"Selamat, Nyonya. Kau positif hamil," ucap dokter pribadi langganan Elmer setelah meminta wanita itu untuk melakukan pemeriksaan tes urin. Meski begitu, Anna disarankan untuk tetap memeriksakan kandungan ke dokter spesialis.
Bukannya senang, Anna malah memasang senyum getir diiringin netra yang tiba-tiba menatap kosong ke arah sang dokter. Beruntung Elmer tidak ada di dalam kamar karena Anna memintanya untuk tak menginterupsi saat sang dokter memeriksa. "Dokter ... tolong rahasiakan ini pada kakak iparku," pinta Anna memohon. Sang dokter mengerenyitkan dahi seakan keberatan. Bagaimanapun, Elmer adalah pelanggan tetap yang loyal—yang pasti akan mempertanyakan perihal kesehatan pasien yang ia mintai tolong untuk diperiksa termasuk kondisi Anna. "Uhm ... kau tidak perlu khawatir. Aku, akan memberi kabar ini sebagai kejutan," lanjut Anna yang sebenarnya berkilah, tak ingin kehamilannya diketahui oleh siapapun. Sang dokter lantas manut. Tak lama pria paruh baya bergelar dokter umum itu pamit dari hadapan Anna yang masih dalam posisi duduk setengah berbaring di atas ranjang. Kau dengar, Nath. Kita berhasil. Kita berhasil memanggil malaikat kecil untuk tinggal diperutku. Tapi ... tapi mengapa kau harus pergi. Bagaimana jadinya malaikat kecil ini tanpa seorang ayah? Anna membatin pilu. Di saat bersamaan anganya membawa kembali ingatan saat Nathan dan dirinya begitu bersusah payah ingin memiliki momongan. "Kau siap, An?" tanya Nathan antusias. "Aku siap. Tapi benda apa yang kau pegang, Nath?" "Ini adalah convety pesta. Jika kali ini berhasil. Aku akan langsung meniupnya pertanda awal mula aku menjadi calon ayah," balas Nathan memamerkan barisan gigi rapi miliknya. Terhitung empat kali sudah Anna merasakan gejala seperti wanita hamil selama tiga tahun menikah dengan Nathan. Namun, sayang, semua hanyalah false alarm. Dua garis biru pada test pack yang mereka harapkan kerap berujung pada hasil satu garis saja. "Ya Tuhan, maafkan aku, Nath," cetus Anna pasrah saat hasil untuk yang kelima kali ternyata tak sesuai harapan. Meski sebenarnya kecewa pada semesta yang belum mempercayakannya seorang anak, Nathan tak ingin memperlihatkan gusar di hadapan istri tercinta. Baginya, Anna adalah dunianya tanpa malaikat kecil sekalipun. "Astaga, An. Kau tidak perlu meminta maaf, Sayang. Kita masih bisa mengupayakannya lagi," balas Nathan menenangkan dilema sang istri. "Hmm, mari kita mencoba metode yang sedang viral untuk memancing malaikat kecil ke dalam perut kesayanganku ini." Kekehan renyah seketika menguar dari belah ranum Anna, menggantikan kepedihan saat Nathan dengan cepat membelokkan topik pembicaraan. Anna bersyukur bahwasanya tak pernah ada sedih berkepanjangan selama menjalani pernikahan dengan Nathan. Namun, kini. Situasi seolah berkebalikan, puan itu sedang ada di fase sangat rapuh ditambah kondisi kehamilan yang kini harus ditanggung sendirian. *** Muak dengan isi wasiat yang ditinggalkan mendiang putra bungsunya, Jacob dan Maria memutuskan mendatangi rumah tetua Geraldo alias rumah ayah Maria. Kediaman utama yang berada di tengah lahan dua ribu hektar itu memiliki rute cukup jauh dari gerbang. Mobil Jacob dan Maria melewati jalan aspal mulus dalam kawasan yang di sisi kanan dan kirinya tersemat pemandangan kebun buah dan juga hamparan hijau lapangan golf pribadi. "Kau harus bisa membujuk ayahmu kali ini, Mar. Mengerti?" tegas Jacob seraya mengemudikan mobil. "Ergh, tanpa kau minta pun aku akan merajuk pada ayah. Tenanglah sedikit, Jac," keluh Maria pada suaminya. Biasa disupiri, pasangan suami istri itu sengaja datang berdua saja kali ini. Terlalu banyak hal privasi yang mereka bahas sehingga tak ingin siapapun mendengarnya termasuk supir pribadi. Sesampainya di kediaman utama serupa Masion tua nan estetik bergaya khas bangunan Eropa lama, Jacob dan Maria langsung disambut oleh asisten pribadi sang tetua. "Selamat datang Tuan dan Nyonya. Tuan Richard sudah menunggu. Mari ikuti saya." Beberapa saat kemudian. "Ayah, apa kabar?" sapa Maria pada sosok Richard Geraldo, pria berusia nyaris kepala enam yang membelakangi sembari duduk santai mengapit cerutu mahal di sela jemari, memandang pada hamparan luas padang golf pribadi. "Tidak perlu basa-basi, Mar. Katakan niat kalian sampai berani mengganggu sesi berharga bermain golf." Suara bariton Richard membalas to the point. Topi putih khas pemain golf sedikit ia geser untuk mengukur jarak pandang lubang di depan sana. Giliran Jacob sang menantu yang maju bicara kali ini. Atas nama Maria dan dirinya, ia mengaku kebingungan mengapa Richard sebagai tetua mengabulkan wasiat mendiang cucunya yakni menyetujui saham dan harta atas nama Nathan diberikan untuk Anna. Padahal, Jacob tahu betul bahwa mertuanya tidak menyukai Anna karena berasal dari kalangan status sosial rendahan. "Kau bisa saja menggugurkan wasiat Nathan perihal saham karena kau pengatur utama saham Geraldo Enterprise, Ayah," lanjut Jacob dengan nada kecewa. "Mengapa? Kau mau saham Nathan menjadi milikmu?" cemooh Richard seraya tersenyum miring sementara Jacob terlihat gelagapan. "Uhm ... tidak seperti itu, Ayah. Maksud Jacob adalah Anna tak selevel dengan kita," timpal Maria membela suaminya. "Aku memang tidak menyukai Anna, tapi aku masih memiliki hati nurani untuk tidak menolak permintaan terakhir Nathan. Bagaimana pun dia tetap cucuku." Kedua mata senja Richard yang masih belum melihat ke arah lawan biacara, kini mulai berangan mengingat pertemuan terakhirnya dengan Nathan. "Aku tahu kau dan yang lain tidak benar-benar menerima Anna. Tapi kumohon, sampai mati aku tidak rela jika Anna luntang lantung di jalan. Izinkan wanita yang kucintai hidup bahagia, Kakek." "Jadi ... apa yang ingin kau sampaikan, Nath?" "Anggap saja ini permintaan terakhirku. Berikan semua hak atas namaku untuk Anna dan jika dia menolak, aku akan menyumbangkannya pada yayasan kanker." Napas yang sempat tertahan akhirnya dihela berat oleh Richard. Meski sebenarnya tak ikhlas, permintaan terakhir Nathan yang sedang sekarat membuat hatinya terenyuh. Saat itu juga, Richard memberi akses persetujuan wasiat cucunya. "Tapi bukankah itu berlebihan, Ayah. Sebuah rumah dan beberapa jumlah uang sudah cukup untuk gembel itu, bukan? Mengapa kau malah menyetujui tanpa berdiskusi padaku?" Maria merajuk kali ini. Namun, Richard masih terlihat santai dan mulai bangkit berdiri, mengambil stick pemukul bola golf. "Sudahlah, aku benci berdebat. Aku tau kalian berdua akan menghadapku seperti ini," balas Richard terdengar sinis. "Begini saja. Kita tetapkan pada peraturan lama. Hanya jika kalian bisa mendapat gabungan saham mecapai tujuh puluh persen, baru kalian akan mampu mendepak Anna." Dengan kata lain, Jacob dan Maria harus mencari gabungan saham murni sebanyak sepuluh persen lagi untuk bisa menjadikan saham keduanya tujuh puluh persen guna menyingkirkan Anna dari bursa pemegang saham. Namun, sayang. Biasanya tak ada perusahaan yang mau menanam saham lebih dari lima persen hanya berdasarkan kerjasama biasa. Sial! Tidak ada cara lain selain yang satu itu. Tunggu, Anna. Aku pasti akan menyingkirkanmu. Jacob membatin kesumat sembari terlintas sebuah cara yang ia asumsikan ampuh menyingkirkan mantan menantunya itu."Argh!" Erangan sesekali terkuar dari mulut Leon di tengah proses Mia mengobati lukanya."Maaf, hanya ada obat ini dan alkohol. Aku pun baru pertama kali mengobati orang terluka," cetus Mia tanpa melihat mata lawan bicara karena fokus mengobati sudut kening Leon yang lukanya cukup menganga parah."Kenapa kau tidak pergi ke dokter? Aku yakin kau orang berada karena mampu membayarkan uang semesteranku," tanya Mia yang kali ini menghentikan kegiatannya."Simpanlah sarkasmu, Mi. Jika kau tak mau mengobatiku biar aku saja." Leon menimpali dengan ketus. Namun, sejujurnya ia tak ingin Mia membahas tentang dirinya dan kejadian yang menimpanya malam ini. "Ugh, kau ketus sekali. Aku hanya bertanya." Mia memutar bola mata dengan malas sembari tangannya pindah mengobati bagian sudut bibir Leon.Tak dapat dipungkiri, jarak yang sangat dekat membuat jantung Mia berdebar cukup hebat, akan tetapi ia mati-matian menahannya."Teruslah berjalan ji
"Kau sepertinya sedang mabuk, Kak. Beristirahatlah," pinta Anna yang sebenarnya mengalihkan topik pembicaraan. "Aku hanya menenggak satu gelas saja dan masih cukup sadar untuk bertanya, An. Tolong jawab aku ...." Elmer menghela napasnya dalam dan kembali mengulang pertanyaan dengan harapan jawaban jujur ia dengar dari bibir wanita yang masih bertahta di hati hingga saat ini. "Apa kau akan menerimaku jika aku yang menyatakan cinta padamu sebelum Nathan?" Seolah terasa berat, Anna masih bergeming tak langsung merespon. "Ch! Bodohnya aku, jelas-jelas jawabannya pasti Nathan, kan?" Sempat terkekeh getir, Elmer lantas meminta maaf singkat dan memutuskan beranjak dari hadapan Anna. "Aku akan menerimamu Kak Elmer. Aku akan menerima cintamu karena aku merasakan hal yang sama sepertimu sebelum Nathan datang padaku," tegas Anna lagi secara to the point karena tak tahan dengan tekanan keadaan. Terlebih, Elmer telah menciumnya tadi siang. Sementara itu, pernyataan Anna barusan sukses men
Malu sekaligus gusar tengah melanda Anna. Batinnya bergulat hebat sembari menatap sendu ke arah pemandangan kota dari kamar lantai sepuluh Penthouse yang hampir memasuki senja. Sesekali ujung baju diremat imbas sesal jika mengingat peristiwa terlarang dengan mantan iparnya tadi.Anna berbohong. Pertautan belah ranum dengan Elmer memang lebih terkesan sebagai penghianatan terhadap mendiang suaminya dan juga istri Elmer. Namun, jauh di lubuk hati yang terdalam, aksi yang dilakukan mantan iparnya terasa begitu mengagumkan dan manis.Ada apa dengan hati ini? Maafkan aku, Nath.Di tengah kegalauan, ponsel Anna tiba-tiba bergetar pertanda panggilan masuk. Rupanya nama sang adik yang tertera di layarnya."Ah, kebetulan kau telpon, Mi. Aku ingin menanyakan tentang kode virtual pembayaran uang semesteran. Mengapa saat hendak membayar kode tersebut sudah dibayarkan?" cecar Anna mengingat keterangan Elmer yang sebelumnya tidak dapat melakukan transaksi pembayaran uang kuliah Mia."Itu yang ingi
"Kau kemana saja, An?" tanya Elmer dengan nada sedikit mendesak.Saat sedang menunggu di depan elevator probadi, kedua pintu baja silver itu terbuka dan menampilkan sosok Anna yang membawa tas penuh barang di tangan kanannya."Ah, aku tadi belanja sebentar bahan makanan ke supermarket," balas Anna polos.Elmer pun segera menyambar tas belanjaan Anna diiringi rasa khawatir yang terbalut sedikit protes pada mantan adik ipar yang belum beristirahat padahal baru saja keluar dari rumah sakit.Sembari mengeluarkan bahan makanan, Anna lantas meminta maaf atas sikap sembrono yang tak mengindahkan saran dokter."ARGH!" Pekik kesakitan tiba-tiba menguar dari belah ranum janda berusia dua puluh tujuh tahun itu. Bukan tanpa sebab, rupanya kepala udang yang tajam sukses menggores jari telunjuk yang langsung mengelurkan cairan pekat berwarna merah."Biar aku lihat!" Melihat kejadian tersebut, Elmer sigap mendekat dan langsung mengisap jari telunjuk Anna.Di saat bersamaan, serangan jantung yang be
"Apa? Sudah dibayarkan?" Elmer terkesiap disertai dahi yang mengkerut kebingungan saat menghubungi Sky University untuk memastikan kode pembayaran adik mantan iparnya, Mia. Pasalnya, Elmer sudah mencoba membayar memakai kode tersebut, akan tetapi transaksi kerap berujung gagal diikuti dengan keterangan kode virtual sudah terbayarkan.Elmer lalu mengakhiri panggilan meski masih menyisakan tanda tanya besar. Sebelumnya, Anna dengan jelas mengatakan bahwa semua urusan keuangan dan transaksi yang berhubungan dengan sang adiknya kerap ditangani Nathan semasa hidup.Sepertimya aku harus segera bertanya pada Anna, Elmer membatin seraya bergegas hendak menyusul Anna.Di sisi lain."Uhm, maafkan aku jika tadi sempat bersikap ketus dan defensif," tutur Shera diiringi nada penuh sesal karena telah salah mengira Anna adalah orang asing yang hendak mencelakakan keponakannya. "Aku Shera, sepupu Reiner." Shera lantas memperkenalkan diri dan bersikap ramah setela
"Kak.""Hmm?""Bisa lepaskan aku sekarang? Aku tidak ingin istrimu tiba-tiba menyeruak dan berasumsi macam-macam," pinta Anna saat Elmer masih memeluknya."Aku tidak akan kembali padanya, An," balas Elmer lembut seraya menarik diri dari pertautan dekap. "Maaf jika aku terbawa suasana barusan," lanjutnya lagi dengan gelagat sedikit canggung."Tak apa. Aku yang memulainya jadi di sini aku yang salah." Wajah Anna pun berpaling guna membuang rasa gugup yang mendera. Namun, dengan cepat ia mengganti topik perihal alasan Elmer yang mengakui bahwa tidak ingin rujuk dengan sang istri."Duduklah jika kau sungguh ingin tau. Aku akan ganti baju dulu." Elmer mengisyaratkan agar Anna duduk di sofa bed berwarna abu dekat ranjang sementara Elmer izin mengganti baju terlebih dahulu di ruang wardrobe pribadi miliknya."Ergh, aku sungguh penasaran tapi kau malah menggantu baju," keluh Anna yang sebenarnya didengar Elmer."Baiklah akan kujelaskan dengan keadaan begini karena kau tak sabaran."DEG!Lagi-