"Apa yang bisa Kinan bantu nih Bu?""Udah hampir selesai kok!"Aku ikut membantu ibu mengemasi nasi kuning ke plastik mika.Selama ini ibu, menjual makanan di pasar untuk membantu keuangan keluarga. Ada nasi kuning, bubur sumsum dan gorengan. Ibu biasanya menyiapkan bahan-bahannya sejak malam sebelum tidur, baru nanti jam 1 malam bangun lagi untuk masak baru paginya setelah sholat shubuh ibu berangkat ke pasar.Aku mengusap ujung mataku, kalau ngomongin ibu dan ayah rasanya nggk bisa kalau nggak nangis. Semoga aku segera bisa membantu mereka, agar mereka bisa istirahat dan gantian aku yang akan kerja."Kamu tidur lagi sana, nanti shubuh ibu bangunin lagi. Katanya mau ikut ke pasar!""Nggak apa-apa Bu, Kinan tadi udah cukup tidurnya. Kebetulan lagi nggak sholat juga.!"Dengan senang hati ibu menerima bantuanku, Alhamdulillah selesai lebih cepat dari biasanya jadi ibu bisa istirahat sebentar sambil menunggu sholat shubuh.Sementara ayah dan ibu sholat, aku menikmati mandi di rumah. Samp
"Kamu kok bisa ditelepon Ning Sean?""Aku juga nggak tau Din, udah ayo ke sana!"Dini diam walaupun wajah juteknya masih terlihat jelas. Pagi menjelang siang ini aku masih dalam suasana liburan pondok dan tanpa disangka semalam Ning Sean telepon ke nomor ayah. Beliau bilang sedang di salah satu tempat wisata daerah sini dan meminta aku kesana, katanya dipanggil Ibuk. Dan aku langsung berinisiatif ngajak Dini."Kamu yakin ibuk syifa nyuruh kita kesini?"Aku melirik Dini yang sejak tadi tidak berhenti kepo. "Insyaallah." jawabku singkat.Aku selesai memarkirkan motor dan langsung masuk mencari Ning Sean. Semalam sewaktu ayah tau Ning Sean menelponku kar
Author P.O.V"Hati-hati ya, jangan lupa selalu jaga diri dan berdoa." ucap sang ibu ketika Kinan-anak semata wayangnya pamit. Walaupun liburan pondok belum usai, Kinan sudah harus balik ke pondok, sejujurnya dalam hati Kinan masih ingin membantu orangtuanya namun dia sadar ada tanggungjawab besar yang harus segera dia selesaikan agar tidak semakin lama membebani orangtuanya."Ibu juga ya, sehat-sehat." balas Kinan sambil memeluk ibunya, entah keberapa kali.Setelah acara pamitan yang cukup drama tadi, Kinan juga menyempatkan pamit ke keluarga Dini yang tinggal sebelahan dengan rumahnya. Dan tanpa membuang waktu lama Kinan segera membonceng ayahnya yang sudah siap mengantar.Selama perjalanan Kinan pegangan erat Ke ayahnya, sambil memutar kenangan-kenangan indah di masa kecil. Dulu sewaktu kecil dia sering ikut ayahnya setor-setor sayuran ke pelanggan, lalu pulangnya pasti dibelikan roti tawar dan selai nanas. Bagi keluarga Kinan yang hidup pas-pasan makanan itu terasa mewah sekali."M
"Zein, besok minta berkah kyai yang tadi aja kalau pas pengajian nikah kamu. Bagus tausiyahnya, lucu juga!"Zein hanya bisa pasrah, sesekali mendengus merasa gemes sendiri dengan keluarganya. Heboh banget memikirkan rencana pernikahannya, padahal dirinya saja masih santai."atur ajalah Bude!" ujar Zein pada Budenya-Sheila."Lah kamu ini malah nggak semangat gitu! Jadi nikah nggak?" sahut tantenya nggak mau kalah."Iya ini, malah lemes! Siapin dong semuanya! Semangat! Masa mau nikah kok santai gitu!"Zein hanya bisa menatap pasrah rombongan ibu-ibu yang heboh banget membicarakan dirinya.Dito yang duduk di samping Zein menepuk bahu pemuda itu. "Yang tabah ya! Menghadapi ibu-ibu memang harus lebih sabar ya!"Zein menyikut sepupunya itu karena kalau dilihat dari ekspresinya Dito bukannya menguatkan tapi sebaliknya.Siang menuju sore itu bani Ahmad berkumpul di rumah Dito dan Sean karena pagi tadi diadakan acara tasyakuran 4 bulanan kehamilan Sean. ada beberapa santri juga yang diajak mem
"Kinaaaannn!" teriak Rifah sambil sedikit berlari menghampiri Kinan yang sedang konsentrasi menghafal ayat demi ayat untuk setoran hafalannya.Kinan membuka matanya dan mencoba mengacuhkan Rifah, tapi tidak jadi karena ternyata yang menghampirinya ke mushola bukan cuma Rifah tapi ada Via, Nur dan teman lainnya. Beberapa waktu lalu aktifitas pesantren sudah kembali normal."Kinan cantik deh!" ujar Rifah ketika sudah duduk di depan Kinan, tangannya sempat mengambil makanan Kinan. Makanan yang Gus Zein kirimkan ke Kinan lewat Rahma tadi malam. Bukan hanya malam tadi, Zein sering mengirimi Kinan makanan dan minuman lewat Rahma."Banget. Udah cantik, baik hati lagi!" tambah Nur."Udah gitu Mbak Kinan juga pinter masak, apalagi masak mi rebus belum ada yang ngalahin enaknya!" tambah Via lagi tak mau kalah. Begitu juga dengan dua teman lainnya, tambah satu lagi Nisa, ke enamnya sedang berusaha merayu Kinan membuat Kinan merinding sendiri."Kalian kenapa sih? Frustasi karena kiriman belum dat
"Mau ditambahin nggak setorannya? Dua lembar ya?"Kinan menggeleng dengan sopan, tawaran Ibuk Syifa menyenangkan tapi entah apa yang membuat Kinan menolak."Dulu pasti pernah menghafal juz 30 kan? Tinggal ngulang ini sebenarnya!" tawar Syifa lagi pada salah satu santri kesayangannya ini.Pagi ini Kinan sudah menyelesaikan juz 29 nya, Syifa yakin setoran dua lembar juz 30 itu tidak sulit bagi Kinan, tapi gadisnya Pak Ali ini tetap menolak."Kenapa, Kinan?""Kinan sambil melancarkan juz sebelumnya Buk, juz 30nya pelan-pelan saja." Jawab Kinan sopan dan pelan.Syifa akhirnya mengerti dan menyetujui Kinan yang tetap meminta setoran 1 lembar seperti biasanya. Mata Syifa terkunci sebentar, meneliti apa yang terjadi dengan Kinan, akhir-akhir ini dia tidak seceria dan sesemangat biasanya.Kinan masih duduk sendirian di mushola setelah Syifa pergi. Dia membolak balik lembar terakhir setorannya barusan. Biasanya sebelum beranjak dari mushola dia pasti mengulang setoran terakhirnya 3 sampai 5 k
"Mungkin beliaunya menjaga jarak dulu dari kamu, biar kamu fokus mengkhatamkan quran, terus menghindari dosa juga.""Begitu ya, Mak?" tanya Kinan lesu. Baru hari ini dia punya kesempatan curhat dengan Rifah. Kinan menceritakan perihal sikap Zein yang berubah.Seperti yang pernah dia lakukan dulu, Kinan mengajak Rifah belanja ke pasar sambil curhat. Di tengah pasar tidak akan ada yang tahu isi curhatannya. Berbeda dengan di Pondok, banyak kuping di mana-mana."Sabar aja, inget kata Pakde Ali, fokus ke yang lebih penting dulu. Fokus khataman quran dulu yang tinggal satu tarikan nafas lagi.""iya,Mak. Aku sedang berusaha banget nggak kepikiran yang aneh-aneh."
Pagi ini menjadi sejarah baru di hidup Kinan, setelah berjuang beberapa tahun akhirnya dia berhasil mewujudkan satu cita-citanya, mempersembahkan sesuatu yang berharga untuk orangtuanya sebagai wujud bakti dan sayang pada ayah dan ibunya. Cukup lama Kinan menangis hingga sesenggukan, Syifa masih setia mengusap punggung Kinan untuk memberikan semangat turut bahagia dan bangga, satu lagi santrinya berhasil mewujudkan mimpinya. Batin Kinan sungguh berkecamuk, bahagia itu sudah pasti, sedih, terharu dan tidak sabar memeluk kedua orangtuanya. Dalam pikirannya terputar kembali kenangan-kenangan masa perjuangannya dari awal hingga detik ini. Allah sudah memberikan begitu banyak kenikmatan dalam perjuangan, Dari dia yang pertama kali berat masuk pondok sampai harus sering sakit, kekurangan biaya sekolah dan pondok, harus sering mengekang keinginannya, harus sering rela menyisihkan uang saku yang minim untuk membeli kebutuhannya, sering puasa sunnah karena selain menjalankan sunnah juga ber