Diiringi dengan instrumental khas pengiring tarian balet, tubuh Anna mulai melakukan gerakan gemulai tarian favoritnya di dekat jendela raksasa yang memampang pemandangan kota, di ruang tengah Penthouse.
Memanfaatkan kediaman yang sedang tak penghuni saat ini, Anna menari dengan jiwa bebas bahkan tanpa memperhatikan apapun termasuk keselamatan kandungannya. Bagi siapapun yang melihat tarian Anna saat inu, pasti akan memuji setiap gerakan tubuh yang meliuk indah mengikuti ritme instrumental. Namun, mereka salah. Yang sebenarnya terjadi adalah batin Anna sedang berkecamuk. Perangai kuat dan periang yang melekat padanya kini seolah menghilang berganti ketakutan dan juga gamang hebat. Anna merasa semesta sedang jahat padanya. Bagaimana bisa semua kesialan menimpanya hampir di waktu bersamaan. Suami yang pergi untuk selamanya, mertua yang mengusirnya tanpa aba-aba, dan juga kini ia harus menanggung kehamilan tanpa Nathan. Rasanya, ia lebih baik menyusul mendiang suami yang telah lebih dulu meninggalkan dunia fana. Bulir air mata mulai luruh di atas wajah cantik yang menunjukkan ekpresi datar, tetapi penuh kepedihan dalam hati. "Apa yang kau lakukan, An?" seru Elmer yang baru saja tiba di dalam Penthouse. Dengan cepat Anna mengusak air mata di pipi lalu berbalik badan menghadap Elmer tanpa menghentikan tarian. "Aku sedang menari, Kak," balas Anna datar sementara Elmer malah mengerenyitkan dahi keheranan. "Kau sudah pulang? Padahal ini masih siang?" lanjut Anna masih melakukan tarian lincah tanpa melihat lawan bicara. "Hentikan, An. Kakimu bisa terkilir jika terlalu energik." Melihat gerakan Anna yang terlalu memaksakan, Elmer sangat khawatir. Pria itu segera meminta Anna untuk berhenti. Namun, Anna sama sekali tak mengindahkan peringatan Elmer. Wanita itu terus menari dan menari serupa orang yang sedang frustrasi. GREB! Di luar dugaan, Elmer sukses meraih tubuh Anna ke dalam dekap. Mata keduanya pun bertemu dan saling tatap intens dari jarak beberapa inci saja. "Katakan padaku apa yang mengganggumu, An?" tanya Elmer dengan warna suara bass yang lembut didengar. Ia yakin sesuatu sedang menggangu mantan adik iparnya itu. "Tidak ada. Sudah kubilang aku hanya menari," kilah Anna membuang pandangan, menggeliatkan tubuh mengisyaratkan minta dilepaskan. "Cih! Sikapmu berkata sebaliknya." Elmer berdecih tak percaya. "Kau sedang hamil, An. Apa kau sadar tarian yang kau lakukan bisa membahayakan janin!" "Darimana kau tau? Aku meminta dokter tak memberitahukannya padamu?" tanya Anna menyelidik. "Jangan mengalihkan topik, An." "Lalu bagaimana dengan aku, Kak!?" sentak Anna mulai memuntahkan amarah. "Aku harus menanggung semua beban tanpa Nathan." Air mata yang mati-matian ditahan, kini tumpah memenuhi pipi berisi Anna. Dengan suara parau, puan itu juga mencaci maki semesta di hadapan Elmer yang memberinya nasib buruk dalam tak sanggup ia terima. Sementara itu, Elmer hanya bisa bergeming kala cercaan Anna mengisi seluruh sudut Penthouse-nya. Bukan tak ingin menenangkan, pria itu tahu jika seorang yang sedang marah tidak butuh wejangan apapun. Mereka hanya butuh didengarkan. "Kau sudah selesai?" tanya Elmer lembut saat napas Anna terengah sembari menahan isak tangis. Tubuh Anna yang mulai terkulai lemah kini dibawa kedalam pelukan oleh Elmer. Tangisan selanjutnya pecah saat wajah Anna menyentuh dada bidang mantan iparnya itu. "Aku hanya ingin bersama Nathan, Kak! Mengapa semesta tidak adil padaku?" lirih Anna seraya terisak. "Semesta memang terkadang tak adil, An. Tapi, kau tetap harus melanjutkan hidupmu yang berharga," balas Elmer mengusap sayang surai Anna, turut merasakan kepedihan Anna. "Kau harus kuat, An. Kau tidak ingin mengecewakan Nathan, bukan?" Tak ada kata yang menguar melainkan gelengan kepala singkat yang terasa di dada bidang Elmer, diiringi isakan yang semakin parau. "Aku akan melindungimu, An. Aku tidak akan membiarkanmu jatuh dan tersakiti. Jika perlu, aku akan menjadi sosok ayah untuk keponakanku." janji Elmer dalam hati. *** "Sedikit lagi, Baby. Ahh ...." Des*h nikmat pria pemilik tubuh kekar meski usianya tak muda lagi semakin meninggi seiras kegiatan olahraga panas dengan seorang wanita cantik berlangsung ugal-ugalan. "Ah, kau nakal sekali, Sayang," balas sang partner wanita sembari bergerak energi menaik-turunkan panggul. Sang pria lantas semakin mendekap wanitanya kala mendekati klimaks, memompa tubuh sexy itu dalam posisi duduk bak pergerakan piston. Tak lama, lenguhan panjang menguar dari belah ranum keduanya seiras gerakan yang perlahan melemah dan kegiatan panas sore itu pun selesai. "Seperti biasa, kau sangt b*nal, Kaia. I loved it," puji sang pria pada wanita bernama lengkap Kaia Anderson. "Hanya bin*l? Kau berkata demikian seolah aku adalah Jal*ang padahal jelas-jelas aku kekasihmu." Kaia malah bercicit protes sembari merengut masam. "Hey, itu tidak benar. Kau tau aku hanya mencintaimu, bukan? Kemarilah!" Pria pemilik pesona matang itu lantas membawa tubuh kekasih yang masih di atas pangkuan ke dalam dekapan dada bidang dengan hamparan bulu halus. Kulit sepasang kekasih itu saling bersentuhan tanpa terhalang sehelai benang pun. "I Love you, Kaia." Senyuman sumringah pun terulas dari dahi wanita yang masih bercucuran keringat. "I love you more, Jacob," balas Kaia antusias. "Jadi ... kapan kau menceraikan Maria dan menjadikanku milikmu satu-satunya, Jac?" tanya puan cantik pemilik rambut gelombang berwana ombre cokelat yang tiba-tiba membahas pernikahan Jacob. "Argh, pertanyaan ini lagi. Apa tidak ada hal lain? Mengapa kau selalu mengacaukan mood after s*x, Kai?" Jacob spontan menyingkirkan perlahan tubuh Kaia ke sofa sebelah imbas kesal. Pria itu lantas memakai kembali pakaian miliknya yang tercecer sembarang. Harus ia akui, kepalanya serasa mau meledak setiap kali kekasih gelapnya menanyakan perceraian dengan istri sah. "Aku sudah muak, Jac. Aku tidak ingin terus menjadi yang kedua. Bukankah hanya satu kali proses lagi maka proses perceraianku dengan Elmer akan berakhir ?" cecar Kaia tak terima seraya mengambil posisi berdiri. "Aku tau, Kai. Tapi tolong kau bersabar sedikit." Jacob memijat kening frustrasi. Nyatanya, kekasih gelap Jacob adalah istri Elmer alias menantunya sendiri. "Lalu sampai kapan? Kau sudah berjanji padaku, bukan?" lanjut Kaia berdecak kesal. Meski sangat geram, Jacob terpaksa harus menahannya karena Kaia adalah kunci rencana untuk mendepak Anna dari kepemilikan saham. Keluarga konglomerat Anderson yang sebelumnya menggabung saham sampai senilai sepuluh persen lebih kini sudah menarik porsi kepemilikannya imbas proses perceraian putrinya dan Elmer. Kini, Jacob berniat memperbaiki hal tersebut. Dengan mengeluarkan jurus rayuan andalan, Jacob mencoba menenangkan Kaia yang sedang tantrum. Pria itu memperlakukan Kaia dengan penuh kasih sayang, memakaikan dress piyama menutupi tubuh mulus sang wanita. "Aku tak ingin siapapun melihat tubuhmu, Sayang. Karena kau adalah milikku, mengerti?" ujar Jacob terdengar possesive seraya mengecup kening Kaia. Entah mengapa dada sang puan yang sebelumnya panas kini perlahan mereda. Perlakuan Jacob selalu berhasil membuat hati wanita berusia 20 tahun lebih muda darinya itu luluh dalam waktu singkat. "Dusta. Kau terdengar seperti sedang menginginkan sesuatu dariku." Kaia menahan mati-matian gejolak sumringah dalam dada seraya membuang pandangan "Kau benar. Dan aku berjanji jika kali ini kau mengabulkannya ... maka aku akan menjadi milikmu seutuhnya." Kaia sontak terkesiap, tatapannya kini kembali teralih pada Jacob. "Kau tidak berbohong, kan?" "Tidak, aku benar-benar akan menepatinya kali ini." "Lalu, apa yang kau inginkan?" tanya Kaia terdengar ragu. "Aku ingin kau membatalkan proses perceraian dengan Elmer dan kembali padanya," pungkas Jacob disertai raut penuh ketegasan. "Kau sudah gila, Jac! Itu tidak mungkin!""Argh!" Erangan sesekali terkuar dari mulut Leon di tengah proses Mia mengobati lukanya."Maaf, hanya ada obat ini dan alkohol. Aku pun baru pertama kali mengobati orang terluka," cetus Mia tanpa melihat mata lawan bicara karena fokus mengobati sudut kening Leon yang lukanya cukup menganga parah."Kenapa kau tidak pergi ke dokter? Aku yakin kau orang berada karena mampu membayarkan uang semesteranku," tanya Mia yang kali ini menghentikan kegiatannya."Simpanlah sarkasmu, Mi. Jika kau tak mau mengobatiku biar aku saja." Leon menimpali dengan ketus. Namun, sejujurnya ia tak ingin Mia membahas tentang dirinya dan kejadian yang menimpanya malam ini. "Ugh, kau ketus sekali. Aku hanya bertanya." Mia memutar bola mata dengan malas sembari tangannya pindah mengobati bagian sudut bibir Leon.Tak dapat dipungkiri, jarak yang sangat dekat membuat jantung Mia berdebar cukup hebat, akan tetapi ia mati-matian menahannya."Teruslah berjalan ji
"Kau sepertinya sedang mabuk, Kak. Beristirahatlah," pinta Anna yang sebenarnya mengalihkan topik pembicaraan. "Aku hanya menenggak satu gelas saja dan masih cukup sadar untuk bertanya, An. Tolong jawab aku ...." Elmer menghela napasnya dalam dan kembali mengulang pertanyaan dengan harapan jawaban jujur ia dengar dari bibir wanita yang masih bertahta di hati hingga saat ini. "Apa kau akan menerimaku jika aku yang menyatakan cinta padamu sebelum Nathan?" Seolah terasa berat, Anna masih bergeming tak langsung merespon. "Ch! Bodohnya aku, jelas-jelas jawabannya pasti Nathan, kan?" Sempat terkekeh getir, Elmer lantas meminta maaf singkat dan memutuskan beranjak dari hadapan Anna. "Aku akan menerimamu Kak Elmer. Aku akan menerima cintamu karena aku merasakan hal yang sama sepertimu sebelum Nathan datang padaku," tegas Anna lagi secara to the point karena tak tahan dengan tekanan keadaan. Terlebih, Elmer telah menciumnya tadi siang. Sementara itu, pernyataan Anna barusan sukses men
Malu sekaligus gusar tengah melanda Anna. Batinnya bergulat hebat sembari menatap sendu ke arah pemandangan kota dari kamar lantai sepuluh Penthouse yang hampir memasuki senja. Sesekali ujung baju diremat imbas sesal jika mengingat peristiwa terlarang dengan mantan iparnya tadi.Anna berbohong. Pertautan belah ranum dengan Elmer memang lebih terkesan sebagai penghianatan terhadap mendiang suaminya dan juga istri Elmer. Namun, jauh di lubuk hati yang terdalam, aksi yang dilakukan mantan iparnya terasa begitu mengagumkan dan manis.Ada apa dengan hati ini? Maafkan aku, Nath.Di tengah kegalauan, ponsel Anna tiba-tiba bergetar pertanda panggilan masuk. Rupanya nama sang adik yang tertera di layarnya."Ah, kebetulan kau telpon, Mi. Aku ingin menanyakan tentang kode virtual pembayaran uang semesteran. Mengapa saat hendak membayar kode tersebut sudah dibayarkan?" cecar Anna mengingat keterangan Elmer yang sebelumnya tidak dapat melakukan transaksi pembayaran uang kuliah Mia."Itu yang ingi
"Kau kemana saja, An?" tanya Elmer dengan nada sedikit mendesak.Saat sedang menunggu di depan elevator probadi, kedua pintu baja silver itu terbuka dan menampilkan sosok Anna yang membawa tas penuh barang di tangan kanannya."Ah, aku tadi belanja sebentar bahan makanan ke supermarket," balas Anna polos.Elmer pun segera menyambar tas belanjaan Anna diiringi rasa khawatir yang terbalut sedikit protes pada mantan adik ipar yang belum beristirahat padahal baru saja keluar dari rumah sakit.Sembari mengeluarkan bahan makanan, Anna lantas meminta maaf atas sikap sembrono yang tak mengindahkan saran dokter."ARGH!" Pekik kesakitan tiba-tiba menguar dari belah ranum janda berusia dua puluh tujuh tahun itu. Bukan tanpa sebab, rupanya kepala udang yang tajam sukses menggores jari telunjuk yang langsung mengelurkan cairan pekat berwarna merah."Biar aku lihat!" Melihat kejadian tersebut, Elmer sigap mendekat dan langsung mengisap jari telunjuk Anna.Di saat bersamaan, serangan jantung yang be
"Apa? Sudah dibayarkan?" Elmer terkesiap disertai dahi yang mengkerut kebingungan saat menghubungi Sky University untuk memastikan kode pembayaran adik mantan iparnya, Mia. Pasalnya, Elmer sudah mencoba membayar memakai kode tersebut, akan tetapi transaksi kerap berujung gagal diikuti dengan keterangan kode virtual sudah terbayarkan.Elmer lalu mengakhiri panggilan meski masih menyisakan tanda tanya besar. Sebelumnya, Anna dengan jelas mengatakan bahwa semua urusan keuangan dan transaksi yang berhubungan dengan sang adiknya kerap ditangani Nathan semasa hidup.Sepertimya aku harus segera bertanya pada Anna, Elmer membatin seraya bergegas hendak menyusul Anna.Di sisi lain."Uhm, maafkan aku jika tadi sempat bersikap ketus dan defensif," tutur Shera diiringi nada penuh sesal karena telah salah mengira Anna adalah orang asing yang hendak mencelakakan keponakannya. "Aku Shera, sepupu Reiner." Shera lantas memperkenalkan diri dan bersikap ramah setela
"Kak.""Hmm?""Bisa lepaskan aku sekarang? Aku tidak ingin istrimu tiba-tiba menyeruak dan berasumsi macam-macam," pinta Anna saat Elmer masih memeluknya."Aku tidak akan kembali padanya, An," balas Elmer lembut seraya menarik diri dari pertautan dekap. "Maaf jika aku terbawa suasana barusan," lanjutnya lagi dengan gelagat sedikit canggung."Tak apa. Aku yang memulainya jadi di sini aku yang salah." Wajah Anna pun berpaling guna membuang rasa gugup yang mendera. Namun, dengan cepat ia mengganti topik perihal alasan Elmer yang mengakui bahwa tidak ingin rujuk dengan sang istri."Duduklah jika kau sungguh ingin tau. Aku akan ganti baju dulu." Elmer mengisyaratkan agar Anna duduk di sofa bed berwarna abu dekat ranjang sementara Elmer izin mengganti baju terlebih dahulu di ruang wardrobe pribadi miliknya."Ergh, aku sungguh penasaran tapi kau malah menggantu baju," keluh Anna yang sebenarnya didengar Elmer."Baiklah akan kujelaskan dengan keadaan begini karena kau tak sabaran."DEG!Lagi-