"Ada apa, Mas?" tanya Nagita, wanita itu cukup penasaran dengan pesan yang diterima oleh suaminya itu."Baca ini." Sevan menyodorkan ponselnya tepat di hadapan mantan istrinya itu. Seketika Nagita tersenyum dalam hati ketika membaca pesan tersebut. Itu artinya peluang untuk kembali mendapatkan mantan istrinya itu lebih besar.Ternyata usaha yang Nagita lakukan selama ini tidak sia-sia. Wanita itu sangat berharap jika Sevan bisa kembali ia dapatkan. Jujur, Nagita menyesal karena pernah menghianatinya. Ia berjanji tidak akan melakukan kesalahan yang kedua kalinya."Wah bagus dong, Mas. Itu artinya kita bisa kembali bersama seperti dulu. Aku yakin, Sera akan sangat bahagia kalau kita bersatu lagi," ungkap Nagita dengan senyum sumringah. Namun Sevan cukup terkejut mendengar hal tersebut."Enggak bisa gitu dong, Julia sedang hamil, tidak mungkin aku melepaskannya. Apa kamu lupa, kalau aku bisa seperti ini berkat Julia," protesnya. Sevan benar-benar tidak setuju dengan usul mantan istrinya
"Sayang itu pasti ... maksud aku itu video lama sebelum kami bercerai." Sevan berusaha meyakinkan istrinya, berharap Julia mau mendengarkan apa yang ia katakan.Julia menyunggingkan senyumnya. "Aku tidak bodoh, Mas. Bukankah di sini ada tanggalnya, dan kamu masih berani untuk mengelak."Sevan benar-benar kehabisan kata-kata, ia bingung harus mengatakan apa lagi. Keadaannya benar-benar kacau, kalau sudah seperti ini, tidak ada harapan lagi untuk bisa meyakinkan istrinya. Namun yang membuat Sevan bingung, dari mana istrinya mendapatkan video itu."Julia kumohon tolong kamu percaya, dengan ucapanku." Sevan kembali memohon. Julia sudah tidak percaya lagi dengan ucapan suaminya itu."Sudahlah, Mas. Lebih baik sekarang kamu pulang ke rumah mantan istrimu itu, mereka pasti sudah menunggumu," kata Julia, rasanya iya sudah muak dengan kebohongan yang diciptakan oleh suaminya itu."Kamu ngusir aku, kamu nggak seneng suamimu pulang." Sevan menatap mata indah istrinya itu."Kalau aku nggak nyuruh
"Diblokir, kok bisa sih, Mas. Terus nanti ini bayarnya gimana." Nagita menatap lelaki yang berdiri di hadapannya. Sevan nampak mengusap wajahnya dengan gusar, bingung itu yang ia rasakan."Kamu ada uang nggak? Nanti aku ganti," ujar Sevan kemudian. Tidak ada pilihan lain, beruntung belanjaan tidak terlalu banyak. Tapi tetep juga kudu ngeluarin uang yang lumayan."Memangnya berapa?" tanya Nagita. Setelah itu Sevan menyebutkan total harga yang harus mantan istrinya itu bayar. Dengan sangat terpaksa Nagita mengeluarkan ATM miliknya."Ingat loh, setelah ini harus diganti." Nagita menyerahkan kartu ATM miliknya. Sevan menerima benda pipih dan kecil itu. Setelahnya ia memberikan kartu tersebut kepada pegawai kasir itu.Selesai membayar barang belanjaan, mereka memutuskan untuk pulang. Awalnya Sera masih ingin pergi, namun Sevan memaksa putrinya itu untuk pulang. Ia khawatir jika nanti Sera meminta sesuatu yang macam-macam.Dalam perjalanan pulang, Nagita lebih banyak diam, wanita itu benar
"Ini tidak mungkin, Julia tidak mungkin menjual rumah ini." Sevan mengusap wajahnya dengan gusar, lalu mengacak rambut. Rasanya otaknya ingin meledak dengan masalah yang kini menimpanya.Sevan kembali menghubungi nomor istrinya, tetapi hasilnya nihil. Ingin rasanya Sevan melempar ponselnya, hatinya selalu merasa gundah dan tidak tenang saat tidak ada kabar dari istrinya itu."Bagaimana ini, Julia kamu ke mana sih." Sevan kembali menekan nomor istrinya, berharap kali ini usahanya berhasil. Namun bukannya terhubung ke nomor Julia, tetapi justru ada panggilan masuk dari ibu mertuanya."Mama nelpon, bagaimana ini." Sevan bimbang harus menerima panggilan itu atau tidak. Namun jika ditolak, akan menambah masalah, dengan sangat terpaksa Sevan menggeser tombol berwarna hijau untuk menerima panggilan tersebut.[Halo, Van. Julia ada sama kamu nggak, mama hubungi nomornya kok nggak aktif]Sevan menelan ludahnya sendiri, bingung dan juga panik. Harusnya Sevan jujur jika istrinya pergi tanpa pamit
"Ya Tuhan, bagaimana ini. Aku tidak ingin jatuh miskin gara-gara perusahaan ini bangkrut," batin Sevan seraya mengusap wajahnya dengan gusar."Oya, Pak. Bapak juga sudah ditunggu oleh, pak Andy di ruangan," kata Rina. Pak Andy adalah salah seorang pengusaha yang sempat menawarkan untuk bekerja sama. Sevan berharap semoga, pak Andy mau melanjutkan kerja sama itu."Ya sudah, saya ke ruangan sekarang." Sevan membenarkan jasnya, lalu beranjak menuju ke ruangannya yang berada di lantai lima belas.Panas dingin hati dan pikirannya, entah kenapa perasaan Sevan mendadak tidak enak. Ada rasa khawatir jika pak Andy akan membatalkan rencana kerja sama mereka. Dan jika itu sampai terjadi, Sevan tidak tahu harus berbuat apa lagi.Kini Sevan sudah sampai di lantai lima belas, lelaki berjas hitam itu segera melangkah menuju ruangannya. Ceklek, pintu terbuka, Sevan tersenyum lalu melangkah masuk ke dalam. Terlihat jika pak Andy telah menunggunya."Maaf sudah membuat, Bapak menunggu." Sevan menjabat t
Nagita menaruh kopi tersebut di atas meja lalu merebut ponselnya. "Memangnya kenapa, aku ingin kamu bercerai dengan wanita itu. Tidak rela aku melihatmu bahagia dengannya."Sevan mengusap wajahnya. "Aku tidak akan pernah melepaskan Julia, apa kamu lupa. Aku bisa seperti ini berkat Julia, dan apa kamu lupa. Dulu saat aku bangkrut kamu minggat entah ke mana, tapi setelah aku sukses kamu datang lagi. Aku benar-benar menyesal sudah .... ""Penyesalanmu sudah tidak ada gunanya lagi, Mas. Karena semuanya sudah terjadi," potong Nagita dengan cepat."Kamu memang licik." Sevan menatap tajam mantan istrinya itu. Jika tidak ada Sera, sudah dipastikan keduanya akan bertengkar.Sevan benar-benar menyesal telah menghianati Julia, tidak seharusnya ia kembali menikmati madu dari wanita yang sudah jelas-jelas bukan istrinya. Namun semua itu terjadi karena ulah Nagita, wanita itu yang sudah menjebak Sevan."Sudahlah, Mas. Untuk apa kamu mikirin dia, biarkan saja pergi. Lebih baik sekarang kita fokus un
Cukup lama mereka terdiam, Sevan sibuk memikirkan bagaimana caranya bisa menemukan keberadaan istrinya. Berkali-kali lelaki berkemeja hitam itu mengusap wajahnya. Sevan merasa jika oksigen dalam tubuhnya sudah mulai menipis."Maaf, Ma. Sebenarnya kami sedang ada masalah, tapi Sevan janji. Secepatnya Sevan akan membawa Julia pulang." Sevan menundukkan kepalanya. Ia pasrah dengan apa yang akan ibu mertuanya itu katakan.Sinta bangkit dari duduknya, lalu berjalan mendekati menantu itu. "Hari ini kamu harus bisa membawa pulang Julia ke rumah saya. Jika tidak, jangan harap kamu akan melihat Julia dan anakmu kelak.""Mbak, tolong jangan ... maksud saya, rumah tangga pasti ada masalah. Tapi tolong jangan berkata seperti ini, jangan pisahkan Sevan dengan anaknya," timpalnya. Nita memang marah atas perbuatan putranya, tapi ia tidak rela jika Sevan dan anaknya kelak harus dipisahkan."Bukankah Sevan masih punya Sera, jadi tidak ada masalah kan. Ya sudah, maaf jika kedatangan saya mengganggu, pe
Nagita memegang pipinya yang terasa panas, ia tidak menyangka akan mendapatkan tamparan seperti ini. Sementara itu Sinta masih menatapnya dengan tajam. Namun berbeda dengan Julia, wanita hamil itu terlihat begitu tenang."Masih mau menuduhku pelakor, asal kamu tahu. Aku menikah dengan mas Sevan setelah kalian bercerai, aku sama sekali tidak merebutnya. Mas Sevan sendiri yang datang melamarku, justru di sini kamu yang berusaha merebutnya dariku. Tapi kamu tidak perlu khawatir, aku tidak butuh suami plin-plan seperti mantan suamimu itu." Julia menatap tajam mantan istri suaminya itu."Kalau kalian masih saling mencintai, untuk apa dulu bercerai. Oh iya, aku tahu, kalian bercerai karena mas Sevan bangkrut kan. Dan setelah mas Sevan bangkit kembali, kamu langsung mendekatinya, dengan menggunakan anak sebagai alasan. Aku ingin lihat, jika mas Sevan kembali bangkrut apa kamu masih mau dengannya," ungkap Julia. Mendengar itu seketika Nagita diam, hatinya terasa tersentil mendengar ucapan yan