Untuk medukung karya ini jangan lupa rate bintang lima dan gems ya. Terimakasih
”Aku hidup denganmu bersama masa depan bukan masalalumu!” Itulah kata yang pernah terlontar dari bibir pria yang kini melangkah ke arah keluar, dengan segudang kecewa tentang masa kelam Devi. Ia pergi tanpa sepatah kata pun. Sedangkan Devi menatap dengan air mata yang tak terbendung. “Tunggu Rangga!” Devi melangkah mendekati Rangga, namun pria itu terus melangkah tanpa peduli jeritan Devi. “Apakah kamu akan meninggalkan aku setelah aku berkata jujur?” Devi kembali melontarkan pertanyaan konyol. Persis seorang remaja, dengan wajah memalas berharap Rangga membalikan badan lalu kembali menatap dirinya. Rangga tak menjawab, ia buka pintu mobil tak perlu butuh semenit derung suara ,mobil Rangga pergi meninggalkan pekarangan rumah Devi. Bibir Devi masih bisa tersenyum dengan senyuman getir, diikuti air mata berlinang ia melangkah dengan malas. Masuk rumah lalu menuju kamar Jessy. Dengan tatapan tanpa arah ia memandang putri kecilnya. Wajah ayu nan polos itu terlelap seolah tak terganggu
Di hari ke tujuh setelah tragedy malam itu, Rangga benar-benar menghilang dari hidup Devi. Seluruh kontak telah Rangga blokir, hingga Devi benar-benar kesulitan untuk menghubungi Rangga.Di tengah-tengah urusan yang begitu pelik, Devi dalam diam terus berusaha untuk bisa bicara dan bertemu dengan Rangga. Ia sisihkan urusan soal ayah kandung Jessy termasuk tentang keraguan yang beberapa hari menyerangnya.Devi sendiri telah yakin jika Rangga sosok laki-laki yang baik, yang selama ini ia kenal. Ia begitu dekat dengan Jessy, tak akan mungkin begitu saja membenci bocah kecil itu. Terlebih lagi dengan dirinya, Devi telah yakin jika selama ini ia mencintai laki-laki yang tepat.Jika diingat malam terakhir dirinya menghabiskan waktu berdua, sangat jelas jika Rangga benar-benar telah jatuh hati pada Devi. Jadi saat ini Devi yakin, jika pria yang ia cintai itu hanya butuh waktu untuk tenang.Mungkin saja Rang
Cinta adalah pedang bermata dua. Ia bisa membunuh dan juga menghidupkan. Seperti cinta Adam pada Hawa yang buta. Yang membuat Adam lupa akan janjinya pada Tuhan untuk tidak memakan buah terlarang. Hingga akhirnya anak dan cucunya hidup di dunia yang fana ini, sebagai bentuk hukuman Tuhan pada Adam. Seperti cinta Devi pada Rangga yang telah hancur tak berbentuk membuatnya seakan menjadi mayat hidup. Matanya melihat tapi otaknya padam, telinganya mampu menangkap suara semut sekalipun tapi hatinya mati. Kondisi otak dan hati yang berpadu dengan kehancuran membuat malam ini ia benar-benar seperti orang bodoh. Di jalan Dr. Soetomo Surabaya, tepatnya di perempatan besar belasan orang berkeliling mengerumuni Devi yang masih di dalam mobil. Mereka persis kumpulan semut yang mendapatkan gula. “Oh dasar wanita goblok! Turun! Tanggung jawab jangan lari!” pekik salah seorang dari mereka. “Jancok! Babi!”
Dua bola mata Devi kembali menangkap sesuatu yang tidak asing baginya. Pria yang baru saja menghardiknya berhenti di sebuah warung kopi dan bersama wanita sekitar umur dua puluh tujuh tahun, dua kali lipat umurnya. Wanita itu tampak cantik dengan rambut pirang dibiarkan terurai begitu saja, bibirnya pun berwarna merah cabai. Dengan rok mini, betis yang indah dibiarkan telanjang, sedangkan bagian atasan hanya mengenakan tang top warna hijau muda, menampakan dua gundukan yang sangat menawan. Rasa penasaran tak terbendung, Devi memutar stir lalu berhenti di bahu jalan. Bagai seorang intel mata Devi tajam memangsa. Orang yang pantau masih berdiri di samping motor yang terparkir halaman warung kopi, sambil asik berbicara dengan wanita itu. Sesekali wanita itu menyentuh manja bahu pria itu dan sebaliknya dengan gemas pria itu mencubit pipinya Telihat warung itu nampak biasa, penerangan hanya dengan lampu remang-remang. S
Beberapa hari telah berlalu, Devi seperti bocah yang baru saja keluar dari dalam tubuh ibunya. Mulai hidup baru di dunia yang masih sama. Yang berbeda kini hanya tanpa perhatian, tingkah manis dari seorang pria bernama Rangga.Yang sulit bukan melepaskan Rangga, akan tetapi menghapus bayang-bayang pria itu dari setiap detik hidupnya. Jika dahulu tiap menit diisi oleh Rangga, meskipun mereka sedang tidak bersama. Pria itu akan selalu mengirim pesan atau foto yang bertingkah seperti remaja. Yang membuat Devi selalu tertawa,Dialah orang yang selalu mengagalkan dietnya. Dengan mengatakan “Makanlah sesukamu selagi kau sehat. Jika kau sakit dokter melarang semua makanan enak masuk ke tubuhmu.”Bahkan jika sering memuji tubuh Devi. “Tidak usah diet, aku suka kau yang berisi.”Bagi Devi ucapan itu sedikit mesum, tapi ia akui ucapan itu membuat dirinya melambung merasa dihagari dan di
Setelah mengetahui siapa sosok ayah Jessy yang sebenarnya, hal pertama yang ingin Devi lakukan adalah bertemu dengan Goman. Dan menceritakan semua yang terjadi setelah peristiwa gila malam itu.Saat pria itu mengantarnya ke kamar hotel hingga terkapar bersama dengan nafsu hewan Goman.Devi akan mengatakan dengan jujur jika Jessy adalah darah daging Goman. Kalau pun Goman tak percaya, Devi bersedia Jessy harus menjalani tes DNA.Bukan untuk menuntun sebuah pertanggung jawaban atau pengakuan jika gadis kecil itu anaknya. Akan tetapi menurut Devi dengan alurinya sebagai seorang ibu, hak Jessy sebagai seorang anak untuk tahu dan bertemu dengan ayah kandungnya.Namun, semua rencana itu berubah total kala mengetahui pria itu akan segera menikah. Devi sendiri tak ingin menciptakan masalah baru.Tidak itu saja, citra buruk pasti akan jatuh pada Devi seorang, meskipun dosa itu ia lakukan
Pure Taman Saraswati tampak ramai pengunjung, manusia dari usia balita hingga usia lanjut tumpah ruah memenuhi dalam dan luar tempat suci itu. Pemandangan biasa di Bali kala libur panjang tahun baru. Hal itu juga membuat beberapa orang sulit mendapatkan hal foto yang maksimal. Namun, bukan itu yang membuat Devi terusik. Senyum Devi kini pudar, dua bola matanya kini ke arah dimana Jessy menunjukan sesuatu. Namun yang ia lihat hanya bayang-bayang segerombol manusia yang sedang lalu lalang dan sibuk berpose. Jessy menghampiri Devi, melupakan asiknya bergaya di depan kamera. “Ma, itu ada Om Rangga!” rengkek Jessy sambil memeluk kedua kaki Devi. “Tidak ada Om Rangga di sini!” Suara Devi pelan, sorot matanya fokus ke arah yang Jessy tujuh. Dan sosok itu benar-benar tidak ada. “Ada Ma. Ayo kita ketemu Om Rangga.” “Mama tidak melihat Om Rangga. Sayang.” “Tapi aku melihatnya Ma!” Jessy kemudian menarik jemari Devi, dengan terpaksa wanit
Sisa liburan tersisa dua hari, akan tetapi malam itu Devi memutuskan untuk kembali ke Surabaya lebih awal. Semua terjadi begitu saja, benar-benar diluar rencana, kini Rangga berhasil mengusik akal sehatnya, keindahan pulau Bali porak poranda. Pure, taman dan pantai yang indah tak lagi menarik hatinya. Jessy yang masih terlalu dini hanya menuruti apa yang dikatakan oleh ibunya. Dengan penerbangan pesawat terakhir dari Denpasar ke Surabaya, Devi memutuskan untuk pulang. Dan tepat tengah malam Devi telah pergi meninggalkan bandara Juanda dengan taxi menuju rumah.Kembali terjun ke urusan salon sekaligus ibu. Bulan Januari menjadi awal tahun yang cukup menyita pikiran Devi. Salah satunya suster yang biasa menjaga Devi tak kunjung kembali. Padahal libur yang diberikan Devi sudah terlewat selama empat hari. Dan selama empat hari itu pula Jessy selalu ikut kemanapun Devi pergi, dari ke kantor hingga sidak ke luar kota. Dan di hari ke lima sebuah pertemuan dengan rela