahkan sudah seperti kereta ekspres saja, sangat cepat."Ee Janu. Ibu kira siapa. Ada apa?" tanya Ibu kost ramah yang kemudian duduk di hadapan Janu."Begini Bu, eem ... jam malamnya sudah hampir berakhir ya Bu?" ucap Janu basa-basi. Ia sedikit bingung harus memulai meminta izin dari mana."Iya, sekitar lima menitan lagi. Ada apa memangnya? Kamu barusan datang dengan gadis yang sangat cantik 'kan? Siapa dia? Saya belum pernah melihatnya ke sini sebelumnya. Apa dia pacarmu?" kata Ibu kost menggoda.Perempuan paruh baya itu sungguh tidak mengenali Smith karena penampilannya memang sangat jauh berbeda dari penampilan Smith saat dulu berkunjung ke kost Janu untuk kerja kelompok ataupun menitipkan b