Share

Bab 2. Rahasia Sang Dosen

Author: Eka Pradita
last update Last Updated: 2023-11-15 12:24:20

Sepanjang mengajar di kelas, Devan masih tak menyadari keberadaan Viola. Pria itu sangat fokus dengan materi yang tengah dibawakannya dan itu sudah menjadi hal biasa bagi gadis yang sampai detik ini masih terus memandangi tanpa teralihkan. Wajah itu sejujurnya sangat ia rindukan. Sering datang ke dalam mimpi dan masih begitu jelas terlihat di sana.

"Vi, lo kenapa ngeliatin Pak Devan terus? Jangan bilang lo naksir ya sama dia," celetuk Tari sambil menyenggol siku Viola hingga gadis itu langsung menoleh ke arahnya.

"Gue emang udah naksir dia dari dulu."

"Maksudnya?" Raut wajah Tari tampak bingung. Masih dengan berbisik, ia bertanya pada Viola yang saat ini juga melihatnya.

"Jadi, gue itu udah kenal Pak Devan sejak dia ngajar di kampus lama gue yang dulu."

"Oh, begitu ...."

"Iya, terus ... entah kenapa dia pindah kampus gitu aja dan sejak itu juga gue udah nggak pernah lagi ngeliat dia."

Pikiran Viola seketika tertarik jauh ke belakang. Waktu di mana ia tanpa sengaja mendengar percakapan Devan di telepon.

"Kayanya gue udah nggak mau lagi deh ngobatin penyakit impoten gue, No. Gue udah capek ah! Lagian juga kayanya gue nggak bakal nikah kok."

Viola yang baru saja tiba di depan ruangan Devan seketika membeku. Diam tak bergerak. Mematung tanpa suara.

"Jadi, Pak Devan impoten ...." Viola berkata dalam hati. Ragu, apa niatnya bertemu Devan harus diteruskan atau pergi dan pura-pura tidak mendengar rahasia sang dosen.

Di tengah lamunannya, tiba-tiba pundaknya ditepuk hingga gadis itu terperanjat dan bersuara keras sampai membuat Devan sadar bahwa ada orang lain di depan ruangannya.

"Vi, lo ngapain diem doang? Emang Pak Devan enggak ada di dalam?"

"Ah, enggak tahu gue. Gue mau ke kantin dulu, kayanya hp gue ketinggalan di sana deh."

Dengan gugup Viola pergi. Gadis itu memutuskan untuk tak menemui Devan seperti jadwal yang sudah ditentukan sang dosen. Viola memang sengaja datang lebih awal karena ingin berlama-lama bertemu Devan. Namun siapa sangka, gadis itu harus mendengar rahasia besar sang dosen. Siapa pun pasti tidak akan ada yang menyangka jika pria sesempurna Devan ternyata memiliki kekurangan. Ya, impoten atau bahasa kedokterannya disebut Disfungsi Ereksi.

Sambil terus bergegas pergi, Viola sesekali masih menoleh ke belakang. Terlihat Devan sudah keluar dari ruangan dengan sorot mata yang begitu tajam menatap ke arahnya.

"Vi, kok malah bengong sih?" tanya Tari memanggil.

Panggilan Tari membuyarkan lamunan Viola. Menyadarkan gadis itu dari ingatan masa lalunya. Viola pun kembali menoleh. Melihat Tari yang ada di sebelahnya tengah menatap heran.

"Nggak apa-apa. Gue cuma keingetan aja, apa mungkin Pak Devan pindah kampus itu gara-gara gue, ya?" Viola tampak berpikir. Raut wajahnya begitu serius. Kedua alisnya pun saling bertaut.

"Kok gara-gara lo, emang lo kenapa?"

"Gara-gara apa?" Devan tiba-tiba menggebrak meja cukup keras hingga membuat Tari langsung berdiri. Tanpa mereka sadari sang dosen ternyata sudah ada di dekat mereka dengan sorot mata yang tajam.

"Enggak ada apa-apa, Pak. Saya janji nggak akan ngobrol lagi di kelas." Setelah mengatakan itu, Tari langsung mengambil tas dan sebuah buku miliknya yang ada di atas meja.

"Eh, Tar, lo mau ke mana?"

Tari kembali menoleh. Melihat Viola yang masih duduk nyaman di kursinya seolah tak terintimidasi dengan keberadaan Devan yang baru saja membentaknya. "Keluar dari kelaslah, emang ke mana lagi, Vi, masa ke warteg. Udah ayo!" Dengan nada berbisik, Tari mengatakan itu sambil melirik Devan yang masih melihat wajahnya dengan sorot tajam.

"Lho, ngapain keluar?"

"Tahu ah." Tari pun kembali melangkah menuju pintu kelas dan keluar begitu saja tanpa menunggu jawaban Viola.

"Kamu kenapa masih di sini?" Suara lantang itu terdengar menakutkan hingga masih dapat didengar Tari yang baru saja keluar dari kelas. Namun, sejak tadi Viola masih menundukkan kepala hingga Devan tak bisa melihat wajahnya.

"Ya ampun, baru aja ketemu lagi, tapi gue malah buat masalah," batin Viola mulai menengadahkan kepala, melihat Devan dengan malu-malu.

"Hai, Pak, apa kabar?"

Kedua mata Devan membulat sempurna. Tentu saja ia sangat terkejut saat melihat Viola. Gadis yang menjadi alasannya pindah ke Jakarta dan meninggalkan Surabaya–kota kelahirannya.

"Kamu ...."

Viola tersenyum canggung saat melihat Devan. Memang tak ada yang berubah dari penampilan Viola selain hijab yang kini menutupi rambutnya. Namun meski begitu, Devan masih bisa mengenalinya.

"Kamu juga keluar dari ruangan saya! Cepat!"

Baru saja merasa senang, suara lantang Devan terdengar mengejutkan. Viola pun langsung bangkit dari posisi duduknya. Tanpa mengatakan apa-apa, gadis itu melangkah pergi menuju pintu ruangan di mana Tari tampak mengintip, melihat apa yang terjadi dengannya.

"Nah, kan udah gue bilang, sebelum diusir mending keluar aja." Tari menutup pintu yang sempat dibukanya sedikit, lalu berdiri di sebelah pintu dan bersandar pada dinding sambil menghela napas dengan kasar. Ini pertama kali baginya mendapatkan hukuman dari Devan, padahal selama ini, ia selalu bersikap baik karena tahu jika dosennya itu memang terkenal killer.

Sementara Viola masih terus berjalan sambil sesekali memandangi teman sekelas di ruangan itu yang tengah melihat rendah ke arahnya. Namun, Viola tampak cuek dengan pandangan mereka.

"Pak Devan nggak pernah berubah ya, dari dulu tetap aja killer, tapi nggak tahu kenapa, gue jadi makin cinta sama dia," batin Viola yang baru saja keluar dari ruangan.

"Gimana rasanya diomelin, Pak Devan?" Tari menanyakan itu saat Viola tiba tepat di sampingnya dan bersandar pada dinding ruangan sama sepertinya.

"Gue udah biasa ngeliat dia kaya gitu."

"Berarti lo juga tahu dong gimana caranya bisa dapat nilai bagus dari doi."

"Enggak tahu, gue cuma tahu gimana cara mengagumi, Pak Devan?"

"Dosen killer gitu lo kagumi. Mending Arya tuh anak kelas sebelah, udah ganteng, baik, tajir lagi."

"Arya?"

"Iya, yang rambutnya wangi itu. Semua cewek di kampus pasti tergila-gila sama dia. Kalaupun ada yang nggak suka, mungkin cuma orang yang nggak waras aja."

"Wangi? Itu rambut apa minyak wangi? Tapi tetap aja, mau sewangi atau setampan apa pun si Arya itu, gue nggak akan suka sama dia. Gue cuma suka sama Pak Devan aja."

"Ya, itu karena lo belum ketemu sama Arya, coba nanti kalau lo udah lihat tuh cowok, pasti naksir deh."

Di tengah perdebatan sengit keduanya, tiba-tiba pintu terbuka. Sosok Devan pun muncul dengan wajah yang penuh amarah.

"Kalian ini, udah dihukum, tapi masih aja berisik! Sekarang lebih baik kalian ke lapangan aja, di sana kalian bisa ngobrol sesuka hati tanpa mengganggu yang lain."

"Tapi, Pak, kan panas siang-siang begini?" Dengan raut cemberut, Tari coba menolak perintah Devan.

"Berani kamu bantah saya!" Suara Devan semakin lantang. Tak terelakkan lagi jika pria itu benar-benar geram dengan Tari dan juga Viola.

"Udah ayo, Tar! Percuma aja kita ngebantah perintah dosen killer ini, yang ada nanti kita dikasih nilai jelek sama dia. Benar kata Pak Devan, lebih baik kita ke lapangan, lagi pula gue punya cerita yang seru kok buat diceritain soal doi." Viola pun melangkah sambil menarik lengan Tari setelah melirik Devan yang tampak berang dengan jawaban itu.

"Cerita apaan tuh, Vi?" Tari terdengar bertanya saat mau tak mau harus mengikuti Viola yang memaksanya untuk pergi.

"Jangan-jangan dia mau cerita soal rahasia ….” Devan yang tiba-tiba takut, merasa harus bertindak sebelum dugaannya menjadi kenyataan.

Tanpa menunggu lama, Devan pun masuk ke dalam ruang kelas dan beberapa detik kemudian, pria itu kembali keluar dengan terburu-buru.

Bersambung✍️

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Nining Mulyaningsi
nahh lohh sekarang baru panik kan ....dan ternyata emang menghilangnya pak dosen ini gara-gara viola yya
goodnovel comment avatar
Diajheng
hayoooh loh pak makanya jangan galak2 Ama viola rahasiamu Ama dia lohhhh...
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
rupanya pak Devan takut juga aibnya dibongkar Viola. padahal Viola aja belum tentu loh ngelakuin itu. kan sama aja bongkar aibnya Viola sendiri.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pernikahan Rahasia Dosen Impoten   Bab 49. Terjebak Rencana Jahat

    Selamat membaca!Viola tampak begitu cemas. Menanti balasan pesan suaminya. Namun, sampai ia mau berangkat pergi ke rumah Arya, Devan tak kunjung membalas. Membuat raut wajahnya semakin murung. Gadis itu pun mulai berpikir jika suaminya itu memang sudah tak lagi peduli."Apa ini akhir dari rumah tanggu gue?" Kenangan demi kenangan mulai bermunculan. Satu persatu terbesit jelas dalam pikirannya. Membuat air mata tak sanggup lagi Viola tahan untuk tak menetes. Gadis itu coba menguatkan hati. Memaksa isak tangisnya mereda saat panggilan dari sang ibu terdengar di depan kamar."Vi, ada temen kamu datang.""Iya, Bu, bentar." Sebelum keluar dari kamar, Viola sejenak mematutkan diri di depan cermin. Memastikan tak ada air mata yang tertinggal di wajahnya. Tentu saja ia tidak ingin jika Arya sampai tahu bahwa ia habis menangis karena menunggu balasan pesan dari Devan yang tak kunjung datang."Vi, apa kamu sudah izin sama suami kamu kalau mau pergi sama Arya?" tanya Dina begitu melihat Viola

  • Pernikahan Rahasia Dosen Impoten   Bab 48. Di Luar Dugaan

    Selamat membaca!Di dalam mobil, Viola dan Devan masih diam tak saling bicara, padahal mereka sudah menempuh setengah perjalanan pulang."Ngapain diajak bareng kalau cuma didiemin doang. Tahu gitu kan mending tadi pulang sendiri aja." Kesal Viola menggerutu dalam hati. Masih menatap ke luar jendela tanpa pernah melihat Devan sejak dirinya berada di dalam mobil."Saya minta maaf ya, Vi."Akhirnya, kata-kata itu terdengar dari mulut Devan. Viola pun tersenyum. Namun, sengaja ia tahan karena tak ingin terlalu kelihatan bahagia di depan Devan."Kenapa minta maaf, Pak?" Viola menatap wajah Devan yang sesekali melihatnya karena harus fokus dengan kemudi."Saya udah salah. Nggak seharusnya beberapa hari ini saya menyalahkan kamu dan bersikap tidak baik sama kamu."Viola masih diam. Hatinya merasa sangat lega karena akhirnya Devan menyadari kesalahannya."Kalau saya nggak mau maafin gimana?" Viola yang masih ingin melihat Devan lebih berusaha, berpura-pura dingin meski di dalam hati, dirinya

  • Pernikahan Rahasia Dosen Impoten   Bab 47. Undangan Arya

    Selamat membaca!"Berarti bokap lo bisa terlibat kecelakaan setelah nganterin bokapnya William ke rumah sakit?" tanya Viola setelah mendengar cerita dari Tari di jam istirahat. Ya, setelah mata kuliah pertama selesai, keduanya kini tampak sudah berada di kantin."Iya, Vi. Ternyata begitu ceritanya. Pantes aja di lokasi kejadian nggak ada motor bokap gue, bokap gue naik ojek online saat itu.""Sekarang lo udah nggak ngerasa bersalah lagi, kan?""Iya, gue lega sekarang, tapi gue sebenarnya keberatan dengan niat William mau nikahin gue. Gue udah bilang dia nggak harus ngelakuin itu kalau dia nggak mau, cuma dia tetap mau nikahin gue karena itu keinginan yang terakhir dari bokapnya sebelum meninggal.""Oh, bokapnya William meninggal, bukannya bokap lo udah bawa dia ke rumah sakit?""Bokap gue emang udah nyelametin bokapnya William, tapi satu bulan kemudian, bokap William meninggal.""Oh gue ngerti sekarang. Jadi, William dan ibunya ngerasa berutang budi sama bokap lo karena bokap lo mereka

  • Pernikahan Rahasia Dosen Impoten   Bab 46. Menyadari Kesalahan

    Selamat membaca!Devan menuruni anak tangga dengan langkah yang tergesa-gesa. Wajar saja, pagi ini ia bangun kesiangan setelah semalam sulit sekali memejamkan mata meski sudah menyalakan alarm pada ponselnya."Bi, tolong panggilin Viola! Bilang sarapan di kampus aja karena saya udah telat." Setibanya di lantai bawah, Devan langsung memerintahkan Retno yang terlihat sedang menyapu lantai di ruang tengah."Tapi, Mas, Mbak Viola udah jalan dari 15 menit yang lalu." Retno tampak bingung. Merasa heran karena Devan bisa tidak tahu akan hal itu."Dia udah jalan ...?" Devan seketika terdiam. Teringat perdebatan semalam di mana keduanya sampai harus pisah kamar."Bibi pikir Mas Devan tahu. Apa Mas Devan lagi ada masalah sama Mbak Viola?" Meski tak enak hati menanyakan itu, tetapi Retno penasaran karena mencemaskan kedua majikannya. Terlebih Retno tahu jika mereka baru saja bahagia setelah hubungan keduanya sempat diguncang karena kedatangan Renata."Oh, nggak apa-apa, Bi. Mungkin karena saya k

  • Pernikahan Rahasia Dosen Impoten   Bab 45. Hubungan Renggang

    Selamat membaca!"Ini semua salah kamu, Devan! Harusnya kamu temui Audrey saat dia sakit, kenapa kamu malah nggak percaya kalau dia sakit? Kenapa?" Renata langsung mencengkram erat kerah kemeja Devan dengan kasar saat melihat kedatangan pria itu bersama Viola yang seketika langsung berusaha melepaskan tangan Renata dari suaminya."Jangan seperti ini, Renata! Lagi pula kematian Audrey bukan kesalahan Devan. Ini sudah takdir, kamu harus bisa terima."Renata menatap nyalang. Penuh dendam dengan sorot mata yang tajam. "Lebih baik kalian pergi dari sini! Aku nggak sudi kalian datang, cepat pergi!" Dengan mendorong tubuh Devan, Renata mengusir paksa keduanya agar pergi.Suara wanita itu sampai membuat beberapa orang jadi menatap sinis ke arah Devan dan Viola yang seketika merasa tidak nyaman berada di sana."Mas, lebih baik kita pulang aja! Percuma kita datang, niat baik kita nggak dihargai di sini!"Devan menatap sendu. Masih tak mengalihkan pandangannya. Pria itu terus melihat jenazah anak

  • Pernikahan Rahasia Dosen Impoten   Bab 44. Sang Penyelamat

    Selamat membaca!Sejak mengakhiri sambungan teleponnya dengan Viola, Devan kembali pergi, padahal pria itu baru saja tiba di rumah beberapa menit lalu. Namun, entah kenapa ia merasa tidak tenang. Memikirkan Viola yang baru diizinkan pulang dari rumah sakit, tetapi sudah pergi keluar rumah seorang diri."Apa sebaiknya gue jemput Viola dulu, ya?" Setelah cukup lama bergelut dalam keraguan, Devan pun akhirnya memutuskan untuk pergi menuju cafe tempat di mana Viola berada. "Lebih baik gue jemput Viola dulu. Setelah itu, baru gue bisa nemuin Elmer. Lagian kenapa juga Viola harus pergi segala, padahal dia baru dibolehin pulang dari rumah sakit."Devan merasa cemas. Menambah kecepatan mobilnya agar segera tiba di cafe yang berada dekat dari kampus tempatnya mengajar.Tak butuh waktu yang lama, Devan sudah berbelok ke jalan di mana tempat tujuannya berada. Cafe Brewbee ada di sisi kanan dari jalan yang dilaluinya. Artinya, Devan harus memutar dulu di pertigaan yang berada di ujung depan sana

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status