Pada malam hari kembali digelar acara resepsi Zein dan Ayesha, rangkaian acaranya tetap sama pada umumnya namun yang membedakan adalah jumlah tamu. Hingga malam ini, tamu dari kedua keluarga masih terus berdatangan membuat semua keluarga besar Al Anwar harus sedikit lebih banyak menyiapkan tenaga, tapi tentu saja para santri senang bisa membantu."Ay, kamu udah benar-benar sudah ikhlas menjadi istriku?" tanya Zein disela-sela acara.Ayesha mendengus pelan mendengar pertanyaan konyol dari pria yang sudah berstatus suaminya ini. "Telat tanyanya, Bapak! Kalau mau tanya ya tadi pagi!" jawabnya lalu tersenyum karena saat ini ada salah beberapa temannya yang minta foto di pelaminan. Ayesha menyapa hangat teman-temannya yang sudah datang lalu mempersilahkan mereka duduk dengan nyaman."Gimana?" tanya Zein lagi ketika deretan teman Ayesha sudah meninggalkan pelaminan."Ikhlas lillahita'ala, Mas Zein!" jawab Ayesha."Aku mau minta maaf!" ucap Zein di dekat telinga Ayesha karena memang suara mu
Alfarras Syafi Mubarak Tentang mengikhlaskan.. Memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Terkadang sebagai manusia, kita sudah merencanakan kehidupan dengan sedemikian sempurnanya. Terkadang juga mengeluh bahkan putus asa ketika takdir tak sesuai rencana.Salahkah?Tidak. Karena kita manusia biasa. Wajar bila mengeluh akan beratnya ujian Allah, yang tak wajar adalah ketika datang ujian tapi kita marah dan menjauh dari-Nya. Allah memberikan cobaan agar kita semakin mendekat, agar kita tidak pernah lupa bahwa diri kita hanyalah makhluk lemah tanpa kasih sayangNya.Ikhlas. Andai saja menjalaninya semudah mengucapkannya, pasti banyak orang yang bahagia walaupun mendapat ujian, karena yakin bahwa Allah membalasnya dengan pahala besar."Pulang yuk!" ajakku pada Kinan yang masih nyaman duduk di tempat favoritnya belakangan ini."Sebentar lagi ya Mas!" jawabnya pelan.Aku mengangguk dan pilih menemaninya di sini lebih lama lagi. Membiarkan dia melepas rindu dengan putra kecilnya. Putra
Dulu ada masanya aku pernah begitu kepikiran kenapa orangtua selalu mengutamakan bibit, bebet dan bobot jika memilih jodoh untuk anaknya. Dan kenapa agama sangat menyarankan agar kriteria utama memilih pasangan adalah yang baik agamanya. Padahal tidak ada yang tahu bagaimana hidup seseorang kedepannya. Bagaimana kalau kita cinta sama orang yang tidak baik agamanya, atau berasal dari keluarga yang tidak jelas? Bisa saja saat ini dia terlihat buruk tapi seiring berjalannya waktu kita bisa merubahnya lebih baik, atau bisa saja dia berasal dari keluarga yang kurang baik tapi pribadi nya sendiri baik dan bisa dijadikan pasangan. Dan butuh waktu lama aku bisa mendapat jawaban.. Karena menikah itu bukan hanya persoalan dua orang, tapi menyangkut keluarga besar. Menikah bukan untuk coba-coba merubah hidup seseorang, tapi harus bisa menerima segala kekurangannya dan segala keadaan keluarganya. Kembali bertanya pada hati masing-masing, sanggupkah kita merubahnya menjadi lebih baik? Atau jang
_Kinan_"Hiks..hiks..mau pulang ikut Mama!!""Sayang, kan sudah janji sama Mama! Nanti di sini senang banyak teman, belajar ngaji, belajar nulis arab, banyak lagi. Ya kan Mbak?"Aku mengangguk sopan menanggapi salah seorang wali santri yang masih sibuk menenangkan anaknya. Yah seperti tahun-tahun sebelumnya, disaat tahun ajaran baru seperti ini, aku dan beberapa teman yang sudah diamanahi jadi pengurus pondok mulai sibuk menyambut santri baru.Melihat adik-adik santri baru yang menangis seperti ini membuat aku ingat kenangan beberapa tahun lalu disaat aku juga menjadi santri baru di pesantren Al- Anwar ini. Aku yang waktu itu baru lulus SD diantar ibu dan ayah sowan kesini dan mendaftar sebagai santri untuk menimba ilmu dan mengharap barakah kyai.Aku saja yang waktu itu memang sudah niat untuk mondok masih merasa sangat berat ketika ditinggal pulang, apalagi adik-adik ini yang mungkin saja masih setengah hati masuk ke pesantren ini. Tapi percayalah nyantri itu pasti akan terasa bera
"Kotak yang ini Ibuk pasrahkan ke kamu ya, nanti begitu sampai kamu kasih ke tuan rumahnya!""Nggih!""Bunda, udah dong! Kasihan Mbak Kinannya belum mandi!" ujar Ning Alea yang sudah wangi dan rapi. Minggu pagi ini kita sedang disibukkan dengan persiapan menghadiri pernikahan salah satu alumni."Ya sudah, kamu siap-siap sana! Maaf ya jadi telat mandinya!" ujar Ibuk Syifa sambil tertawa pelan."Nggak apa-apa Ibuk, kalau begitu saya permisi ke pondok dulu!"Setelah mendapat persetujuan, aku langsung meluncur keluar. Kalau tadi di dalam rumah Ibuk aku masih cukup santai karena Ibu Syifa juga belum siap-siap bahkan mandi aja belum. Ibuk lebih memilih sibuk mempersiapkan barang bawaan yang akan diberikan pada sohibul hajat. Ibuk selalu seperti ini jika ada acara, pokoknya nggak bisa kalau nggak bawain bingkisan. Kalau kata Ning Alea, ribetnya ibuk melebihi ribetnya yang punya acara.Sejenak melupakan kehebohan ibuk, aku malah gantian jadi heboh sendiri karena melihat hampir semua teman-tem
Menjalani hari di pesantren memang tidak sebebas di rumah. Di pesantren itu penuh dengan aturan tapi tidak untuk mengekang, melainkan mengendalikan. Namanya juga kita sedang belajar mendalami ilmu agama, tentunya sebisa mungkin meminimalisir hal-hal yang sekiranya bisa berpengaruh dalam proses belajar kita.Belajar tentu untuk mencari ilmu dan ilmu tak jauh dari adab. Di pesantren dua hal itu sangat ditekankan, berilmu tapi tidak beradab akan terasa percuma karena dari ilmunya tidak akan bisa menghasilkan kebaikan, bahkan tak sedikit orang yang berilmu tapi kelihatan arogan dan merasa paling benar karena minimnya adab.Sebaliknya, orang yang beradab atau berakhlak mulia walaupun ilmunya sedikit tetap akan terpancar kebaikan dari dirinya, tetap akan dikenal sebagai pribadi yang mulia maka dari itu banyak sekali anjuran dari ulama-ulama untuk mendahulukan adab daripada ilmu. Karena orang beradab akan lebih mudah menerima ilmu."Kamu lagi menghafal buat setoran besok pagi atau lagi mengh
"Mbak Kinan lagi sibuk nggak?""Enggak sih Ning, gimana?""Anterin ke minimarket ya! Mau belanja!""Boleh.."Ning Alea langsung masuk pamit sama ibuk dan Aku langsung memakai jilbabku dengan benar, lumayan bisa refreshing keluar."Seneng ya punya alasan keluar!""Wah iya dong Din, alhamdulilah! Nggak usah capek-capek mikir alasan apalagi sampai bohong sama ibuk!"Diniyah langsung melempar tatapan tajam padaku. Ada yang salah dengan ucapanku?"Kamu jangan banyak gaya di sini Kinan! Ingat siapa kita ini!" bisiknya sebelum keluar dari kamarku.Sepeninggal Diniyah, Via langsung mendekat dari ekspresinya pasti mau ghibah ini anak. Untung Rifah masih kuliah, kalau nggak bisa heboh dia ada Dini disini. "Mbak, kenapa sih Mbak Diniyah kayaknya nggak suka banget sama kamu?"Aku memegang dua pipinya yang tembeb. "Anak manis belajar saja ya, nggak usah memikirkan hal yang kurang penting!""Ah Mbak Kinan, iya deh! Mbak aku nitip ya!""Boleh!"Selagi aku masih bersiap, Via dan yang lainnya sibuk me
Jumat pagi ini seluruh penjuru komplek khodijah sedang disibukkan dengan kegiatan bersih-bersih lingkungan atau biasa disebut roan.Roan adalah hal yang melekat pada jati diri pesantren. Setiap santri dibebani untuk roan, minimal membersihkan kamarnya sendiri.Disamping kebersihan juga dianjurkan di agama kita, menjaga kebersihan juga merupakan anjuran dokter dan tentunya manfaat dari kebersihan untuk diri masing-masing.Di komplek ini, roan sebenarnya dilaksanakan setiap hari, tapi ada satu hari dalam sebulan diadakan roan akbar. Biasanya pada hari jum'at membersihkan taman-taman, lingkungan, kamar mandi, dan seluruh lokasi Pesantren. Saat-saat seperti ini sih para santri pasti semangat, taulah kenapa!Santri putra biasanya semangat berbondong-bondong ketika diutus roan di Pondok Putri. Sebenarnya begitu juga dengan santri putri sih.Tujuan roan akbar kali ini khusus untuk menyambut wali santri yang akan datang siang nanti, khususnya santri baru karena tanpa terasa 40 hari berlalu da