Share

Bab 5: Pernikahan

Author: path
last update Last Updated: 2024-04-06 13:21:30

Kebingungan dan ketakutan memenuhi Mentari dua hari ini. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia hanya mengurung dirinya di dalam kamar dan tidak makan sepulangnya dari kampus. Kakak-kakak dan ibunya berpikir bahwa dia sakit. Mereka mengetok kamarnya, namun tidak dibukakan.

Sorenya Gempita datang mencarinya ke rumah.

“Pita, kamu baik-baik aja, kan? Kok kamu gak kuliah tadi?” seru Gempita keras dari depan pintu setelah berkali-kali memanggil nama Mentari namun tidak ada jawaban.

Kakak perempuan Gempita muncul dengan spatula di tangan, “Apa maksudmu Mentari tidak kuliah tadi?” tampang galak terpampang di wajahnya yang berkeringat.

“Iya, Ka, hari ini Mentari ga kelihatan di kampus. Aku berkali-kali nelpon tapi tidak diangkat, pesan-pesanku juga tidak dibalas. Makanya aku kemari.” Penjelasan itu mengubah rona di wajah kakak Mentari.

Ia maju dan mengetok pintu kamar Mentari dengan kepalan tangannya, “Buka, cepat buka, Mentari. Kalau tidak aku akan merusak pintu ini.”

Kegaduhan itu mengundang ibu dan keponakan kecil Mentari yang masih mengenakan celana seragam merah dipadu kaos bergambar tokoh kartun. “Ibu, ada apa?”

“Puspa, kenapa ribut sekali? Apa yang terjadi? Di mana Mentari?” kekuatiran mengurat di wajah ibu Mentari.

“Kata Gempita, Mentari tidak kuliah tadi, Bu, padahal paginya dia pamit mau ke kampus, kan?”

Mendengar itu, Ibu Mentari menghampiri pintu dan mengetok, “Mentari, ini Ibu. Kamu kenapa, Nak? Buka pintunya, bicara sama Ibu.”

Tidak ada yang terjadi. Empat orang itu mematung di depan pintu menunggu reaksi dari dalam kamar.

“Tari, ayo buka pintunya.” Ibunya kembali mencoba.

Setelah menunggu beberapa menit dengan saling pandang, pintu kamar Mentari terbuka perlahan. Tampak Mentari dengan rambut berantakan dan mata bengkak berlinang air mata. Semua terkejut.

“Tari, kamu kenapa?” Gempita melangkah maju mendekati Mentari, namun terhalang ibu dan kakaknya yang terus menanyakan hal yang sama seperti Gempita.

“Ibbuuu, aku... takut.” Tangisnya pecah.

Ibunya memeluknya erat dan mengelus kepalanya. “Shh... shh.... Ayo.” Diajaknya ke dapur, didudukkan dan diberi segelas air putih. Mentari minum perlahan, tangisnya sudah reda.

“Kamu kenapa, Nak?” ibunya kembali bertanya lebih lembut. Mentari diam, ibunya memandang kakak Mentari dan Gempita bergantian.

“Aku...” pelan Mentari membuka suara.

“Kamu kenapa?”

“Aku... “ kembali terdiam, “hamil.” Kata terakhir terucap begitu pelan, hanya terdengar oleh ibunya.

Kekagetan tidak bisa disembunyikan ibu Mentari, namun dia berusaha tetap tenang. “Kamu mau cerita?”

Gempita dan kakak Mentari bertatapan, mencoba mengerti apa yang baru saja diucapkan Mentari.

Ibu Mentari menarik kursi dan duduk di depan Mentari, sambil memegang kedua tangannya, ia mengangguk meminta Mentari mulai bercerita.

Ekspresi di wajah kakak Mentari bukan ekspresi marah, tapi tidak percaya bercampur kaget dan kuatir. Berbeda dengan Gempita yang membelalak dengan mulut terbuka lebar. Dia mematung mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Mentari yang bercerita kepada ibunya dengan suara parau dan sesekali sesenggukan.

Hari itu berlalu begitu lambat bagi Mentari dan keluarganya, bahkan bagi Gempita yang tetap tinggal hingga malam hari. Ia menemani Mentari di kamarnya.

“Argan sudah tahu?” tanyanya memandang Mentari yang duduk di ranjangnya bersandar di dinding. Balasannya hanya gelengan kecil.

“Aku akan memberitahunya.”

***

Rumah kecil Mentari tampak indah dengan hiasan-hiasan berwarna mayoritas putih. Beberapa orang mondar-mandir membawa berbagai macam kue dan makanan.

Hari ini Mentari akan menikah dengan Argan, sebulan setelah pengakuan Mentari tentang kehamilannya. Pernikahan itu direncanakan hanya dalam waktu sebulan, kedua belah pihak keluarga tidak ingin menunda acara pernikahan mengingat perut Mentari yang semakin membesar. Beberapa anggota keluarga Argan tidak ingin kehamilan Mentari diketahui orang-orang, bagi mereka itu skandal.

Keluarga Argan adalah keluarga berada, seperti keluarga Gempita juga. Mereka menjunjung tinggi nilai moral dan menjaga nama baik keluarga mereka. Kehamilan Mentari telah menjadi pukulan bagi keluarga itu. Ada kemarahan, rasa malu dan tidak terima. Ada yang mengusulkan untuk aborsi, yang ditolak mentah-mentah oleh keluarga Mentari. Hal itu pun pernah terlintas di benak Mentari.

Di usia yang masih muda, Mentari belum siap untuk menikah dan memiliki anak. Dia baru semester 6, belum selesai kuliah dan dia masih ingin menikmati masa lajang dengan berkumpul dengan teman-temannya, melakukan apapun yang disenanginya. Memiliki seorang anak bukanlah hal yang diinginkannya saat ini. Tidak.

Namun, keluarga Mentari berpikiran terbuka. Meskipun awalnya ada anggota keluarga yang tidak menerima, namun seiring berjalannya waktu dengan melihat kondisi Mentari setiap hari, penerimaan itu terjadi. Semua sepakat kalau mereka akan menerima bayi itu dan merawatnya jika Argan dan keluarganya menolak.

Dukungan keluarganyalah itu yang membuat Mentari kuat dan bertahan. Ia menghabiskan seluruh waktunya di rumah, dia tidak keluar kemanapun lagi, apalagi ke kampus. Ibunya telah meminta bantuan seorang kenalannya untuk mengurus surat cuti Mentari di kampus dan mau tidak mau harus mengakui pernikahan Mentari.

Perbincangan tentang pernikahan Mentari menyebar dengan cepat di sekitar tetangga. Bermacam cerita bermunculan. Namun, semua mengarah pada satu kesimpulan, Mentari hamil.

Pernikahan sederhana yang hanya dihadiri keluarga, teman-teman serta kerabat dekat kedua belah pihak berlangsung khidmat.

Kini Mentari dan Argan resmi menjadi sepasang suami-istri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 143: Bantuan

    Tiga hari berselang, Mentari menunggu Argan mengabarinya sepanjang hari. Namun, hingga malam tiba, Mentari tidak menerima pesan ataupun telepon pemberitahuan dari Argan. Mentari berharap agar Argan akan langsung mengantarkannya. Namun, harapannya sia-sia. Diapun menelepon Argan penuh kekuatiran. Tak ada respon.Sebenarnya Mentari hendak meminta bantuan Gempita, namun tidak yakin Gempita memiliki waktu untuk menolongnya. Beberapa minggu terakhir ini, dia tidak lagi berkomunikasi dengan sahabatnya itu.Tapi, malam ini dia mencoba mengirimkan pesan, ‘Hai, Gempita, bagaimana kabarmu?’Tak disangka, dia segera mendapatkan balasan.‘Kabarku baik, Tari. Apa kabarmu?’Tak ingin membuang kesempatan, Mentari pun menelepon Gempita. Setelah berbasa-basi, dia pun masuk ke intinya.“Aku perlu bantuan kamu.”“Tari, ada apa? Kamu membuatku kuatir, telah terjadi sesuatu?”Dengan singkat Mentari me

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 142: Terulang Kembali

    Hari ini Mentari berangkat kerja menggunakan motor online, karena tidak ada tindakan dari Argan untuk mengembalikan motornya. Dia telah mengirimkan pesan pengingat, namun seperti biasa, tidak mendapat respon dari Argan. Dia memutuskan untuk menjemputnya nanti sepulang kerja.Dengan ragu, Mentari membuka pintu pagar rumah Argan. Sepanjang malam, dia tidak tertidur nyenyak, terbayang semua kejadian sepanjang hari kemarin dan sepanjang dia tinggal di rumah mertuanya. Ada penyesalan terselip. Penyesalan karena telah berkata-kata dengan nada tinggi pada mertuanya dan penyesalan karena telah mengancam Argan. Namun ketika bayangan tamparan mama melintas, amarahnya menutupi penyesalan itu. Ini kali keduanya menerima tamparan dari keluarga itu. Apa salahnya?Tak terlihat motor Mentari terparkir di garasi atau di jalan masuk. Firasat buruk menghampiri Mentari. Dia meneguhkan hatinya, lalu mengetuk pintu depan. Pada ketukan ke dua kali, pintu terbuka. Dengan wajah kaget, Argan te

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 142: Ungkapan Hati

    Pintu depan terbuka ketika Mentari tiba di rumah Argan. Dia menangkap suara Argan dan mama yang sedang bercakap-cakap. Saat Mentari menampakkan batang hidungnya di ruang tamu, mama segera menyerbunya persoalan kemarin. Dari sekian banyak ucapan mama, satu hal disimpulkan Mentari, bahwa mulai saat ini, Mentari hanya bisa keluar rumah untuk bekerja saja.Amarah Mentari semakin menumpuk, semua hal di sekitarnya seolah menyerangnya tak henti. Perihal kemarin, bukan kesalahannya, malah Argan dan mama yang seharusnya merasa bersalah karena menelantarkan dia dan Feliz hingga malam.Dengan tangan terkepal, Mentari berucap lembut berusaha tersenyum, “Maaf, Ma, saya tidak bisa.”Mama berdiri dan menunjuk Mentari dengan telunjuk kanannya, “Dasar wanita tidak tahu berterima kasih. Bukannya bersyukur telah menjadi anggota keluarga kami dan tinggal bebas di rumah ini, sekarang kamu malah membangkang. Kamu…”Aliran darah Mentari terasa tel

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 141: Surat

    Tak diduga Mentari dapat terlelap semalam. Dia merasa cukup puas telah menebarkan sedikit aroma balas dendam pada keluarga Argan dengan mengirimkan pesan lalu mematikan ponselnya semalam.“Apakah pantas aku melakukan hal itu?” tanya Mentari sambil berbisik pada Cahya saat menyiapkan sarapan pagi ini.Sebelum menjawab, Cahya menoleh ke samping ke arah pintu. Aman, ibu tidak terlihat. “Tidak pantas,” jawabnya tegas.Mentari terlonjak, tidak menduga jawaban kakaknya.“Sepantasnya kamu segera mematikan ponselmu saat tiba di sini semalam. Biarkan mereka menduga-duga sendiri.”Mentari terkikik. “Sempat terpikir olehku, Ka, tapi aku kuatir nanti mereka akan mencariku ke minimarket dan ke tempat lainnya.”“Itu urusan mereka. Jika mereka akan kembali selarut itu, bukankah sudah seharusnya mereka memberitahukanmu? Atau setidaknya mengangkat telepon atau membalas pesanmu. Tidak perlu mencemaskan mer

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 140: Pulang

    Rumah tampak gelap, tidak ada penerangan satupun, bahkan lampu teras depan padam. Dan motor Mentari tidak terlihat. Ragu, Mentari membuka pintu pagar. dia tidak memiliki pilihan lain selain masuk ke dalam. Mobil yang mengantarkannya dan Feliz pulang, sudah berlalu.Dengan bantuan penerangan dari senter ponselnya yang hanya memiliki sedikit baterai, Mentari membimbing Feliz menaiki tangga depan. Dia mengetok pintu yang tertutup rapat, namun tidak ada jawaban. Dua kali lagi dicobanya, tetap tidak ada yang membukakan pintu baginya. Sudah diduganya bahwa semua orang belum kembali.Jari-jari Mentari mencari nama Argan di daftar pesannya, lalu mengirimkan pesan. Beberapa detik berlalu, tidak ada jawaban meskipun telah bercentang dua. Ditungguinya lebih lama lagi, masih belum ada jawaban. Dia menjadi tidak sabaran. Menunggu sedetik terasa seperti sejam. Dia pun menekan tombol panggilan, tapi tidak mendapatkan respon setelah dua kali diulanginya.Dia memutuskan untuk me

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 139: Keluar

    Emosi Mentari berkecamuk. Dia senang akan bertemu sepupu-sepupunya hari ini, namun dia juga mencemaskan motornya. Memang terakhir kali Argan memakai motornya, tidak ada hal yang tidak diinginkan Mentari terjadi. Namun, bayangannya ketika Argan menyebabkan baret pada motornya beberapa waktu lalu, masih jelas terpampang di matanya. Argan bukan pria yang bertanggung jawab, begitulah pikir Mentari.“Bu, ayo!” ajak Feliz menarik dress panjang yang dikenakan Mentari. Satu kaki Feliz maju dengan kekuatan penuh, seolah dengan begitu dapat membuat Mentari bergerak.“Iya, Sayang, sebentar.” Mentari memastikan kembali semua perlengkapan yang diperlukannya sudah terisi dalam tas, lalu memeriksa layanan mobil online di ponselnya. Sebentar lagi tiba.“Ayo, Feliz!”Dengan riang Feliz keluar ke ruang tamu, namun segera terdiam saat melihat punggung neneknya yang telah berpakaian rapi lengkap dengan sanggul tinggi. Hal itu membuat Menta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status