Tatapan terkejut dan kesal di wajah Afgan dan Melinda terasa menusuk, membuat suasana di dalam mobil Edward menjadi tegang.
"Apa yang kamu lakukan?" bisik Adelia kepada Edward dengan gemetar, merasa cemas dengan situasi yang tiba-tiba menjadi sangat rumit.
Edward memandang Adelia dengan ekspresi menyesal. "Maaf, Adelia. Aku tidak bermaksud membuatmu merasa tidak nyaman. Aku hanya ingin menunjukkan dukunganku. Aku ingin memilikimu, Adelia."
Namun, Adelia tidak punya waktu untuk mempertimbangkan penjelasan Edward. Dia merasa semakin terjepit di antara dua dunia yang bertentangan. Di satu sisi, dia merasa terhubung dengan Edward dan merasa nyaman dengan kehadirannya. Di sisi lain, dia masih memiliki sejarah yang rumit dengan Afgan.
Sementara itu, Afgan dan Melinda berada dalam keadaan terkejut dan marah. Afgan menatap Adelia dengan raut wajah campur aduk, sementara Melinda tampak menguak senyuman penuh kelicikan. Saatnya bagi dia untuk memanasi situasi.
"20 cm? Serangga sebesar 20 cm?" Melinda membuka mulutnya, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya dari Afgan. Dia merasa gemetar, namun Afgan tetap terdiam, fokus mengemudikan mobilnya dengan penuh perhatian.Melinda merasakan ketidaknyamanan di udara, merasakan bahwa Afgan tidak ingin berbicara dengannya. Aura dingin terasa mulai memenuhi ruang di dalam mobil tersebut. Dalam hati, Melinda merasa cemburu, merasa bahwa Afgan sedang memperhatikan dengan cara yang tidak pantas pada dirinya, istri yang dianggapnya murahan. Meskipun demikian, dia berjanji dalam hatinya untuk semakin gencar menjalankan misinya, yaitu merebut hati dan perhatian Afgan.Mobil perlahan melambat saat mendekati pintu utama hotel. Afgan segera turun dari mobil dan memberikan kunci kepada petugas parkir. Dengan langkah cepat, dia melangkah pergi, sepenuhnya fokus untuk mengejar Adelia. Afgan bahkan melupakan keberadaan Melinda yang masih berada di kursi penumpang."Afgan!" teriak
Mrs. Smule segera kembali ke ruangannya begitu tahu Afgan sudah keluar dari ruangan tersebut. Begitu masuk kembali ke ruangannya, dia melihat Adelia yang masih menangis, dengan wajah tertutup tangan di atas meja. Mrs. Smule merasa prihatin dan memutuskan untuk mendekatinya."Adelia, apa yang terjadi?" tanya Mrs. Smule dengan nada lembut, mencoba menenangkan wanita muda di depannya. "Mengapa pemilik hotel ini sepertinya sangat membencimu? Apakah ada yang dapat saya bantu?"Adelia mengangkat kepalanya perlahan, mencoba mengendurkan ketegangan yang ada dalam dirinya. Dia menghela nafas dan mencoba menjelaskan, "Kami memiliki pertengkaran besar, Mrs. Smule. Dia sangat marah padaku karena sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Semuanya begitu rumit."Mrs. Smule mengangguk paham walau pun Adelia tidak menceritakan dengan jelas, dia tidak mau memaksa, malah dia merasa iba melihat kesedihan yang terpancar dari mata Adelia. Dia duduk di dekatnya dan menempatkan tan
Afgan dengan setia menemani Melinda yang lemah dan sakit sampai sore hari. Dia sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk sekedar menemui Adelia, karena perhatiannya sepenuhnya tercurah pada Melinda. Meskipun dalam hati, dia masih merasa bingung dan terombang-ambing antara dua perasaan yang rumit.Sampai akhirnya, ketika matahari mulai tenggelam di ufuk barat, Afgan memutuskan untuk mengantar Melinda pulang. Dia membantu Melinda berjalan pelan, merasa bersalah karena keadaan wanita itu yang terlihat begitu lemah."Terima kasih, Afgan," kata Melinda dengan suara yang rapuh, "Aku tahu ini sulit bagimu juga."Afgan mengangguk, mencoba menampilkan senyum lembut meskipun dia merasa dalam kebimbangan yang mendalam. "Kau harus istirahat dengan baik, Melinda. Besok aku akan menjemputmu untuk acara pameran di desa pariwisata."Melinda memandang Afgan dengan sorot mata yang campur aduk. Meskipun dia merasa hancur oleh situasi yang rumit ini, namun kekuatannya munc
Bus meluncur dengan perlahan melalui jalan setapak yang berkelok-kelok menuju desa pariwisata. Matahari perlahan tenggelam di ufuk barat, menciptakan siluet pepohonan dan rumah-rumah tradisional yang menjulang di cakrawala. Ketika bus akhirnya tiba di lokasi desa pariwisata dua jam kemudian, suasana sejuk dan asri langsung menyambut mereka.Dari jendela bus, Melinda bisa melihat keindahan desa yang terbentang di hadapannya. Pepohonan hijau dan hamparan sawah yang luas menghiasi pemandangan, menciptakan suasana yang tenang dan damai. Bangunan-bangunan tradisional dengan atap jerami dan dinding kayu memberikan kesan autentik, sementara aroma bunga-bunga yang harum melayang di udara, menyegarkan indera mereka.Penumpang bus turun satu per satu, menghirup udara segar desa yang begitu berbeda dengan hiruk-pikuk kota. Beberapa di antara mereka terlihat terkesima oleh kecantikan alam sekitar, sementara yang lain tersenyum menikmati keheningan yang menghiasi desa tersebut.Adelia melangkah tu
"Afgan akan menyukai wanginya diriku mulai sekarang. Dengan cepat dia mengingat merek yang digunakan. Mereknya memang sama dengan yang sudah disebutkan oleh Adelia sebelumnya. Hanya jenis aromanya yang berbeda. Melinda menepuk kepalanya sambil tersenyum, menyadari bahwa dia tidak bertanya dengan detail sebelumnya.Melinda mandi sambil bernyanyi riang dan bermain dengan sabun dengan jumlah yang sangat banyak. Seluruh tubuhnya dia olesi dan juga shampo yang banyak untuk rambutnya.Sementara itu, Afgan duduk di kamarnya dengan kebingungan yang mendalam. Dia merenungkan keputusan-keputusan yang harus diambilnya, mencoba mencari jalan keluar dari kekacauan emosional yang tengah dialaminya.Wajah Adelia yang lesu terlihat tidak bercahaya dan seperti menyimpan beban berat, dan entah mengapa, Afgan merasa tidak nyaman dengan sikap itu.Menempatkan Adelia dan Melinda menjadi satu kamar bukan merupakan sebuah keputusan yang bagus. Afgan takut Melinda akan membuat A
Adelia dengan lembut berdiri dari kursinya dan tersenyum kepada Edward, memberinya izin untuk duduk di sebelahnya. Edward dengan ramah mengucapkan terima kasih, menciptakan ketenangan sejenak di tengah keramaian meja makan. Namun, pandangan Afgan yang sejak tadi mencerminkan keheranannya mulai berubah menjadi ekspresi curiga yang tak tersembunyi."Edward, lagi-lagi kamu," sapa Afgan dengan senyum tipis yang mencoba menyembunyikan kecemburuannya. "Apa yang membawamu ke acara ini?"Edward menjawab dengan ramah, "Saya seorang teman Kepala Desa. Dia mengundang saya untuk ikut bersamanya dalam acara ini."Afgan mencoba menahan perasaan cemburunya, tetapi api cemburu yang sangat kental mulai membakar hatinya. Dia merasa risih dengan kehadiran Edward, terutama karena dia tahu bahwa Adelia dan Edward pernah bermesraan di gudang sebelumnya."Menarik," kata Afgan dengan suara yang mencoba terdengar netral. "Adelia, apakah kamu tidak memberitahuku bahwa kamu akan da
Edward merasa bijaksana untuk memilih diam dalam situasi yang rumit ini. Dia merasa bahwa memperpanjang diskusi saat ini tidak akan memberikan solusi yang baik.Dalam hatinya, dia berencana mendekati Adelia. Dia tahu bahwa Adelia dan Afgan perlu menyelesaikan masalah mereka sendiri, dan dia ingin memberikan mereka waktu dan ruang yang diperlukan untuk melakukannya.Edward merasa Afgan tidak menginginkan wanita itu, mengapa dia tidak juga merestui hubungan mereka? Edward merasa menyayangi Adeli sehingga dia ikut menuju ke desa yang sama dengan berpura-pura mendapat undangan dari Kepala DesaEdward akan mencari dan mendekati Adelia besok pagi. Bila perlu, dia ingin mengutarakan niatnya untuk mengejar hati Adelia dan berhadapan secara jantan dengan Afgan. Toh, suami itu tidak menginginkan Adelia. Dia sendiri terlalu sibuk dengan Melinda. Edward bermonolog sendiri sambil berbaring di ranjangnya.Sementara itu, Afgan ingin kembali ke kamarnya, tetapi Melinda s
"Pinjam?" Adelia terkejut dengan tawaran Melinda. Dia tidak pernah mengharapkan pertolongan dari wanita yang sebelumnya begitu dingin padanya. Namun, pikirannya segera terbang ke ayahnya dan beban hutang yang begitu besar.Setelah memikirkan sejenak, dalam keputusasaannya, dia memutuskan untuk menerima tawaran Melinda dengan ragu. "Apakah kamu serius?" tanyanya, mencari kepastian.Melinda mengangguk, mata penuh dengan ambisi yang tersembunyi. "Tentu saja, aku serius. Kita bisa mengatur syarat-syaratnya nanti. Aku hanya ingin membantumu, Adelia." Melinda mendekat Adelia yang sudah terduduk di tepi ranjang."Lagipula, pria itu selalu merendahkanmu. Aku juga bersimpati kepadamu walau dia tidak pernah bersikap sekasar itu kepadaku, mungkin ... "Melinda melihat reaksi Adelia sebelum melanjutkan kalimatnya. "Mungkin, itu karena dia mencintaiku dengan tulus."Adelia merasa sedih terhadap pernyataan cinta Afgan untuk Melinda, sekaligus terharu dengan tawa