Share

Julia Menghilang

"Diblokir, kok bisa sih, Mas. Terus nanti ini bayarnya gimana." Nagita menatap lelaki yang berdiri di hadapannya. Sevan nampak mengusap wajahnya dengan gusar, bingung itu yang ia rasakan.

"Kamu ada uang nggak? Nanti aku ganti," ujar Sevan kemudian. Tidak ada pilihan lain, beruntung belanjaan tidak terlalu banyak. Tapi tetep juga kudu ngeluarin uang yang lumayan.

"Memangnya berapa?" tanya Nagita. Setelah itu Sevan menyebutkan total harga yang harus mantan istrinya itu bayar. Dengan sangat terpaksa Nagita mengeluarkan ATM miliknya.

"Ingat loh, setelah ini harus diganti." Nagita menyerahkan kartu ATM miliknya. Sevan menerima benda pipih dan kecil itu. Setelahnya ia memberikan kartu tersebut  kepada pegawai kasir itu.

Selesai membayar barang belanjaan, mereka memutuskan untuk pulang. Awalnya Sera masih ingin pergi, namun Sevan memaksa putrinya itu untuk pulang. Ia khawatir jika nanti Sera meminta sesuatu yang macam-macam.

Dalam perjalanan pulang, Nagita lebih banyak diam, wanita itu benar-benar kesal dengan kejadian hari ini. Sedangkan Sevan memilih untuk fokus menyetir, walaupun sesungguhnya pikirannya tengah kacau. Ditambah ATM miliknya diblokir, dugaan Sevan yang melakukannya tak lain adalah istrinya sendiri.

"Julia, pasti kamu yang sudah memblokir ATM aku," gumamnya dalam hati. Sevan terus melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Rasanya ia ingin segera sampai di rumah, karena setelah ini Sevan harus secepatnya menemui Julia.

Setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh kini mereka sampai di rumah. Sera dan Nagita bergegas turun dan diikuti oleh Sevan, setelah itu mereka beranjak masuk ke dalam rumah. Sevan menaruh barang belanjaan milik Nagita di sofa ruang tengah.

"Sera, papa pulang dulu ya. Besok-besok papa ke sini lagi," pamitnya. Mendengar itu seketika Sera beranjak menghampiri ayahnya.

"Kok enggak tidur di sini lagi, Pa?" tanya Sera.

Sevan jongkok untuk mengsejajarkan tingginya dengan putrinya. "Lain kali ya, Sayang. Kasihan mama Julia kalau papa di sini terus, kalau Sera kangen kan bisa main ke rumah papa. Atau sekarang mau ikut ke rumah papa."

"Enggak mau, Sera maunya papa yang di sini." Sera menggeleng, menolak ajakan ayahnya itu.

"Ya sudah, sekarang papa pulang dulu ya." Sevan mencium kening putrinya dengan lembut. Setelah itu ia bangkit dan beranjak keluar dari rumah mantan istrinya itu.

Kini Sevan sudah dalam perjalanan pulang, pikirannya benar-benar tidak tenang, terlebih nomor istrinya tidak aktif. Khawatir jika Julia sampai melakukan hal yang tidak-tidak. Apa lagi saat ini istrinya tengah hamil.

Tiba-tiba saja Sevan teringat saat ia menikah dengan Julia. Wanita cantik, baik hati, sopan, bagi Sevan Julia adalah wanita sempurna yang pernah ia temui dan miliki. Banyak laki-laki yang berlomba untuk mendapatkannya, dan Sevan adalah yang beruntung.

Flashdisk on

"Julia terima kasih ya, karena kamu mau menikah denganku. Bukan itu saja, kamu juga sudah membantuku," ungkap Sevan. Ia sangat berterima kasih karena berkat Julia, perusahaan yang hampir bangkrut kini dapat berdiri kembali. Kerugian besar yang pernah ia alami, berhasil Julia tutup.

"Sama-sama, semoga pernikahan kita langgeng ya. Walaupun awalnya kita dijodohkan, tapi setelah dijalani ternyata tidak seburuk yang aku pikirkan," sahut Julia. Keduanya menikah memang karena dijodohkan, orang tua mereka adalah sahabat lama yang kembali dipertemukan.

"Oya, aku berhasil memenangkan tendernya. Dan semua ini berkat bantuan dan dukungan darimu," ungkap Sevan kemudian. Seketika Julia tersenyum mendengar kabar gembira itu.

"Kamu serius, Mas. Selamat ya, kamu memang suami yang hebat," ucap Julia. Ia benar-benar bahagia mendengar kabar gembira tersebut.

"Di balik suami yang hebat, akan ada istri yang hebat pula. Yang siap memberikan dukungan dan mendoakan, Sayang terima kasih ya. Aku benar-benar tidak tahu harus ngomong apa lagi," tuturnya. Sevan lalu mencium kening dan pipi istrinya berkali-kali.

"Sama-sama, Mas." Julia mengangguk, lalu menenggelamkan wajahnya di dada bidang suaminya.

"Oya, aku sudah dapat rumahnya. Sudah aku bayar juga, besok atau lusa kita bisa pindah ke sana," ujar Julia.

"Maaf ya, jadi ngerepotin kamu. Harusnya kan aku yang mikirin hal ini, tapi .... "

"Kamu kan sibuk sama kerjaan, lagi pula cuma nyari rumah doang," potong Julia dengan cepat.

"Bukan masalah nyari rumahnya, tapi hampir semua kamu yang ngeluarin biaya. Aku janji, setelah perusahaan benar-benar sudah stabil. Aku akan mengganti semua uang yang sudah kamu keluarkan." Sevan menangkup wajah istrinya. Sementara Julia hanya tersenyum.

"Kamu apaan sih, Mas." Julia kembali menenggelamkan wajahnya di dada bidang suaminya.

Flashback off

Tin, tin, tin, suara klakson mobil membuat Sevan tersadar dari lamunannya. Seketika ia terkejut ketika sudah banyak mobil yang mengantri di belakangnya. Sevan melihat ke depan dan ternyata lampu hijau sudah menyala, gegar ia kembali melajukan mobilnya.

Tidak butuh waktu lama mobil Sevan berhenti di depan gerbang rumahnya. Lelaki itu menyipitkan matanya ketika melihat pintu gerbang yang tertutup rapat. Keadaan rumah pun terlihat sepi, setelah memarkirkan mobilnya Sevan beranjak turun.

"Tumben masih dikunci." Sevan melihat jika pintu gerbang masih dikunci. Hal yang tak biasa. Sevan berjalan mondar-mandir tak jelas, saat melihat ke dalam pintu dan jendela rumah juga tertutup rapat.

"Di telpon nggak bisa lagi." Sevan menggerutu ketika nomor istrinya masih juga belum aktif.

"Mas Sevan baru pulang ya." Suara seorang ibu seketika mampu membuat Sevan menoleh.

"Iya, Bu. Kira-kira, Ibu tahu nggak ke mana perginya Julia. Tidak biasanya rumah sepi seperti ini, pintu gerbang juga dikunci." Sevan melontarkan pertanyaan, berharap ibu tersebut mengetahui ke mana perginya Julia.

"Mbak Julia sudah pergi dari tadi pagi, Mas. Bawa koper gede, pas ditanya katanya mau pindah rumah. Memangnya, Mas Sevan tidak tahu," jelasnya. Seketika Sevan terkejut mendengar jika istrinya pergi tanpa memberitahu dirinya.

"Pindah rumah, kenapa Julia .... "

"Iya, Mas. Rumah ini katanya dijual, dan pembelinya akan pindah ke sini besok. Ya sudah saya permisi." Ibu itu memotong ucapan Sevan. Setelahnya ia beranjak pergi, sedangkan Sevan masih berdiri dengan pikiran dan hati yang semakin kacau.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
satu kata untuk sevan kapok
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status