Home / Horor / Pesugihan Genderuwo / 50. Rahasia Terungkap

Share

50. Rahasia Terungkap

Author: Wenchetri
last update Last Updated: 2024-11-30 16:25:40

Pagi harinya, Bagas terlihat lebih tenang, tapi tingkahnya masih tidak seperti biasanya. Dia tidak banyak bicara, hanya duduk di ruang tamu sambil menatap keluar jendela.

Ratih mencoba mendekatinya lagi. “Mas, aku nggak bisa terus begini. Kamu harus jujur, ada apa?”

Bagas menghela napas panjang, tapi dia tidak menoleh. “Aku sedang mencoba mencari solusi, Ratih. Semua ini… lebih rumit dari yang kamu kira.”

“Solusi untuk apa? Mas, aku istrimu. Kalau kamu nggak cerita, bagaimana aku bisa bantu?”

Bagas akhirnya menoleh, dan untuk sesaat, Ratih melihat sesuatu yang berbeda di matanya. Bukan hanya kelelahan, tapi juga ketakutan.

“Perjanjian,” kata Bagas dengan suara pelan, hampir seperti bisikan.

Ratih merasa darahnya berdesir. “Apa maksudmu, Mas?"

Bagas berdiri, berjalan mondar-mandir di ruang tamu. “A—aku sudah melakukan sebuah perjanjian, Ratih.”

Ratih terpaku dengan ucapan suaminya. "Ma-mas, maksudnya perjanjian ... Ehm, perjanjian apa?" balas Ratih yang suaranya semakin kecil hingga ha
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pesugihan Genderuwo   51. Luka Ratih

    “Kita harus ke Kyai Ahmad,” kata Ratih akhirnya. “Dia yang tahu cara menghancurkan ini. Kita nggak bisa terus hidup seperti ini, Mas.” Bagas tampak ragu. “Mereka akan tahu kalau kita berusaha memutus perjanjian ini. Mereka tidak akan tinggal diam.” “Aku nggak peduli,” balas Ratih tegas. “Kamu yang memulai semua ini, dan aku yang harus menyelesaikannya. Kalau kamu nggak mau ikut, aku akan pergi sendiri.” Bagas terdiam. Wajahnya menunjukkan rasa bersalah yang mendalam. Akhirnya, dia mengangguk. “Baiklah. Kita pergi ke Kyai Ahmad. Tapi aku nggak janji kalau ini akan berakhir baik.” Ratih berdiri, menghapus air matanya. “Aku nggak butuh janji, Mas. Aku cuma butuh keberanian kita berdua untuk melawan ini. Karena kalau bukan kita yang melawan, siapa lagi?”. "Iya aku tau itu!" Bagas benar-benar menyesal. "Mas aku mau tanya lagi. Apa kejadian Juragan Suwandi, Pak Marwan, Bu Sunar, Feri, dan semua korban yang pernah berjatuhan itu juga, faktor dari perjanjian ini?" tanya Ratih. Alisnya

    Last Updated : 2024-11-30
  • Pesugihan Genderuwo   52. Serangan Genderuwo

    "Mas, itu kamu?" Ratih memanggil dari dapur, matanya menatap pintu yang setengah terbuka. Suara langkah berat terdengar di ruang tamu, tetapi tidak ada jawaban.Dia mengerutkan kening, merasa ada yang tidak biasa. Pisau dapur yang sedari tadi digunakan untuk memotong sayur kini digenggam lebih erat."Mas, kalau bercanda, ini nggak lucu!" Suaranya mulai terdengar tegang.Langkah itu berhenti, digantikan oleh suara napas berat yang menyeramkan. "Siapa di sana?" Ratih meninggikan suara. Tangannya yang gemetar bersiap dengan pisau, berjaga-jaga dari kemungkinan buruk.Lampu dapur yang redup tiba-tiba berkedip-kedip menciptakan bayangan aneh di dinding. Beberapa detik kemudiann, semuanya padam."Ya Allah!' pekiknya panik. Ratih menggerakkan tangan ke arah dinding. Mencoba meraba saklar lampu. Namun, sebelum berhasil, suara napas itu terdengar lagi—lebih dekat, seperti ada dibelakangnya."Pergi!" teriak Ratih. "Siapa pun kamu pergi dari kehidupanku!"Dapur berubah sunyi. Hanya ada suara na

    Last Updated : 2024-12-01
  • Pesugihan Genderuwo   53. Kegagalan

    Ratih berjalan pelan di tengah malam, Setibanya di depan rumah Kyai Ahmad, dia mengetuk pintu kayu yang usang, dan tak lama kemudian, suara berat dari dalam rumah terdengar."Siapa itu?" suara Kyai Ahmad terdengar begitu dalam dan menggetarkan.Ratih mengumpulkan keberanian. "Assalamu'alaikum, Kyai. Saya Ratih."Pintu terbuka perlahan."Wa'alaikumsalam, Nak. Masuklah," jawab Kyai Ahmad dengan suara yang tenang, mempersilakan Ratih masuk ke dalam rumahnya.Ratih melangkah masuk, dan dalam sekejap, dia merasa seolah berada di tempat yang jauh berbeda. Kehangatan dan ketenangan langsung menyelimuti dirinya, seakan-akan seluruh kekhawatirannya sedikit berkurang. Kyai Ahmad mempersilakan Ratih duduk di sebuah kursi bambu yang terletak di tengah ruangan."Sampaikan kenapa kamu datang kesini lagi, Nak," kata Kyai Ahmad, duduk di hadapan Ratih dengan tatapan yang tajam namun penuh pengertian.Ratih menarik napas panjang dan mulai menceritakan segalanya. "Kyai, suami saya, Bagas, sedang dilan

    Last Updated : 2024-12-02
  • Pesugihan Genderuwo   54. Titik Balik Ratih

    Semenjak Bagas mengungkapkan perjanjian pesugihan kepada istrinya. Hari demi hari, Bagas tidak terfokus dengan ladangnya. Dia telah lama tidak berkunjung atau hanya sekedar melihat hasil panennya. 'Ratih, sekarang nggak pernah melihat ku lagi di rumah! Hem! Ini semakin lebih berat dari yang aku bayangkan!' Bagas duduk di ruang tamu dengan wajah letih. Tangannya gemetar menggenggam secangkir kopi yang belum disentuh. Dia tahu Ratih pergi tanpa izin, tetapi tak punya keberanian untuk menanyakannya. “Mas Bagas,” panggil Ratih tegas. Suaranya membuat pria itu tersentak. “Ratih ... kamu dari mana?” Bagas mencoba terdengar santai, meski matanya menyiratkan rasa takut. Ratih berjalan mendekat, menatap Bagas dengan mata yang tajam namun penuh harapan. “Aku bertemu Kyai Ahmad Syafii.” Mata Bagas membesar. “Apa? Kenapa kamu melibatkan orang luar, Ratih? Ini masalah kita!” “Masalah kita?” Ratih tertawa pahit. “Mas, ini bukan hanya tentang kita. Ini tentang hidup kita, Kamu pikir aku akan

    Last Updated : 2024-12-03
  • Pesugihan Genderuwo   55. Pengungkapan Persyaratan

    Ratih menyeka air matanya, lalu mendekati Bagas. Kali ini suaranya melembut, tapi tetap penuh ketegasan. "Mas, kamu yang memulai semua ini dan kamu harus menyelesaikannya. Kalau kamu benar-benar mencintaiku, buktikan. Kita hadapi makhluk itu. Tapi aku punya syarat." Bagas mengangkat wajahnya, mencoba menangkap harapan di mata istrinya. "Apa syaratnya, Tih?" "Kamu harus putuskan semua hubungan dengan ilmu hitam itu. Tidak ada lagi pesugihan, tidak ada lagi kompromi. Kalau kamu berani melawan makhluk itu, aku akan berdiri di sisimu. Tapi kalau kamu nggak berani, Mas... aku pergi," tegas Ratih. 'Meski aku sebenarnya udah nggak mau lagi menjalin hubungan ini sama kamu, Mas!' Ratih berbicara dalam hatinya. Bagas terdiam lama, memikirkan kata-kata istrinya. Kengerian mulai merayap di hatinya. Namun, jauh di dalam dirinya, ada dorongan yang perlahan tumbuh: harapan dan keberanian. "Baik, Ratih. Aku akan melawan. Aku akan menebus kesalahanku ... demi kamu." Di luar, suara angin yang mend

    Last Updated : 2024-12-03
  • Pesugihan Genderuwo   56. Kekecewaan Semakin Bertambah

    "Di desa sebelah, kira-kira tiga jam perjalanan dari sini," sahut Bagas, masih dengan nada menyesal. Kyai Ahmad mengangguk perlahan, lalu berkata, “Baik. Kita nggak akan menghadapi ini sendirian. Ki Raden Praja kemungkinan besar masih memiliki koneksi dengan makhluk itu. Tapi ingat, yang terpenting adalah iman kalian. Ini akan menjadi ujian.” Ratih menatap Kyai Ahmad dengan penuh harap. “Apa yang harus kami persiapkan, Kyai?” “Selain keyakinan, hanya doa,” jawab Kyai Ahmad sambil melipat tangannya di dada. “Namun, aku akan melindungi kalian dengan ini.” Diaa mengangkat keris kecil berukir bahasa yang tidak di pahami Bagas maupun Ratih. “Ini adalah senjata khusus untuk melawan makhluk seperti Genderuwo. Tapi ingat, senjata ini hanya bekerja jika kita nggak memiliki rasa takut.” Bagas tampak semakin gugup, tapi Ratih memegang tangannya erat. "Mas, kamu bisa melakukannya. Kita harus—!" Kyai Ahmad berdiri, mengamati keduanya. “Kita akan berangkat sekarang. Tapi ingat, jangan ada pert

    Last Updated : 2024-12-03
  • Pesugihan Genderuwo   57. Mencari Jimat yang hilang

    Bagas menunduk lebih dalam, tangannya mengepal erat. “Aku takut, Tih. Aku takut kehilangan kamu. Waktu itu aku berpikir, kalau aku bisa menyelamatkanmu, aku akan lakukan apa saja.” Kyai Ahmad kembali memimpin perjalanan, tapi kali ini dia berbicara sambil berjalan. “Le, dalam hidup ini, kita memang sering dihadapkan pada pilihan sulit. Tapi pilihan yang benar sering kali adalah yang paling berat. Kamu harus ingat, ujian itu bukan untuk melemahkan kita, tapi untuk menguatkan iman kita.” Bagas mengangguk, meskipun rasa bersalahnya masih membebaninya. “Kyai, saya menyesal. Saya ingin menebus semuanya. Saya akan melakukan apa aja.” Kyai Ahmad berhenti sejenak, lalu menatap Bagas. “Penyesalanmu adalah langkah awal, Le. Tapi perjalananmu untuk menebus dosa ini masih panjang. Malam ini, kita akan menghadapinya bersama. Kamu harus siap, karena Genderuwo itu akan berusaha menghancurkan mu." Suasana semakin mencekam saat mereka memasuki area yang gelap dan penuh kabut tebal. Suara burung ha

    Last Updated : 2024-12-03
  • Pesugihan Genderuwo   58. Rasuk

    Sudah tiga jam kita berputar-putar seperti tak berujung! Mana jimatnya? Kamu yakin bener petunjuk itu, Mas?" Ratih hampir berteriak, saraf-sarafnya tegang. Kekecewaan membanjiri hatinya, membuat setiap langkah terasa berat. "Kenapa sih kamu harus nyalahin aku terus? Udah capek-capek nyari, jimatnya nggak ketemu juga. Ini bukan salahku!" Ratih kembali memegang pinggangnya dan marah sejadi-jadinya pada Bagas. "Mas, kamu masih tanya salahmu di mana? Kita sampai ke sini itu karena apa dan siapa?" Suasana malam semakin mencekam, dinginnya angin hutan menusuk hingga ke tulang. Ratih berdiri di depan Bagas, matanya berkaca-kaca, dipenuhi kemarahan dan keputusasaan. Kyai Ahmad yang berada di dekat mereka hanya menghela napas, membiarkan pasangan itu menyelesaikan ketegangan mereka. “Mas,” ujar Ratih dengan nada gemetar, “kamu bilang semua ini buat aku. Tapi lihat, kita ke sini mencari benda yang kamu berusaha sembunyikan itu, dan kamu masih aja nggak mau ngaku salah? Kalau bukan karena k

    Last Updated : 2024-12-03

Latest chapter

  • Pesugihan Genderuwo   266. Desa Pesugihan

    "Abah... mereka semua meninggal!" Keringat dingin mengucur deras di pelipis Feri. Tubuhnya gemetar menyaksikan pemandangan mengerikan di hadapannya. Puluhan, bahkan ratusan mayat warga Desa Karangjati tergeletak tak bernyawa di sekitar ladang milik Bagas. Tidak satu pun yang selamat. Tanah coklat itu kini berubah menjadi lautan merah. Darah segar meresap ke dalam bumi, dan bau anyir menyengat memenuhi udara malam. Angin berembus pelan, seakan membawa bisikan kutukan yang tak akan pernah berhenti. "Ratih... dan anak-anaknya mana?" tanya Feri dengan suara lirih, matanya liar menatap sekeliling. Kyai Ahmad menoleh ke kanan dan kiri, mencoba menemukan tanda-tanda keberadaan mereka. Namun tak ada jejak Ratih, Jagat, ataupun Kala. Seolah mereka lenyap ditelan kegelapan. "Apa yang harus kita lakukan sekarang, Abah?" Kyai Ahmad menghela napas panjang. Matanya yang tua menyiratkan kepedihan dan penyesalan mendalam. "Siapkan kuburan massal untuk mereka semua," ucapnya pelan. Saat matahar

  • Pesugihan Genderuwo   265. Kehancuran Desa Karangjati

    "Jangan takut! Bakar istri dan anaknya, cepat!" Warga yang berlarian kembali ke balai desa. Mereka menyeret Ratih dan membawa kotak yang berisi kedua anak Ratih. Kali ini, nyawa Ratih benar-benar di ujung tanduk. Warga sudah tidak punya rasa iba lagi terhadap mereka. Pengalihan dan penjelasan yang dikatakan Kyai Ahmad bagai angin lalu. Tidak ada ampun, bahkan pengampunan pun tidak. "Seret dia ke ladang!" perintah seseorang yang sejak tadi menjadi provokator warga. Feri, yang dulu sempat menjadi korban Bagas, hanya bisa diam. Ia tidak bisa berbuat apa pun. Usahanya menghalangi warga justru berbuah pukulan keras. "Abah, bagaimana ini? Mereka sudah tidak mau mendengarkan kita!" ujar Feri. Sementara itu, Ratih dijambak dan diseret ke ladang miliknya dulu yang kini tandus. Injakkan keras bertubi-tubi menghantam badan dan wajahnya. Darah mulai mengucur cukup banyak. Ratih melemah, tak ada pergerakan yang bisa menghalangi setiap pukulan. Warga membabi buta. Sementara itu, sosok

  • Pesugihan Genderuwo   264. Penyebab

    "Ratih! Kamu harus bertanggung jawab! Suamimu penyebab semua ini!” Suara ricuh terdengar di depan rumah Ratih. Bebrapa warga telah menyalakan obor. Hal ini sama persis dengan kejadian ketika Bagas hampir di eksekusi oleh seluruh warga desa. "Tenang ... harap tenang!" ucap Feri. Namun, ucapan itu hanya menenagkan sekian detik amarah seluruh warga desa. Setelahnya mereka mendobrak pintu rumah Ratih tanpa aba-aba. Terlihat jelas, Ratih ketakutan sambil menggendong kedua anak kembarnya. Ratih beruaha untuk melarikan diri. Tapi, apalah daya, semua warga desa telah mengepung rumahnya. Ratih di geret dan di lepaskan dari kedua anak iblisnya. Beberapa pukulan melayang ke wajah Ratih. Sedangkan anaknya di masukkan ke dalam box yang telah berisikan beberapa mantra dari dukun. Kyai Ahmad serta beberapa santrinya menarik paksa Ratih."Serahkan Ratih! Biar dia menebus dosanya!” Suara-suara keras menggema di tengah alun-alun desa, diiringi obor-obor yang berkobar liar, menciptakan bayang-ba

  • Pesugihan Genderuwo   263. Pembantaian

    “Kenapa kau lihat aku begitu, Sarman?” “Kau... kau mau bunuh aku, kan? Aku tahu! AKU TAHU!” “Gila kau, Wati! Aku nggak mau apa-apa—ARGH!!” Suara jeritan dan suara benda tajam menghantam tubuh manusia mulai menggema... di tengah pertemuan yang seharusnya mencari keselamatan."_ Setelah malam penuh teror, warga Desa Karangjati yang tersisa berkumpul di balai desa pagi itu. Wajah-wajah lelah, mata merah, luka-luka yang belum sempat sembuh — semua berkumpul dengan satu tujuan: mencari solusi. Taufik, Bagus, Mila, dan beberapa orang lainnya berdiri di tengah-tengah, mencoba menenangkan semua orang yang mulai kalap. "Kita harus bersatu!" seru Taufik lantang. "Kalau kita pecah, kita habis satu per satu!" Namun, suasana di dalam balai desa itu, aneh. Udara terasa berat. Panas. Seperti ada sesuatu yang tidak terlihat, menekan dada mereka. Bisikan-bisikan kecil mulai terdengar —bukan dari mulut manusia, tapi dari dalam pikiran mereka masing-masing. "Lihat dia... Dia mengincarmu.

  • Pesugihan Genderuwo   262. Teror

    “Kenapa tanganku berdarah...? Aku... aku mimpi membunuh seseorang...” “Aku juga... Aku bangun dengan pisau di tanganku! Apa yang terjadi malam ini?!” Angin malam bertiup dingin, menyapu reruntuhan Desa Karangjati yang kini lebih mirip kuburan massal. Suara-suara burung malam pun seakan enggan terdengar, digantikan desau kabut tebal yang menyelimuti segalanya. Taufik dan Bagus, bersama beberapa warga yang masih selamat, berusaha bertahan di sebuah rumah kosong yang masih utuh sebagian. Mereka memberi pintu dengan papan, mengunci semua jendela, dan berkumpul di satu ruangan sambil menyalakan lilin kecil. Tak ada yang berani tidur. Tidak setelah apa yang terjadi hari itu. Namun kelelahan akhirnya menaklukkan mereka. Satu per satu, mata-mata yang penuh ketakutan mulai tertutup. Tak ada yang sadar, bahwa ketika mereka terlelap, teror akan muncul. Sekitar tengah malam, Taufik terbangun mendadak. Tubuhnya berkeringat dingin, napasnya memburu. Ia baru saja bermimpi. Mimpi yang te

  • Pesugihan Genderuwo   261. Bisikan Balita IBlis

    "“Dengar suara itu?” “Suara apa? Aku... aku dengar tawa anak-anak...” “Bukan... itu suara bisikan. Mereka... mereka masuk ke dalam kepala kita!” Kabut belum juga terangkat dari atas tanah Desa Karangjati, seolah desa itu dikurung dalam dunia lain. Bau anyir darah masih begitu tajam menusuk hidung. Taufik dan Bagus, meski selamat dari pengaruh Jagat dan Kala malam sebelumnya, belum benar-benar bebas. Ada sesuatu yang tertinggal di dalam kepala mereka — bisikan-bisikan halus, tawa kecil yang kadang muncul tiba-tiba di telinga. Dan kini... mereka melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana bencana yang lebih besar mulai terjadi. Warga yang tersisa, mereka yang semalam selamat karena bersembunyi, satu per satu mulai bertingkah aneh. Mula-mula hanya tatapan kosong. Kemudian suara-suara gumaman. Akhirnya jeritan, teriakan, kekerasan tanpa alasan. Pagi itu, Seorang ibu-ibu tiba-tiba menyerang suaminya dengan pisau dapur, berteriak-teriak seolah melihat setan di hadapannya. Anak-a

  • Pesugihan Genderuwo   260. Kebenaran Terkubur

    "“Kamu lihat itu, Bagus?” Taufik berbisik dengan suara gemetar. “Matanya... Bukan mata manusia lagi.” Malam menebarkan kabut pekat di atas Desa Karangjati. Bau tanah basah bercampur amis darah menggantung di udara. Di sela reruntuhan rumah dan jalan-jalan berlumpur, dua sosok bergerak cepat, berusaha menghindari perhatian. Taufik menarik Bagus bersembunyi di balik puing pagar kayu yang setengah roboh. Napas mereka memburu. Jarak beberapa meter di depan, Ratih berdiri. Di sekelilingnya, dua anak kecil — Jagat dan Kala — saling berbisik sambil tertawa kecil. Yang membuat bulu kuduk Taufik berdiri bukanlah suara tawa itu. Melainkan mata mereka. Mata Jagat dan Kala memancarkan sinar gelap, seolah ada sesuatu yang bergerak di balik pupilnya — sesuatu yang bukan berasal dari dunia ini. Taufik menggenggam lengan Bagus erat-erat. "Jangan lihat mereka terlalu lama," bisiknya. "Mereka... bukan anak biasa." Bagus menelan ludah. "Kita... kita harus tetap mengikuti mereka, kan?" Taufik

  • Pesugihan Genderuwo   259. Amarah

    Angin malam menyapu deras di Desa Karangjati. Di bawah sinar bulan pucat, Balai Desa dipenuhi wajah-wajah gelisah. Para warga berbisik-bisik, matanya penuh kecurigaan yang membara. "Ini... semua ini gara-gara Ratih," bisik Pak Darmin, suaranya bergetar, menahan emosi. "Benar! Sejak dia kembali, kematian datang bertubi-tubi," sahut Bu Marni, matanya menyala penuh dendam. Dulah, kepala dusun yang biasanya tenang, berdiri di tengah kerumunan. Suaranya berat saat berbicara, "Tenang dulu, semua. Kita belum tahu apa-apa." "Apanya yang belum tahu?!" seru seorang lelaki dari belakang. "Bayi-bayi mati! Hewan ternak hancur! Semua kejadian buruk bermula setelah Ratih datang bersama dua anak setannya itu!" Kerumunan mulai riuh. Suasana berubah jadi lautan emosi liar yang hampir tak terkendali. Bagus, seorang pemuda desa, maju dengan wajah suram. "Aku... aku pernah melihat sendiri," katanya, suaranya bergetar. Semua mata menoleh. Sunyi. Hanya suara jangkrik yang berani menyela. "Aku

  • Pesugihan Genderuwo   258. Pembalasan

    “Wuh, enak sekali ya, tubuhnya harum,” gumam Indra sambil menjilat bibirnya sendiri. Langkahnya menelusuri jalan setapak di tengah hutan yang gelap dan sunyi. Hutan itu menjadi saksi bisu atas perlakuan bejatnya terhadap Ratih. Indra tak bisa menghilangkan bayangan wajah Ratih dari kepalanya. Senyuman Ratih, tubuhnya, tatapannya—semua masih melekat kuat dalam pikirannya. “Wajah itu... sangat cantik,” gumamnya pelan. Dia menyeringai puas, tenggelam dalam lamunannya, hingga tanpa sadar... SROK! “Auh!” teriaknya. Tubuhnya terperosok masuk ke dalam lubang cukup dalam, tubuhnya membentur tanah keras. Kaki kanannya terasa nyeri luar biasa, seperti terkilir atau mungkin patah. “Brengsek! Bagaimana bisa aku nggak lihat lubang ini?” makinya sambil mencoba berdiri. Tapi begitu berat. Kakinya benar-benar tidak bisa menopang tubuhnya.Dia mulai berteriak. “Tolong! Siapa saja, tolong aku! Aku jatuh!” Namun siapa yang akan mendengarnya di tengah hutan lebat dan gelap seperti ini? Hanya sua

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status