Home / Romansa / Pesan Rindu Dari Ma'had / Bab 2 : Roker Sejati

Share

Bab 2 : Roker Sejati

Author: Aryani15
last update Last Updated: 2022-06-16 12:27:57

"Kotak yang ini Ibuk pasrahkan ke kamu ya, nanti begitu sampai kamu kasih ke tuan rumahnya!"

"Nggih!"

"Bunda, udah dong! Kasihan Mbak Kinannya belum mandi!" ujar Ning Alea yang sudah wangi dan rapi. Minggu pagi ini kita sedang disibukkan dengan persiapan menghadiri pernikahan salah satu alumni.

"Ya sudah, kamu siap-siap sana! Maaf ya jadi telat mandinya!" ujar Ibuk Syifa sambil tertawa pelan.

"Nggak apa-apa Ibuk, kalau begitu saya permisi ke pondok dulu!"

Setelah mendapat persetujuan, aku langsung meluncur keluar. Kalau tadi di dalam rumah Ibuk aku masih cukup santai karena Ibu Syifa juga belum siap-siap bahkan mandi aja belum. Ibuk lebih memilih sibuk mempersiapkan barang bawaan yang akan diberikan pada sohibul hajat. Ibuk selalu seperti ini jika ada acara, pokoknya nggak bisa kalau nggak bawain bingkisan. Kalau kata Ning Alea, ribetnya ibuk melebihi ribetnya yang punya acara.

Sejenak melupakan kehebohan ibuk, aku malah gantian jadi heboh sendiri karena melihat hampir semua teman-teman sudah siap, rapi, cantik, wangi..dan menor- satu dua orang aja sih-. Dan aku baru kelar bantuin ibuk nyiapin bingkisan.

"Ya Allah kok kalian sudah cantik semua sih!!" keluhku sambil siap-siap mengalungkan handuk dan menyabet keranjang plastik kecilku berisi peralatan mandi.

"Cepetan sana mandi Mbak, itu bus nya sudah datang lho!" ujar gadis kelas 3 MA yang bernama lengkap Davia Puspitasari itu sambil memoles matanya dengan celak.

Benar juga, bus yang disiapkan untuk mengangkut sebagian warga pondok yang hadir sudah terdengar suara mesinnya dan aku belum mandi. Dengan langkah seribu dan kekuatan super aku langsung meluncur ke kamar mandi.

Dan bagai cobaan hidup yang silih berganti, sampai kamar mandi aku masih harus ngelus dada. Di sini ada 7 kamar mandi dan masing-masing di depan pintu sudah berjajar rapi keranjang-keranjang sabun serupa milikku tanda antrian panjang.

Kalau begini bisa-bisa aku kondangan tanpa mandi dulu..

"Mbak Kinan buru-buru mau kondangan ya? Pakai antriku dulu aja Mbak habis ini!"

Alhamdulillah.. Pertolongan Tuhan selalu datang tepat waktu. Aku langsung berterima kasih pada Nisa yang merelakan antriannya.

Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan aku langsung masuk kamar mandi dan menggunakan salah satu prestasiku yang terbilang cukup cemerlang--mandi cepat--

Dan hanya butuh waktu kurang dari lima menit aku sudah keluar kamar mandi lagi dengan wajah sedikit lebih segar, menimbulkan tatapan heran dari adik-adik yang sedang antri.

Ah nanti lama kelamaan kalian juga menguasai ilmu mandi cepat wahai adik-adik!

Begitu sampai kamar, Aku langsung mengganti bajuku dengan baju kebesaran pesantren-baju putih- yang sudah aku setrika serapi mungkin.

Deodoran tambah sedikit parfum, poles tipis-tipis wajah dengan bedak bayi, oleskan liptint dikit lalu terakhir pakai celak. Udah beres, tinggal pakai jilbab putih juga.

"kamu pakai jilbab putih kenapa masih kelihatan uuwayu ngono sih? Perasaan aku burik banget deh!" keluh Rifah yang sibuk ikut ngaca di sampingku.

"Alhamdu?"

"Lillaaaah..!" lanjutnya sambil cengengesan.

"Bersyukur walaupun burik masih punya muka, Mak! Ada lho orang yang nggak punya muka sampai kadang sibuk banget mencari muka!"

Rifah malah tertawa keras sambil memukul lenganku. "Namanya Kinanti Alfathunnisa, anak tunggal, hobi paling digemari ada dua. Ngehaluin om-om sama ngomong sarkas!" ujarnya dengan gaya presenter gosip dan diakhiri tawa yang semakin keras membuat yang lain kompak ikut tertawa.

Tidak lama kemudian terdengar bunyi pintu dapur ndalem yang dekat dengan kamar kita diketuk beberapa kali. Itu bukan artinya ada tamu, tapi sebuah kode agar penghuni kamar B1 ini lebih menjaga pita suaranya. Kita berenam hanya bisa saling menyalahkan lewat pelototan mata pasalnya yang suka negur tanpa kata-kata itu adalah bapak kyai tercinta alias bapak Rizky. Ngeri!

Sebenarnya secara umur belum pantas sih dipanggil Pak Kyai walaupun tolok ukurnya bukan umur ya, soalnya wajahnya masih

Kenceng banget alias masih muda. Beliau itu juga seorang dokter, walaupun kegiatannya lebih banyak di pesantren, kalau tidak salah setiap hari jumat ketika libur ngaji beliau praktek di suatu tempat nggak jauh dari sini, semacam dokter keluarga gitu sih.

Beralih dari Pak Kyai, diam-diam Aku bernafas lega dan bersyukur karena walaupun tadi harus buru-buru banget persipannya tapi nggak ketinggalan rombongan. Hal-hal semacam ini sering banget aku dan beberapa teman lain alami, bersiap di menit-menit terakhir menjelang acara tapi sama sekali tidak pernah kesal malah seneng banget karena bisa meringankan kerepotan guru.

Jadi ingat nasihat yang pernah ayah berikan. 'Patuhi selalu perintah dan nasehat guru, bantu kerepotannya, jangan kebanyakan mengeluh! Bapak ibu kyai atau gurumu itu juga orangtuamu, malah lebih mulia dari orangtua kandungmu. Kalau ayah dan ibu hanya bisa kasih bekal uang dan doa untuk kamu ngaji, tapi gurumu itu orangtuamu yang kasih bekal sampai akhiratmu.'

Santri itu apa sih yang dicari? Ilmu agama itu sudah pasti, tapi ada yang tak kalah penting yaitu adab terhadap guru dan ridlo dari guru. Naudzubillah kalau sampai guru kita ada perasaan kurang ridlo pada sikap kita. Dua hal yang sampai saat ini aku terus belajar menjaganya walaupun emang berat banget, ridlo orangtua dan ridlo guru.

"Kinan, dipanggil ibuk suruh ikut mobil ndalem!" kata Mbak Rahma.

Aku yang sudah duduk manis di jok bus paling belakang hanya bisa menggaruk kepala yang sama sekali tidak gatal.

"Mbak Rahma saja deh! Aku di sini sama yang lain!"

"Ya sama aku juga, berdua kita! Ayo cepetan udah ditunggu!"

"Ayo Kinan, kesempatan melihat jelas wajah Gus Alfa, beliau yang nyetir lho!" bisik Rifah. Aku menyenggol bahunya dengan cukup keras tanda protes. Rifah memang cukup adil dalam membagi ruang di otaknya. Setengah untuk mikir belajar dan setengah lagi untuk mikir Gus! Ya Tuhan!

"Bilang aja seneng, pakai sok nolak!"

Aku mengedipkan mata untuk memperingatkan Rifah yang hampir terpancing dengan ucapan Diniyah barusan. Aku berdiri dan tersenyum pada Diniyah yang duduk di depanku.

"Iya sih Din, aku cuma agak bingung mau bereaksi gimana, soalnya dalam hati nggak pernah punya harapan lebih bisa naik mobil ndalem!" ujarku diakhiri senyum manis untuk Diniyah tapi orangnya malah melengos.

Melupakan Diniyah sang penguji kesabaran, dengan langkah sedikit berat aku mengikuti Mbak Rahma menuju mobil.

Benar kata Rifah tadi soal sopir mobil ini, memang paling akurat infonya kalau soal Gus. Di jok depan ada Gus Alfa dan bapak, di tengah ada ibuk, Ning Alea dan Ning Sean yang memangku putra kecilnya yang luar biasa imut. Sedangkan aku dan Mbak Rahma duduk paling belakang bersama Kardus-Kardus bingkisan.

Ada tiga kendaraan yang berangkat pagi ini. dua bus kecil yang membawa santri putra dan putri secara terpisah lalu 1 mobil ndalem. Sepanjang perjalanan aku dan Mbak Rahma hanya menjadi pendengar setia obrolan keluarga bahagia ini. Kadang ikut tertawa kalau ada yang lucu. Jangan dibayangkan tertawanya seperti saat di kamar pondok ya, tertawa pada momen seperti ini syaratnya nggak boleh kelihatan giginya.

"kakinya Kinan sakit itu Bunda! Di belakang harus duduk barengan Kardus-Kardus!"

Nggak ada angin nggak ada hujan tiba-tiba Gus Alfa membahas perihal kaki. Ya Allah, Gus nya aktif ya!

"Nggak apa-apa, Gus! Sudah sembuh, alhamdulilah!"

Rasanya pengen turun ditengah jalan saja karena mendadak jadi perhatian orang satu mobil. Ibu Syifa langsung menanyakan banyak hal perihal kakiku. Untung saja bapak segera membicarakan hal lain, jadi masalah kakiku yang nggak penting ini teralihkan.

Begitu sampai ditempat acara, santri putra mengikuti bapak dan Gus Alfa yang langsung duduk di tempat tamu pria sedangkan kami santri putri masih berdiri berjajar di belakang ibuk dan putri-putrinya karena menunggu panitia hajatan menyiapkan kekurangan kursi untuk kita.

Aku dan Mbak Rahma langsung menemui ibunya pengantin yang tak lain adalah santri alumni untuk menyampaikan amanat berupa bingkisan dari ibuk syifa.

Aku harus ekstra menundukkan kepala ketika dengan terpaksa lewat depan tempat duduk keluarga bani ahmad yang laki-laki. Dengan bapak dan Gus Alfa saja deg-degannya maksimal apalagi ini sebagian besar saudara bapak dan sepupu Gus Alfa kumpul. Untung ada Mbak Rahma, beda cerita kalau sendiri apalagi sama Rifah, bisa berhenti di sini dia demi menyapa gus-gus.

"darimana, Mbak?"

Aku dan Mbak Rahma kompak menunduk ketika secara tidak terduga disapa oleh Gus Zein.

"Oh ini Gus, habis ketemu ibunya Mbak Najah." jawab Mbak Rahma dan dijawab senyuman oleh Gus Zein.

Jantung ku kenapa tiba-tiba begini sih?

Jantung ku yang tiba-tiba berdetak kencang bertambah tak terkendali saat Gus Zein bertanya padaku. "Lututnya udah sembuh, Kinan?"

Pertanyaan yang wajar mengingat waktu aku jatuh naik motor, bukan jatuh sih cuma ambruk saja, ada Gus Zein yang ikut bantu mengangkat motor yang menimpa kakiku. Dan yang nggak wajar itu adalah aku yang malah mendadak jadi gagap, kenapa masalah kakiku mendadak jadi parah gini sih hari ini? Banyak yang nanyain.

"Alhamdulillah sudah, Gus!"

"Alhamdulillah, lain kali hati-hati ya! Kalau kerepotan bawa barang mending di bagi!"

Aku mengangguk dan berterimakasih atas nasehatnya, memang waktu itu aku habis belanja dari pasar bersama Mbak Nur dan nasib kurang baik karena membawa belanjaan yang banyak ditambah boncengin Mbak Nur membuat aku kehilangan keseimbangan waktu berhenti di depan ndalem. Kebetulan waktu itu ada Gus Zein dan Mas Dito yang sedang main ke tempat bapak.

"Kinan! Udah kali senyumnya, sampai kering tuh gigi!" ujar Mbak Rahma ketika kita berhasil uji nyali lewat depan kumpulan bani Ahmad.

"Apaan sih Mbak! Kamu itu juga Mbak tabahkan hati ya Mbak!"

"Aku? Kenapa?" tanyanya pura-pura tidak ada apa-apa.

"Berdasarkan sumber terpercaya dulunya Kang Ilham itu..."

"Halah!! Sssst udah! Ayo duduk!" potong Mbak Rahma cepat dan menarikku ke kursi paling belakang. Lucu lihat Mbak Rahma yang biasa tegas sekarang malu-malu kucing, denger-denger sih sang mempelai pria yang didepan itu dulunya pernah punya cerita sama Mbak Rahma. Detilnya bagaimana aku juga kurang tahu yang jelas cukup membuat Mbak Rahma fitnes hari ini kalau kata Rifah. Fitnes versinya Rifah itu adalah badan fit hati ngenes.

Ada-ada saja!

"Ciye yang habis ngobrol sama om-om!" ledek Rifah saat aku duduk disampingnya.

"Ini aku kasih risoles punyaku, tapi diam ya Mak!" ucapku sedangkan Rifak malah ngakak sendiri merasa berhasil membuatku malu. Aku harus merelakan salah satu isi snackku untuk membuatnya diam, mana risol mayo lagi.

Soal om-om yang sering Rifah bahas itu adalah Gus Zein. Berdasarkan info darinya juga, Gus Zein itu 8 tahun lebih tua dari kita, makanya Rifah suka banget nyebutnya om-om. Suka heran kadang sama dia, banyak banget jalannya buat dapat info tentang gus-gus.

Acara pernikahan hari itu berlangsung hingga siang. Seperti acara yang sudah-sudah, warga pesantren pasti pulangnya belakangan karena ada jamuan tambahan dari sohibul hajat, tapi khusus keluarga pengasuh. Kalau santri-santri mah cukup foto bareng dan minta kembang mantennya aja udah seneng banget.

Setelahnya rombongan pesantren berjalan sedikit lama karena kendaraannya diparkirkan agak jauh dari tempat acara. Jalanan yang masih cukup becek sisa hujan membuat kita para roker sejati harus sedikit mengangkat rok agar tidak kena lumpur. Benar kan kalau santri itu adalah roker sejati? sebagian ada juga sih yang sarunger!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesan Rindu Dari Ma'had   Gus Alfa

    Dulu ada masanya aku pernah begitu kepikiran kenapa orangtua selalu mengutamakan bibit, bebet dan bobot jika memilih jodoh untuk anaknya. Dan kenapa agama sangat menyarankan agar kriteria utama memilih pasangan adalah yang baik agamanya. Padahal tidak ada yang tahu bagaimana hidup seseorang kedepannya. Bagaimana kalau kita cinta sama orang yang tidak baik agamanya, atau berasal dari keluarga yang tidak jelas? Bisa saja saat ini dia terlihat buruk tapi seiring berjalannya waktu kita bisa merubahnya lebih baik, atau bisa saja dia berasal dari keluarga yang kurang baik tapi pribadi nya sendiri baik dan bisa dijadikan pasangan. Dan butuh waktu lama aku bisa mendapat jawaban.. Karena menikah itu bukan hanya persoalan dua orang, tapi menyangkut keluarga besar. Menikah bukan untuk coba-coba merubah hidup seseorang, tapi harus bisa menerima segala kekurangannya dan segala keadaan keluarganya. Kembali bertanya pada hati masing-masing, sanggupkah kita merubahnya menjadi lebih baik? Atau jang

  • Pesan Rindu Dari Ma'had   Alfarras Syafi Mubarak

    Alfarras Syafi Mubarak Tentang mengikhlaskan.. Memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Terkadang sebagai manusia, kita sudah merencanakan kehidupan dengan sedemikian sempurnanya. Terkadang juga mengeluh bahkan putus asa ketika takdir tak sesuai rencana.Salahkah?Tidak. Karena kita manusia biasa. Wajar bila mengeluh akan beratnya ujian Allah, yang tak wajar adalah ketika datang ujian tapi kita marah dan menjauh dari-Nya. Allah memberikan cobaan agar kita semakin mendekat, agar kita tidak pernah lupa bahwa diri kita hanyalah makhluk lemah tanpa kasih sayangNya.Ikhlas. Andai saja menjalaninya semudah mengucapkannya, pasti banyak orang yang bahagia walaupun mendapat ujian, karena yakin bahwa Allah membalasnya dengan pahala besar."Pulang yuk!" ajakku pada Kinan yang masih nyaman duduk di tempat favoritnya belakangan ini."Sebentar lagi ya Mas!" jawabnya pelan.Aku mengangguk dan pilih menemaninya di sini lebih lama lagi. Membiarkan dia melepas rindu dengan putra kecilnya. Putra

  • Pesan Rindu Dari Ma'had   Pesan Rindu Dari Ma'had

    Pada malam hari kembali digelar acara resepsi Zein dan Ayesha, rangkaian acaranya tetap sama pada umumnya namun yang membedakan adalah jumlah tamu. Hingga malam ini, tamu dari kedua keluarga masih terus berdatangan membuat semua keluarga besar Al Anwar harus sedikit lebih banyak menyiapkan tenaga, tapi tentu saja para santri senang bisa membantu."Ay, kamu udah benar-benar sudah ikhlas menjadi istriku?" tanya Zein disela-sela acara.Ayesha mendengus pelan mendengar pertanyaan konyol dari pria yang sudah berstatus suaminya ini. "Telat tanyanya, Bapak! Kalau mau tanya ya tadi pagi!" jawabnya lalu tersenyum karena saat ini ada salah beberapa temannya yang minta foto di pelaminan. Ayesha menyapa hangat teman-temannya yang sudah datang lalu mempersilahkan mereka duduk dengan nyaman."Gimana?" tanya Zein lagi ketika deretan teman Ayesha sudah meninggalkan pelaminan."Ikhlas lillahita'ala, Mas Zein!" jawab Ayesha."Aku mau minta maaf!" ucap Zein di dekat telinga Ayesha karena memang suara mu

  • Pesan Rindu Dari Ma'had   Bab 40 : Cinta Dalam Diam

    "Ma! Abang nggak mau bangun!"Arsha mengadu pada Sang Mama yang sedang sibuk mengarahkan santri-santri untuk menata perasmanan."Udah pakai berapa cara, Nak?" tanya Ralin, dia masih sibuk menata piring di meja."Cara halus sampai cara kasar, Ma! Nggak ngaruh sama sekali ke Abangnya!"Ralin menghela nafasnya lalu ikut Arsha munuju kamar.Hari masih gelap tapi suasana pesantren Al Anwar sudah sangat sibuk karena hari ini akan ada dua acara besar sekaligus, khataman dan pernikahan Zein.Berdasarkan hasil musyawarah keluarga setelah Zein melamar Ayesha, seluruh keluarga sepakat untuk menyatukan acara pernikahan Zein dan khataman. Hanif juga meminta agar akad nikah sekalian di pesantren ini. Walaupun lahir dan tinggal di Jakarta, ibunda Ayesha asli Semarang. Semenjak menikah dengan Habib Yakub Nur Alatas, Sang Ibunda diboyong ke Jakarta hingga menetap disana. Setelah musyawarah panjang, akhirnya keluarga Ayesha setuju untuk menggelar acara di Al anwar."Rey, bangun! Udah subuh kan?" Ralin

  • Pesan Rindu Dari Ma'had   Bab 39 : Amalan Kinan

    Di hari minggu siang kediaman Alfa dan Kinan terlihat ramai, hampir semua keluarga dan kerabat, juga tetangga berkumpul. Ditambah hadirnya beberapa santri dan juga anak-anak dari panti asuhan semakin menambah ramai suasana. Alfa sengaja mengundang orang-orang ini dalam rangka tasyakuran empat bulan kehamilan Kinan.Di sepanjang jalan komplek rumah Alfa dipenuhi mobil-mobil box yang berlogo restoran dan supermarket milik Alfa, dia sengaja mem-booking restorannya sehari itu untuk menyediakan makanan bagi para tamu. Alfa juga meminta sebagian karyawan supermarket untuk menyiapkan hampers (aka berkat) yang nantinya juga untuk tamu."Mbak Kinan beruntung sekali ya menikah sama Gus Alfa!" ujar Via saat mengintip acara di luar. Saat ini dia, Rifah, Rahma, Nur dan beberapa santri putra diajak Syifa ke rumah Alfa. Ada Dini juga tapi dia bergabung bersama keluarganya."Iya. Gagal sama om-om nggak sedih soalnya dapat gantinya kayak Gus Alfa!""Wahai anak-anak cantik! Kalian kira Gus Alfa juga n

  • Pesan Rindu Dari Ma'had   Bab 38 : Karir atau Suami?

    "Kamu apa kabar, Ay? Terakhir kita ketemu pas nikahan Alfa.""Alhamdulillah baik Mas!" jawab Ayesha ketika dia sudah duduk di depan Zein, dia juga sempat tersenyum sekilas pada Ridwan yang duduk di samping Zein. "Iya, aku terakhir ke sini juga pas nikahan Alfa itu!""Kamu kapan sampai Semarang?""Tadi pagi, tidur di hotel sebentar baru kesini.""Berapa hari di sini? Maaf ya aku ganggu kesibukan kamu!""Insyaallah lima harian Mas, besok mulai auditnya sampai tiga hari kedepan terus pengen staycation di sini dua hari. Nggak pengen ngapa-ngapain juga, bener-bener pengen me time mumpung dapat libur, rindu juga sama udara Semarang."Zein tersenyum tipis, ada sesuatu yang tidak nyaman di hatinya. Ayesha wanita yang selalu tidak sungkan menegaskan keinginannya. Mungkin kalau Ridwan yang dengar, tidak ada yang aneh. Tapi bagi Zein yang sudah mengenal betul sifat Ayesha, gadis itu sedang menjelaskan bahwa selama dua hari liburnya dia sama sekali tidak mau diganggu."Nggak ganggu Mas, aku kan y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status