Ingatan tentang dirinya, membuat Amberly merasa nelangsa. Menatap wajah Angel, yang terlelap. Siapakah bapaknya? Apakah ia harus menceritakan hal ini, biar Golda mengerti? Dan melepaskan hidupnya sendiri? Namun, sangat berat untuk Amberly lakukan, karena yang mengetahui kejadian itu, hanya Ethan, bi Lasih, dan beberapa dokter kepercayaan.Sore harinya, Golda mengantar Amberly untuk memeriksakan Angel ke dokter. Bersyukur dokter menyatakan kalau Angel tidak apa-apa.Ada radang di tenggorokannya, tetapi sudah sembuh.Golda merasa gembira, keponakan cantiknya ini, sakitnya tidak berlanjut."Kalau tidak sakit, aku ingin kembali mengajaknya bermain ke mall." ucap Golda. Mereka sudah dalam perjalanan menuju kembali ke rumah.Amberly meliriknya yang sedang memegang kemudi. "Tidak, aku tidak ingin membuat Angel sakit lagi." Pandangannya dialihkan kepada Angel yang sedang tertidur di pangkuannya.'Lebih mirip siapakah Angel?' Kalau lebih diteliti, sepertinya Angel lebih menyerupai garis mukan
Kembali ke hari kerja, kesibukan tidak bisa dihindari. Amberly baru bisa makan, itu juga diseret oleh Gathan."Kerja sih kerja, tapi perut juga perlu di isi." canda Gathan."Aku diseret Lilian, hingga sibuk hari ini.""Kalau soal kerja, ternyata kalian klop, ya?""Terus terang, soal manajemen kak Lilian sangat rapi, Kak. Aku salut padanya." ujar Amberly, Mereka sedang berada di restoran, untuk makan siang. Sedang menunggu makanan dihidangkan."Bagaimana hubunganmu dengan Golda?" selidik Gathan."Biasa saja." jawab Amberly."Sepertinya kamu kurang menyukainya? Apakah demi proyek ini, kamu harus berbaik-baik dengannya?" Amberly terdiam untuk sejenak. "Sebenernya ini urusan pribadi, tapi aku harus melakukannya. Aku harus menikah dengan Golda, sesuai wasiat dari Ethan."Membuat Gathan terkejut. "Mengapa begitu?""Entahlah! Sementara aku tidak ingin menikah dengan siapapun." jawab Amberly."Kamu masih muda, cantik, dan punya jabatan. Tentu itu suatu hal yang tidak mudah." ucap Gathan.Am
Golda membuka pintu kamar, niatnya ingin menengok Angel yang tertidur. Dalam keremangan cahaya, dia tidak mendapati Amberly ada di atas tempat tidur.Saat menoleh ke sudut kamar, Golda merasa tersentak kaget, melihat Amberly sedang memeluk lutut dengan gemetar, seperti sedang ketakutan. 'Apa yang terjadi?' pikirnya.Golda tertarik untuk mendekatinya. "Jangan mendekat." Suara penuh getaran itu, menghentikan langkahnya. "Ada apa denganmu?" tanyanya.."Jangan mendekat, jangan …." Nadanya memohon.Golda terdiam, sambil menatap terus pada Amberly yang tetap memeluk lututnya tanpa mengangkat wajahnya."Pergilah! Angel sudah tidur. Dia baik-baik saja." Amberly kembali mengusirnya secara halus."Kamu, kenapa?" Golda semakin penasaran dengan keanehan sikap calon istrinya itu."Aku tidak apa-apa." Amberly mengangkat mukanya, tapi tidak berusaha melihat pada Golda."Kamu menangis di sudut kamar begitu. Masa tidak apa-apa. Dari dulu kamu selalu ketakutan, pasti ada penyebabnya." Golda menyampa
Esok harinya, Amberly sudah bisa mengatasi perasaannya sendiri. Mengakhiri kebersamaannya dengan keluarga mertua dengan manis. Sepanjang perjalanan pulang, mereka banyak diamnya. Hanya sesekali saja Golda mengajaknya bicara. "Lupakan!" Amberly meresponnya, dengan sebuah lirikan, tanpa ucap. Kemudian, "Jangan lakukan lagi. Kamu benar, lupakan saja.""Hubungan kita tetap baik. Jangan lupakan itu." Golda memperingatinya."Akan aku usahakan." Amberly mengiyakan disertai anggukan. Angel tertidur di pangkuannya. Keadaan menjadi hening kembali."Setelah ini kamu mau ke mana?"tanya Golda."Tidak ada. Aku akan diam terus di rumah." jawab Amberly."Sebaiknya begitu." kata Golda kaku. Suasana yang sedikit canggung itu, tidak ada yang dapat memecahkannya. Sampai ke rumah ibunya dan Golda pun, langsung pamit.Amberly sudah tidak peduli lagi. Berharap lelaki itu mundur, membebaskan dirinya dari wasiat itu.Hari sudah menjelang siang, Amberly minta ijin dari Almira, sekalian menitip angel. Ia berg
Kali ini, Golda datang langsung ke kantornya. Menghadapi tiga orang sekaligus. "Sedang ada rapat istimewa?" tanyanya. Menatap ke semua."Tidak. Kita sedang bersiap untuk pulang." jawab Amberly, sambil mengambil tote bag-nya."Lilian, ikut bersamaku. Ada yang harus dibicarakan sambil jalan." Golda menarik tangan Lilian.Lilian yang merasa kaget, spontan menatapnya heran."Mengenai proyek itu, apakah kamu lupa?" Golda memperingatinya dengan tatapan kurang senang."Itu bisa kamu lakukan di hari kerja." Lilian balik mengingatkan Golda."Aku tidak mau menunggu." Golda terus menarik tangan Lilian. "Kalian bisa duduk di belakang." liriknya pada Amberly dan Gathan."Kalau begitu, kamu bersama Lilian saja. Aku bersama Amberly." tentang Gathan."Mengapa kita harus berbeda kendaraan? Kita searah. Mengantar kalian dulu, baru terakhir Amberly. Bukankah aku sangat berbaik hati?" Golda tampak agak kesal."Kamu tidak berpikir, kalau aku dan Amberly punya kepentingan juga?" Gathan tidak takut melakuk
"Kita akan menikah sesuai wasiat abangku." Golda mulai bicara saat mengadakan pertemuan dengan Amberly di suatu tempat privat sebuah restoran."Boleh aku mengajukan syarat?" Amberly mengatakannya."Katakan saja." Golda menatapnya."Kita akan menikah di atas kertas saja. Maaf, bila aku tidak bisa menjalankan kewajibanku sebagai istri nantinya.""Apa ada hubungannya dengan ketakutanmu itu? Beri alasannya padaku." Golda minta penjelasan mengenai fobianya.Amberly terdiam, sangat berat untuk mengatakannya. Namun, lelaki seperti Golda harus diyakinkan, baru dia percaya."Aku wanita yang tidak sempurna, Golda." Amberly menjawabnya."Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Jangan beralasan yang membuatku terus bertanya."Amberly terdiam. Ia berpikir, pasti akan menyusul pertanyaan berikutnya. Yang akan semakin sulit untuk dijawab. Namun, harus dijawabnya juga."Yang jelas, aku tidak akan memberikan diriku padamu." Amberly membuang tatapannya ke tempat lain.Kali ini Golda yang terdiam, berpiki
"Kamu tidak keberatan, kalau kita membuat surat perjanjian pra nikah?" Amberly bertanya pada Golda saat mau pergi ke rumah Ethan."Lakukan apa yang kamu inginkan." jawab Golda.Jawaban Golda membuat Amberly termenung. Sepertinya asal bisa melaksanakan wasiat dari kakaknya, dia mau melakukan apa saja. Tidak ada jalan lain bagi Amberly untuk menolaknya.Mereka mengunjungi makam Ethan, kemudian ke rumahnya. Di sana sudah hadir Maya dan Frank Sander. Semua sudah siap demi persiapan pernikahan besok harinya."Bagaimana ibumu, Amber? Apakah kali ini bisa hadir?" tanya Maya. Setelah mencium menantunya itu."Akan dibawa besok oleh asistennya Golda, Mi." jawab Amberly."Lalu bapakmu?" tanya Maya lagi."Tidak bisa diharapkan, karena sedang dalam pengobatan di Singapura.""Berarti kita-kita saja. Tidak jadi soal." Maya tampak pasrah, pernikahan anaknya masih tertutup dari umum. Mungkin suatu saat, resepsi itu bisa dilaksanakan secara terbuka.Besoknya, acara berlangsung secara Hidmat, lancar tid
"Aku akan berganti pakaian." ucap Amberly agak kikuk."Mataku hanya melihat, tapi niatku tidak bermaksud lain. Lakukan, tanpa merasa terganggu oleh kehadiranku." kata Golda, sambil membalikkan badannya.Hati Amberly merasa bersalah. Dirinyalah yang terlalu banyak menuntut pada suaminya, dan Golda terlalu banyak sabarnya.Dengan cepat Amberly mengambil pakaian yang akan dipakai, lalu masuk ke kamar mandi lagi untuk bergati.Ia harus berani melawan ketakutannya sendiri. Kalau Golda adalah lelaki yang normal, tentu berharap Amberly datang padanya sebagai istri. Menyerahkan dirinya secara total, tanpa keraguan.Amberly ke luar kamar mandi, melihat Golda duduk di sofa menunggunya."Kamu mau duduk bersama suamimu ini?" undangnya, sambil menepuk sofa sebelahnya.Amberly mengangguk sambil duduk seperti yang diminta Golda."Kita berlaku sebagaimana pada umumnya, tidak harus orang lain tahu dalam-dalamnya. Kamu bisa?" tatapnya pada Amberly yang sedang merapikan rambutnya yang masih agak basah k