Ketiga pria itu tidak berhasil menemukan pria pertama yang Mayumi lihat. Mereka kini sudah pergi entah ke mana. Mayumi tidak mau peduli, mala mini hidupnya terlalu kacau untuk mengikuti masalah orang lain. Mayumi meraup wajahnya, menarik napas dalam-dalam lalu kembali berjalan menyusuri trotoar.
“Aku harus bagaimana sekarang?” gumam Mayumi.Mayumi memasang wajah menyedihkan. Raut wajah cantik kini sudah kusam penuh keringat dan pasti sangat lengket.“Kemari kamu!”“Astaga!” Mayumi jatuh terserembab masuk ke dalam semak saat seseorang menarik tangannya secara tiba-tiba.Kedua mata Mayumi menatap seseorang pria yang posisinya kini sedang berada di bawahnya.“Oh, astaga!” umpat Mayumi lagi. Mayumi buru-buru mundur menjauh, tapi satu kakinya bisa digapai oleh pria itu.“Tunggu dulu!”“Lepaskan aku!” Myumi sudah terlanjur panik. “Aku akan berteriak kalau kamu tidak melepaskan kakiku!”Mayumi sudah membuat corong dengan kedua tangannya, dan mulutnya sudah hampir terbuka.“Aku sedang kesakitan.”Bibir itu kembali mengatup dan Mayumi urung meyerukan suaranya. Mayumi kini menunduk menatap pria itu yang sedang meringis sambil memegangi bagian perutnya.Oke, pria ini sepertinya memang sedang kesakitan. Oh, tunggu dulu! Bisa jadi dia sedang pura-pura?Mayumi sudah ingin kambur dengan gerak perlahan, tapi lagi-lagi pria itu menarik kakinya.“Aku mohon. Tolong aku. Aku akan bayar berapa pun yang kamu mau.”Mayumi tertegun beberapa saat. Berapa pun itu berapa? Dengan bodohnya Mayumi mulai menebak-nebak.“Berapa pun?” tanya Mayumi dengan polosnya.Sambil menahan sakit, pria itu mengangguk. Aku punya banyak uang. Sekali pun membeli dirimu, aku pun mampu.”Seketika Mayumi menaikkan satu ujung bibirnya dan mendelik tajam. Angkuh sekali pria ini. Dia sedang kesakitan dan penuh darah, tapi masih bisa menyombongkan diri. “Plis! Aku sudah tidak tahan lagi. Aku sudah kehilangan banyak darah.”Mayumi mulai toleh sana-sini dan mengangkat sedikit kepalanya untuk memantau keadaan. Kemudian, Mayumi kembali terduduk dan menatap pria yang belum diketahui Namanya itu.“Oke, sekarang aku harus apa?” tanya Mayumi.“Pesan saja taksi online.”“Oke.”Mayumi merogoh tasnya lalu mengambil ponselnya dan segera memesan taksi. Sambil menunggu taksi datang, diam-daim Mayumi mengamati wajah yang sedang meringis menahan rasa sakit itu. Wajahnya tampan, tidak ada jerawat sepertinya, tapi dari sorot lampu yang tidak terlalu terang Mayumi melihat ada luka di ujung bibirnya. Apakah ada hubungannya dengan ketiga pria tadi?Tidak lama kemudian taksi yang dipesan pun datang. Dengan dibantu sopir taksi, Mayumi memapah pria itu masuk ke dalam mobil.“Mau diantar kemana, Nona?” tanya si sopir.Mayumi menoleh kearah pria itu. “Kemana?”Pria itu menyebutkan sebuah tempat di mana Mayumi belum pernah mendengar letaknya ada di mana, tapi sepertinya sang sopir sudah tahu.Mobil pun melaju dengan kecepatan cukup tinggi. Hal itu dilakukan karena pria itu sudah semakin kehabisan tenaga.“Apa tidak sebaiknya ke rumah sakit saja?” tanya Mayumi. “Kamu sudah kehilangan banyak darah.”“Tidak usah,” tegas pria itu.Dan sekitar setengah jam perjalanan, mobil taksi memasuki sebuah Kawasan jalan setapak yang di kelilingi pohon pinus sepanjang jalan. Suasana di depan sana tampak sepi dan menyeramkan karena tidak ada sama sekali mobil yang melintas atau lampu penerangan jalan. Ada lampu jalan, tapi jaraknya cukup jauh dari masing-masing lampu yang terpasang.Semakin jauh ke dalam, hawa dingin mulai terasa menusuk. Mayumi merasakan dadanya berdegup kencang dan badannya gemetaran panas dingin. Namun, sekitar lima menit kemudian, di depan sana terlihat sebuah rumah besar bak istana dengan lampu yang bersinar terang di bagian gerbang.Apa itu? Istana?Mayumi sedikit mencondongkan badan mengamati ke luar sana. “Apa itu rumahmu?” tanyanya.Tidak lama setelah itu, mobil pun berhenti di depan pintu gerbang. Pria itu menarik baju Mayumi, spontan Mayumi menoleh.“Turun dan tekan tombol bellnya.”Tanpa pertanyaan, Mayumil langsung turun. Mayumi terlalu penasaran dengan rumah besar bak istana yang sekarang berada di hadapannya itu. Sambil melongo dan terkagum-kagum, Mayumi berdiri sambil memegang ring gerbang itu. Saking takjubnya, Mayumi samapai lupa kalau di dalam mobil ada orang yang hampir sekarat.“Hoi, ayolah! Aku kesakitan di sini!” hardik pria itu saat kaca jendela taksi terbuka.Seketika Mayumi terlonjak kaget dan langsung buru-buru mencari letak bell lantas menekannya beberapa kali. Tidak perlu menunggu lama, tiba-tiba gerbang itu terbuka dengan sendirinya. Mayumi yang masih berdiri di sana seketika terlonjak sampai berjinjit dan mengusap dadanya.“Masuk saja, Pak.”Taksi itu melaju secara perlahan hingga berhenti tidak jauh dari pintu masuk utama. Sementara Mayumi, dia masih sibuk menyapu pandangan seperti orang bodoh yang kebingungan.“Astaga, Tuan Frans!” Dua orang ber jas hitam sigma mengahmpiri dan langsung membatu Frans turun dari mobil. Salah satu dari mereka memanggil pelayan lain untuk ikut membantu. Dari depan pintu gerbang yang masih terbuka, Mayumi berdiri mengamati mereka-mereka yang sudah heboh membantu Frans. Ada sekitar sepuluh orang yang sibuk mondar-mandir membantu. Dan dengan santainya, Mayumi berjalan mendekat dan sebatas mengawasi saja.“Maaf, Nona siapa.” Satu pelayan Wanita menghentikan langkah Mayumi yang hendak ikut masuk ke dalam rumah.Mayumi tampak bingung. “Em, aku … aku datang bersama Tuan itu. “ Mayumi menunjuk ke arah Frans yang sudah di dorong menggunakan kursi roda entah ke ruangan mana.Para pelayan itu saling pandang lalu menarik Mayumi masuk ke dalam sebelum akhirnya pintu lebar dan menjulang tinggi itu tertutup rapat.Astaga! Ini memang sebuah istana. Mayumi tidak berhenti terkagum-kagum. Di dam rumah ini sangat mewah. Ada jam besar yang terbuat dari kayu, ada juga patung besar seorang yang sepertinya seorang pangaraen dan ratunya. Dan masih banyak lagi yang tidak akan habis untuk dikagumi.“Beri Wanita itu kamar,” ucap Frans seraya berbaring di atas ranjang.“Wanita yang mana, tuan?”“Dia pasti ada di bawah. Suruh saja pengawal menyiapkan kapar dan pakaian untuknya.”“Baik, Tuan.” Mereka berempat mengangguk. “Saya juga sudah panggilkan dokter untuk segera datang.”Frans menganggguk. Sementara dua penjaga sudah ke luar dua penjaga lain mulai mengelap luka Frans. Sudah banyak darah yang ke luar, dan kalau bukan Arkan kemungkinan besar sudah pingsan. Namun, sepertinya luka di bagian perut yang tidak jauh dari pinggangnya ini tidak terlalu serius. Untungnya peluru itu melesat dan hanya sekedar menyerempet saja.Frans menyelesaikan maslah ini besok. Rasa sakitnya saat ini harus segera terbalaskan.“Memang sialan!” hardik Frans.“Apa pelakunya Tuan Jeff?” tanya Leo.“Bisa jadi. Orang itu sungguh gila! Jelas-jelas aku tidak ada hubungan dengan Wanita itu, tapi pria tua bangka itu terus memaksa.”***Mayumi sudah dikawal tiga pelayan masuk ke dalam sebuah kamar. Begitu masuk ke dalam, Mayumi kembali tercengang. Kamar ini sangat luas, dan kemungkinan berukuran lebih dari lima kali lima meter. Tepatnya lebih luas dari tempat tinggal Mayumi saat ini.“Oh, astaga!” pekik Mayumi tiba-tiba. Mayumi menoleh dan tiga pelayan itu sudah ke luar meninggalkan kamar tersebut usai meletakkan perlengkapan untuknya, seperti handuk, sabun dan juga pakaian bersih.Mayumi menggigit bibir dan celingukan seperti orang kebingungan.“Aku sampai melupakan ibuku. Bagaimana ini?” Mayumi berdecak dan mendesis bingung.Mayumi bergidik lantas berjalan menuju pintu yang sudah tertutup itu. Mayumi berdiri di sana karena ragu untuk ke luar. Rumah ini sangat besar, untuk sampai di kamar ini saja membutuhkan waktu karena ada beberapa belokan dan Lorong. Belum lagi Mayumi ingat kalau pelayan begitu banyak dan juga para pengawal pria itu.Setelah beberapa berpikir, Mayumi akhirnya memutuskan untuk ke luar. Perlahan i
Mayumi gagal pulang karena Frans tidak memberinya jalan untuk pulang. Mayumi terpaksa bermalam di rumah ini dengan alasan sudah sangat larut dan juga membutuhkan ongkos untuk keluar dari sini.Pagi harinya, Mayumi sudah bersiap. Dia pergi mandi sekitar pukul lima pagi dan untungnya tersedia air hangat di kamar mandinya. Huh! Sungguh rumah yang begitu mewah seperti hotel bintang lima.Mayumi memakai pakaian sudah disediakan oleh para pelayan. Tadi, Mayumi sempat heran saat sedang memakai baju, pasalnya pakaian yang disediakan oleh pelayan begitu pas dengan tubuhnya, termasuk pakaian dalam. Bukankah tidak akan nada yang tahu berapa ukurannya kecuali sudah membukanya? Eum, atau mungkin harus memegangnya untuk mengetahui ukurannya?Ais, sial! Mayumi menggetok kepalanya yang berpikiran ngawur.Mayumi berdiri di depan cermin sambil menata rambut panjangnya. Semalam tampilannya pasti sangat kacau. Mayumi tidak bisa membayangkan bagaimana kondisinya semalam, pasti wajahnya sangt mengerikan. S
Mayumi tidak pernah tahu bagaimana kehidupannya akan berjalan. Dia hanya selalu berharap bisa memiliki banyak uang supaya bisa meringankan beban ibunya. Dua tahun lalu hidupnya tercukupi karena sang ayah masih bertanggung jawab, tapi setelah ibu sakit-sakitan ayah pergi bersama Wanita barunya. Saat itu Mayumi benar-benar terpuruk karena harus menghidupi ibu dan dirinya sendiri. Segala hal telah Mayumi lakukan demi mendapatkan uang. Andai dulu tidak ikut ayah pindah ke sini, mungkin Mayumi tidak akan sesial sekarang.Apakah kesetiaan orang akan diuji saat pasangannya sakit?Mayumi tidak menyalahkan ayah saat pergi bersama Wanita lain. Jika itu ayah kandungnya, tidak mungkin melakukan hal itu, bukan? Dan pada kenyataanya pria itu hanyalah ayah tiri yang kebetulan menikahi ibu saat menjadi turis di jepang. Pertemuan yang sangat konyol! Mayumi heran kenapa dulu ibu dengan mudahnya mau menerima pinangan pria itu yang pada akhirnya membawa kehidupan menyedihkan di negara orang.“Ada apa May
Sampai malam hari, Mayumi tak kunjung menemukan tempat kerja. Dia sampai kelelahan dan lupa makan. Tubuhnya yang lemas, sudah berkeringat dan terasa sangat lengket. Jika ada yang tanya kenapa tidak melamar pekerjaan di tempat yang lebih pasti? Misalnya perkantoran, pabrik atau sejenisnya? Maka Mayumi akan menjawab. “Aku datang kesini tidak membawa apa pun selain perlengkapan resmi dan pakaian.”Selain itu, Mayumi hanya lulusan sekolah menengah atas yang memang akan kesulitan untuk masuk ke tempat perkantoran. Dan itu sangat mustahil. Sungguh bodoh!“Sekarang harus apa?” desah Mayumi.Mayumi memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam lalu menghadap ke langit. Ia lihat tidak begitu banyak bintang di atas sana. Mungkin sedikit mendung.Sekitar pukul Sembilan malam, Mayumi memutuskan untuk pulang. Entah sampai kapan Mayumi membohongi ibunya tentang dirinya yang sebenarnya sorang pengangguran.“Aku akan jelaskan nanti,” celetuk Mayumi sambil beranjak.Di tempat lain, orang yang kemarin
Sudah sekitar satu minggu, Frans tidak kembali ke rumah keluarga besarnya. Dia memilih tinggal di rumah warisan kakeknya yang jauh dari keramaian. Dia hanya tinggal bersama para pelayan dan pengawalnya saja. Frans turun dari mobil di sambut dua pengawal rumah. Ketika sudah berdiri sambil menarik kemejanya lebih rapi dan menyugar rambutnya, Frans meminta dua orang itu untuk segera menyingkir. Setelah itu, Frans berkedip meminta Leo dan Tom berjalan di belakangnya.Sampai di depan anak tangga menuju pintu masuk, Frans berdiri sambil mendongak memandangi bangunan rumah di hadapannya itu.“Untuk apa juga aku datang ke sini?” decak Frans. “Cih, bukankah sudah ada putra kesayangan juga?”Frans menarik napas lalu menaiki tangga bersamaan dengan napasnya yang berembus cepat. Suara tapak sepatunya bergema membuat suasana mendadak tegang dan tidak nyaman bagi dua orang yang ada di belakang Frans. Mereka tidak yakin kalau Tuannya sudah datang ke rumah ini, karena biasanya akan ada perdebatan.D
Di ruang tamu rumahnya, Mayumi sedang duduk menghadap ke arah jendela yang terbuka seraya bersandar pada dinding sofa. Dua matanya yang indah tengah menatap bunga mawar yang baru saja mekar di luar sana. Dahannya yang sebesar jari kelingking tampak bergoyang-goyang saat angin melintas.Mayumi mengagumi keindahan itu, meski angin terus menerpanya tapi bunga itu tetap berdiri kokoh. Harusnya Mayumi bisa sekuat itu, tapi bagaimana jika angin itu lebih kencang? Siapa yang akan sanggup berdiri mempertahankan posisinya?Mungkin hak itu yang sedang Mayumi rasakan saat ini. Tidak memiliki teman, tidak memiliki pekerjaan, sementara kebutuhan seolah mengejar-ngejarnya.“Kamu tidak kerja hari ini?”Suara lembut dan lebah dari arah belakang membuat Mayumi spontan menoleh. Mayumi tersenyum lantas mempersilakan sang ibu ikut duduk. Sebenarnya ibu sudah membaik, beliau sering sakit hanya saat belum bisa melupakan sang suami yang tega pergi bersama Wanita lain. Saat itu ibu sangat terpukul dan sering
Mayumi sudah tersenyum getir sedari tadi. Dia merasa tidak nyaman dalam situasi seperti ini. Tatapan Frans yang aneh, juga membuat Mayumi ingin segera angkat kaki saat ini juga. Namun, bukan itu tujuan Mayumi. Mayumi datang untuk menemui seseorang yang pastinya bukan Frans. Lalu, ada hubungan apa di antara Frans dan Nyonya Sarah? Kenapa bisa satu meja?Berbagai macam pertanyaan mulai muncul.“Kamu baru datang?” tanya Sarah.Mayumi mengangguk. Ia masih mencoba untuk tersenyum mencoba bersikap biasa saja. Ketika matanya sempat melirik ke arah Frans, Mayumi sedikit membelalakkan mata lalu menunduk dengan cepat. Tatapan Frans dan senyumnya yang miring, membuat Mayumi bergidik ngeri.“Apa kalian sudah saling mengenal?” tanya Sarah.Mayumi mengangkat wajah, ia tatap lebih dulu Nyonya Sarah lalu perlahan menatap Frans. Ia kemudian menelan ludah, saat lagi-lagi Frans tersenyum padanya.“Memang siapa dia? Wajahnya sangat aneh!” cibir Frans. Ia mendecih dan menjulingkan mata lalu meraih segelas
Mayumi ragu saat ingin mengatakan tentang pekerjaan yang ia dapatkan pada ibunya. Dan juga, jika Mayumi memang bersedia menerima pekerjaan itu, maka ia harus bersedia pindah ke rumah mereka. Apa yang harus Mayumi katakana? Jika Mayumi pergi, ibu akan sendirian di rumah.“Apa ada yang salah?” tanya Hana. Hana duduk di samping Mayumi. Dari raut wajah Mayumi yang termenung, Hana pikir ia gagal mendapatkan pekerjaan.“Tidak apa kalau kamu belum mendapatkan pekerjaan,” ucap Hana sambil mengusap lengan Mayumi.Mayumi spontan menoleh, ia tatap wajah ibunya lalu tersenyum. Sebuah senyum yang manis dan tulus, tapi menunjukkan ada sesuatu kebimbangan di dalamnya.Mayumi menarik napas dalam-dalam sebelum mulai bicara. “Aku sudah mendapatkan pekerjaan,” ucapnya.“Sungguh?”Reaksi antusias itu membuat Mayumi tersenyum getir. Ia senang, tapi bagaimana dengan ibu yang akan di sini sendirian?Hana merasa ada yang aneh karena putrinya itu tidak menunjukkan kalau sedang senang mendapatkan pekerjaan. B