Share

Bagaimana Kau Bercerai?

Di dalam rumah Santi, Geva diberikan selimut yang hangat serta coklat hangat yang baru saja dibuatkan oleh Santi. 

“Gev, mereka semua tidak normal, ya. Bisa-bisanya memperlakukan hal kejam ini pada dirimu. Keluarga itu memang ... ah,  luar biasa sekali buruk.” 

Santi membuat ekspresinya ditekuk. Dia sungguh kesal melihat kejadian tadi dan merasa sangat kasihan sekali dengan Geva yang sedang hamil besar seperti ini. 

“Kau tidak ingin cerai saja, Gev?” tanya Santi dengan tatapan mata yang sedih. Sebagai seorang ibu dan wanita dia merasakan kesedihan yang muncul dari wajah Geva. 

Ini terlalu berat, dia bahkan saat membuatkan minuman hangat untuk Geva meneteskan air mata. 

“Anakku sebentar lagi lahir, Mbak. Jadi, aku harus bertahan demi anakku, Damas juga nanti akan berubah. Dia sangat mencintaiku,” jelas Geva dengan  senyuman yang begitu lemah. Dia membuatnya dengan susah payah, karena dia sebenarnya akan menangis ketika bicara seperti itu. 

Untungnya dia berhasil menangis  tapi dia tetap saja membuat Santi khawatir padanya. 

“Aku tidak bisa memaksamu untuk melakukan itu jika kau memilih bertahan, Geva. Tapi kalau kamu butuhkan bantuan, kau bisa memintanya padaku.” Santi dengan suara yang lembut sekali memegang tangan Geva, hati yang membedakan senyuman yang hangat pada Geva yang terlihat sangat rapuh sekali. 

“Terima kasih, Mbak. Ini sulit ... apalagi dia membawa wanita lain ke rumah dan mengatakan itu adalah calon istrinya.” 

“Ah?!” sontak saja Santi sangat tidak percaya dengan apa yang dia dengar itu. 

Damas itu sudah punya istri dan sekarang sedang mengandung, dia juga memperlakukan istrinya dengan buruk. Bisa-bisanya dia membawa wanita lain dan mengatakan kalau itu adalah calon istrinya, itu sungguh hal yang tidak masuk akal sekali. 

“Ya, Mbak. Tadi aku diusir keluar dari rumah karena protes padanya mengenai Damas yang ingin menikahi wanita bernama indah.” 

Geva meremas tangannya dengan sangat kuat sekali, hal itulah yang membuat Santi tahu kalau ucapan yang dikatakan oleh Geva itu benar.

Santi tiba-tiba langsung memeluk tubuh Geva yang gemetar hebat. Saat Santi melakukan itu barulah Geva menangis dengan deras, dia merasakan sakit hati yang luar biasa dalam dirinya, pria yang sangat dia cintai bagaimana bisa menghianatinya seperti ini?  

“Dia gila, Gev! Mereka gila! Apa yang dilakukan oleh suamimu itu tidak benar.” Santi meremas tangannya, dia dipenuhi kebencian pada tetangga sebelahnya itu. 

“Tidak apa, Mbak ... besok aku akan kembali bicara lagi pada Damas, mungkin sekarang dia masih kebingungan.” Geva sedikit menjauhkan tubuh di antara mereka, senyumannya masih saja muncul wajahnya yang pucat.  

Dia sedang berusaha keras untuk menjadi wanita yang kuat. 

Rasa sakit hati ya dia alami benar-benar membuatnya menderita dan akhirnya dia yang kelelahan itu tertidur di kasur Santi dengan sangat nyenyak. 

***

Geva terbangun, dia disapa oleh suara ramah milik Sinta. 

“Pagi, Gev. Duduk sini, kita sarapan bersama!” Sinta menarik kursi yang ada di dekatnya, dan memberikan tatapan mata yang lembut agar Geva yang sedang terluka tidak semakin terluka. 

Geva melihat apa yang ada di atas meja, sarapan sudah selesai. Ada nasi goreng dan minuman hangat di atasnya. Geva menelan ludahnya dengan rasa bersalah. 

“Mbak, maaf aku tertidur kemarin di kamar Mbak Santi. Aku bahkan tidak membantu membuatkan sarapan untuk mbak dan juga Lala.” 

Geva merasa sangat bersalah sekali, dia menjadi tamu yang tidak tahu diri yang mendapatkan kebaikan dari Santi berulang kali. Setidaknya dia harus membantu Santi membuatkan sarapan itu pun belum bisa membayar apa yang dilakukan Santi pada dirinya. 

“Gev, duduklah.” Santi memegang pundak Geva sambil tersenyum. “aku terbiasa melakukan hal ini dan kau itu adalah tamuku yang memang harus dijamu.” 

Geva rasanya begitu sedih mendengar ucapan tulus Santi, dia melihat sepiring nasi goreng di depannya dan meneteskan air mata. 

“Kenapa Tante menangis?” tanya Lala sambil menatap dirinya. 

“Ini enak sekali, Lala. Tante menangis karena hal itu. Masakan ibumu luar biasa sekali.”  Geva mengusap matanya dan menunjukkan senyum yang tulus pada Lala yang berumur lima tahun. 

Setelah sarapan selesai, Geva dengan cepat mengunci piring sebelum Santi melakukan hal seperti itu lagi, dia tidak bisa membiarkan Santi selalu melakukan tugas seperti itu. Dia tidak ingin menjadi orang yang tidak tahu diri. 

Santi sudah bersiap ke kantor, dia bekerja dan suaminya bekerja di tempat jauh, hanya akhir pekan kembali ke rumah ini. Karena itulah Geva sedikit bisa santai di sini ketika menginap, tapi tetap saja dia tidak bisa terus menginap di sini dan sekarang sedang bersiap untuk pulang. 

“Kau tidak harus pulang sekarang jika masih mau di sini. Mungkin mereka akan menyiksamu lagi, Gev.” 

Geva tersenyum memegang tangan Santi. “Terima kasih, Mbak. Karena telah mengkhawatirkanku.” 

Geva memberikan pelukan hangat Santi. Dia tidak ingin menyusahkan orang lain lebih dari ini. Baru saja dia ingin kembali melangkah ke halaman belakang Lina ternyata sejak tadi telah menatapnya dengan mata yang nyalang. 

“Dasar menantu tidak tahu diri! Bagaimana bisa kau bersikap seperti ini padaku yang memperlakukanmu dengan sangat baik sekali?!” Lina membuat drama di pagi hari, sehingga orang-orang akan berpikir jahat Geva. 

“Hei, Bu! Kau mengurung Geva diluar, dasar jahat!” Santi yang kesal langsung membalas ucapan  Lina. Membuat Lina terkejut. 

“Geva! Kemari kau, dasar tukang fitnah!”

Santi hingga membalas lagi ucapan wanita tersebut, tapi Geva buru-buru memegang tangan Santi dan menatapnya. 

“Aaa, kau terlalu baik, Gev. Jangan sungkan untuk meminta bantuan padaku.” 

“Ya, Mbak.” 

Geva akhirnya melepaskan genggaman tangannya kemudian berjalan mendekati Lina yang menatapnya dengan tatapan mata tajam. Santi bisa melihat kalau Lina dipenuhi dengan kemarahan luar biasa. Saat Geva berada di depannya, wanita itu langsung mendorong kepala Geva dan menarik tangannya masuk ke dalam rumah. 

“Ah, memang keluarga itu sampah sekali.” 

Santi memasang wajah yang sangat memaksa melihat hal itu.

Sedangkan di dalam rumah kepala Geva di dorong dengan sangat kuat oleh Geva. 

“beraninya kau menyebarkan gosip tentangku! Kau sungguh tidak tahu diri sekali melakukan hal itu!” 

“aku tidak melakukannya, Bu.” Geva membela diri, dia mencoba menghindari dari dorongan di kepalanya yang membuat kepalanya terasa sakit. 

“Ya, sebentar lagi juga menantu tidak berguna ini akan pergi dari sini, Bu.” Warda muncul dia berdandan dengan begitu heboh hanya untuk ke kampus. Dia Amerika sedikit kepala yang membuat Geva. 

Geva bahkan tidak bisa membalas ucapan mereka. Hari itu, dia mencoba untuk mengalah dan ingin merayu suaminya lagi, sebelum dia menyadari kalau semuanya tidak berguna sama sekali. Dia hanya membuat 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status