“Jadi, Eveline, terima kasih. Aku tidak akan pernah mempermalukan diriku sendiri lagi di hari-hari yang akan datang.”Setelah mengatakan ini, Hannah melengkungkan bibirnya menjadi senyum yang memikat sebelum berbalik dengan tegas.Setelah berbalik dan mengambil dua langkah, dia berbalik lagi dan menatap Madeline yang masih berdiri di sana.“Ada satu hal lagi yang lupa aku katakan. Aku berharap dirimu dan Mr. Whitman panjang umur dan bahagia selamanya.”Setelah memberikan doa terakhirnya, Hannah berjalan maju dengan riang dan tidak melihat ke belakang lagi.Madeline menatap punggung Hannah, yang berangsur-angsur menghilang. Dia tidak lupa membalas, “Terima kasih.”Dalam perjalanan pulang ke rumah, Madeline masih merasa ini agak aneh.Bagaimana Hannah bisa tiba-tiba mendapat pencerahan?Sesuatu pasti telah terjadi.Seseorang yang membencinya sampai ke tulang sumsum tiba-tiba merasa lega dan tidak ngotot lagi. Sesuatu pasti telah mencerahkan pikirannya.Namun, Madeline tak bisa menemukan
Fabian memberikan jawaban yang sangat tegas, dan nada suaranya juga terdengar tidak ramah. Namun, Madeline dan Jeremy sudah terbiasa dengan sikap Fabian sekarang.Tentu saja, Madeline dan Jeremy juga mengerti bahwa bukan karena Fabian punya masalah dengan mereka, tetapi pemuda itu telah tumbuh dewasa.Tuan muda yang dulunya sinis kini menjadi lebih tenang dan tegas.Itulah mengapa Madeline dan Jeremy merasa tenang membiarkan Lilian tinggal bersama Fabian.“Fabian, bagaimana kesehatan Lilly baru-baru ini?” Jeremy bertanya dengan sungguh-sungguh. Hal yang paling dia khawatirkan adalah kesehatan putri kesayangannya.Fabian membalikkan kamera ponsel. Wajah imut Lilian muncul di layar lagi.Di kamar tidur yang didekorasi dengan hangat, kehangatan sinar matahari terbenam dengan lembut tersebar di wajah mungil Lilian yang cantik. Lesung pipit kecil menonjolkan kedua sisi mulut mungilnya. Anak itu terlihat sangat energik.Madeline percaya ini semua karena Fabian.“Fabian, Lilly kelihatan luar
Merasakan kehangatan tangan kecil Lilian, Fabian merasakan arus hangat yang indah mengalir dengan nyaman melalui hatinya.Dia melihat gambar Lilian. Pria jangkung dan kurus dalam gambar itu adalah dia.Dalam gambar itu, dia menggandeng tangan Lilly dan mereka berdiri di depan sebuah bangunan yang tampak seperti taman kanak-kanak.Fabian langsung mengerti apa yang dimaksud Lilian. Dia ingin pergi ke sekolah.Memang benar jika dia akan merasa bosan jika dikurung di rumah atau di rumah sakit setiap hari.Anak-anak di usia ini perlu bermain dengan teman-teman sebayanya.Fabian memutuskan untuk mengirim Lilly ke taman kanak-kanak, tetapi dia masih sangat khawatir.Tubuh Lilian belum sepenuhnya sehat. Ditambah lagi, anak itu tidak bisa berbicara, jadi dia takut Lilly akan dikucilkan dan diintimidasi di taman kanak-kanak.Meski begitu, dia juga bisa melihat kalau Lilly sangat ingin pergi ke sekolah.Setelah mempertimbangkan dengan cermat, Fabian melakukan banyak penelitian dan akhirnya memutu
Fabian membantahnya dengan sangat singkat dan tegas dengan ekspresi tidak senang di wajah tampannya.Guru itu tertegun sejenak, tetapi dia dengan cepat bereaksi dan terus menyunggingkan senyum manis dan ramah. “Maafkan saya, saya kira Anda adalah—”“Aku wali Lilian. Jika terjadi sesuatu pada Lilian di sekolah, segera beri tahu aku.”Fabian berkata sambil menyerahkan kartu namanya.Guru itu mengambil kartu nama dari tangan Fabian dan melihatnya dengan cermat.Fabian berbalik lalu membelai kepala kecil Lilian. “Lilly, sana masuk dengan gurumu. Aku akan datang menjemputmu saat jam pulang sekolah nanti.”Lilian mengangkat wajah imutnya dan mengedipkan matanya pada Fabian.Fabian mengangkat kedua sudut bibirnya dan tersenyum lembut. Setelah itu, dia mengulurkan tangannya dan meletakkan sepotong permen di telapak tangan Lilian. Kemudian, dia menatap guru itu dengan serius."Miss Charles, kalau begitu, aku akan meninggalkan Lilian dalam pengasuhanmu."Guru itu dengan cepat menyimpan kartu nam
Miss Charles agak malu, tapi dia tetap mengambil kue itu lalu melambaikan tangan pada Lilian.Lilian tersenyum dan melambaikan tangan pada gurunya.Setelah masuk ke dalam mobil, mata Fabian sesekali melirik ke kaca spion.“Lilly, apa kau senang karena kau ke sekolah hari ini?”Lilian mengangguk.Fabian bertanya lagi, “Apa ada teman sekelasmu yang merundungmu?”Lilian menggelengkan kepalanya, dan senyum tulus pun muncul di wajah mungilnya.Fabian menghela nafas lega.Selama beberapa hari berikutnya, Fabian mengantar dan menjemput Lilian tepat waktu setiap hari.Di luar itu, dia berada di kantornya atau membawa Lilian ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan rutin. Dia hanya pergi ke beberapa lokasi ini saja. Dia jarang terlibat dalam kegiatan hiburan atau menghadiri pertemuan.Sahabatnya mengolok-oloknya, mengatakan bahwa dia belum punya pacar tetapi seperti sudah terikat.Itu memang benar, tapi Fabian senang dengan apa yang dia lakukan.Dia telah berjanji pada Madeline dan dirinya se
Setelah mendengarkan seruan temannya, Julie tersenyum senang. "Gadis kecil itu bukan putri Mr. Johnson.""Bukan putrinya?" Teman Julie terkejut. "Tapi sepertinya pria tampan itu sangat memperhatikan gadis kecil itu.""Dia walinya, jadi tentu saja, dia peduli dengan anak yang dia asuh," jelas Julie, dan kata-katanya terdengar sangat masuk akal. Dia menatap punggung Fabian saat pemuda itu memasuki kios burger, senyum pun muncul di kedua sudut bibirnya. "Mr. Johnson sangat penyayang dan sabar dengan anak-anak. Aku cukup yakin dia akan lebih mencintai anak-anaknya sendiri saat dia punya anak nanti.”Saat ini akhir pekan, jadi Fabian menghabiskan hari ini bersama Lilian.Baru saat senja tiba, Lilian merasa mengantuk. Fabian dengan hati-hati menggendong Lilian yang sudah mulai mengantuk dan masuk ke mobil.Sesampainya di rumah, Fabian membawa Lilian ke kamar tidur dan menidurkan anak itu.Melihat wajah polosnya saat tidur, Fabian merasa sangat puas dan nyaman.Dia kembali ke kamarnya untuk m
Saat jam pulang sekolah tiba, Fabian langsung menjemput Lilian.Mungkin karena kondisi fisik Lilian, maka pihak sekolah lebih memperhatikannya.Malam hari.Fabian memegang hasil prakarya setengah jadi Lilian dan melakukan sentuhan akhir dengan serius.Setelah menyelesaikannya, untuk sementara waktu Fabian duduk di samping tempat tidur Lilian. Dia tidak tahu kapan dia tertidur, tetapi ketika bangun keesokan harinya, dia mendapati dirinya tertidur di sebelah tempat tidur Lilian.Saat melihat pengasuh yang merawat Lilian masuk ke kamar, Fabian bangkit dengan agak malu.Pengasuh itu tidak merasa aneh saat melihat pemandangan ini. Semua orang di rumah ini tahu kalau Fabian, sang kakak, selalu menyayangi Lilian, adiknya.Sebenarnya, Fabian hanya sedikit khawatir karena dia tidak tahu apakah dia telah mengganggu tidur Lilian dengan caranya dia tidur.Namun, sepertinya gadis kecil itu tidur nyenyak.Fabian masih mengantar Lilian ke sekolah seperti biasa. Setelah kembali ke kantor, dia menerima
Sepasang mata tajam Fabian dan nada bicaranya yang penuh tekad membuat ayah anak laki-laki itu merasakan sedikit hawa dingin, tetapi saat ingat kalau putranya yang dipukuli, kepercayaan dirinya sekali lagi melonjak."Kau aneh sekali, bocah cantik. Karena kau bukan ayah benda kecil ini, lalu apa yang kau lakukan di sini? Kenapa kau begitu sok bermoral sekarang setelah benda kecil itu memukuli putraku?”Pria itu menyingsingkan lengan bajunya, tampak sombong dan mendominasi.“Katakan padaku, Miss Charles, aku menghabiskan begitu banyak uang untuk menyekolahkan putraku di sini, dan ini caramu mengasuhnya? Sekarang setelah putraku dipukuli oleh benda kecil ini, kau harus segera mengusirnya. Kalau tidak, aku akan melaporkanmu!”"Apa katamu? Siapa yang kau sebut benda kecil? Bilang sekali lagi kalau kau berani.” Hati Fabian sudah tersulut gara-gara pria ini, tetapi pada saat ini, tatapannya seperti panah dingin. Pria itu langsung bingung.“Jangan khawatir, Miss Charles. Aku tidak akan membiar