Share

Nyi Kukun Berulah

Author: El Nurcahyani
last update Last Updated: 2024-10-21 19:28:09

Bab 3

Renata tak memedulikan kepergian si bapak yang menolongnya dan keberadaan anak kecil itu yang sudah menghilang. Sepeda motornya terus melaju, tak ada beban. Namun, tak lama dia baru sadar. Ada sesuatu yang janggal. Hatinya bimbang, antara terus melaju atau berhenti karena rasa penasaran.

Akhirnya berhenti juga Renata, keningnya dikerutkan. Ingin menoleh, melihat tempat ia jatuh tadi, tapi ada rasa merinding, berdiri bulu kuduk. Meski 90% dia tidak meyakini hal-hal mistis, tapi dalam situasi ini cukup membuat tengkuknya berdesir, seperti tiupan angin berembus sejuk. Dia ingat sebuah tayangan horor dengan judul ‘Jangan Melihat Ke Belakang.’

‘Ah, bodo amat.’ Dengan seketika Renata membalik kepalanya, dia menoleh pada jalan yang telah dilaluinya. Jalan desa yang lurus, masih dominan tanah dan bebatuan.

“Aaakh!” Renata dikejutkan oleh penampakan orang gila berambut gimbal dan kulit gelap.

Orang gila itu tepat di belakang Renata, sedang diam mengamati dirinya yang sejak tadi melamun.

“Ih...! Ari kamu ngareureuwas wae. Sana pergi, hush. hush! Kaditu siah!” Renata terus mengusir orang gila itu. Selain bikin takut, aroma tubuhnya yang gak kuat, bikin isi perut terasa mau keluar.

“Tuh... tuh...kahade.” Orang gila itu menunjuk ke arah belakang Renata, dengan berjalan mundur menjauh dari gadis yang masih stay di atas motor .

“Naon sih ari kamu?! Sana pergi. Kata aku pergi! Ya, pergi!” hardik Renata.

“Kahade jurig! Jurig tuh! Jurig tuh! Awewe!” kata orang gila itu lagi, sebelum dia benar-benar pergi sambil ketawa-ketawa dan ngoceh sendiri. Seperti menertawakan dan ngatai Renata yang gak percaya dengan peringatannya.

Akan tetapi, Renata saat ini jadi terpengaruh ucapan si orang gila itu. Konon katanya, orang gila adalah manusia yang begitu dekat dengan makhluk halus. Dari penglihatan, alam bawah sadar, sampai bisa berinteraksi dengan para makhluk astral.

Renata mengusap tengkuknya perlahan, “Aduh... kok jadi tambah dingin gini sih,” gumamnya.

Maksud Renata, tubuhnya mendadak merasa sejuk, padahal panas terik. Diibaratkan, terasa dingin tapi berkeringat. Beberapa kali kepalanya digelengkan, menepis keanehan yang dia alami. Motornya kembali melaju, ke pasar sesuai perintah ibunya.

Sampai di pasar, Renata bingung harus belanja di jongko/tempat yang mana. Tukang sayur berjejer banyak, begitu pun penjual ayam berderet. Tiba-tiba...

“Hei sini!” seorang penjual ayam memanggil Renata sambil melambaikan tangannya. “Kamu anaknya Bu Aminah kan? Sini, beli di tempatku. Biasanya Bu Aminah kalau beli ayam di sini. Nanti saya kasih bonus deh, tenang aja.”

Renata yang merasa kebingungan, ngikut saja apa kata penjual itu. Yang penting perintah ibunya beres. Beberapa tempat jualan bahan makanan yang dibutuhkan Renata, terjadi hal yang sama. Para penjual itu memangilnya dan memberikan bonus.

“Wah ... Jadi ibu enak juga ya. Belanja dengan uang sedikit, bisa dapat banyak banget gini,” gumam Renata sambil mengangkat agak tinggi hasil belanjaannya.

Renata kembali pada motornya untuk pulang, tapi saat baru saja beberapa meter motor itu melaju, dia melihat seseorang yang dikenalnya.

“Hey... Teteh?! Teh Leha!” teriak Renata berkali-kali.

Namun, yang dipanggilnya tak menoleh. Akhirnya Rena langsung pulang saja. Toh nanti ketemu di rumah, itu pikirnya.

###

Sesampainya di rumah, dengan antusias Renata menceritakan kejadian di pasar tentang para penjual yang baik hati, memberi bonus padanya. Dan juga dia menceritakan bertemu kakaknya, Leha dan teman-temannya. Itu berarti Leha pulang tidak sendiri.

“Sebentar, ada yang aneh. Mereka semua tahu kamu anak ibu?” tanya Aminah, langsung diangguki Renata.

“Em, mereka memanggil ibu dengan sebutan Bu Aminah?” tanya Bu Aminah lagi dan juga diangguki Renata.

Bu Aminah terdiam sejenak. Dia juga berpikir tentang Leha dan teman-temannya berada dilingkungan pasar. Padahal Leha kemarin bilang akan pulang lusa, berarti besok seharusnya.

“Ada apa, Bu?” tanya Renata. Dia jadi ikut bingung melihat gelagat aneh ibunya.

“Gak apa-apa. Ibu Cuma bersyukur aja. Mungkin karena mereka kasihan dan sayang sama anak baik seperti kamu. Mau disuruh ibu. Jadi banyak kasih bonus,” jawab Aminah berbohong. “Tapi ibu jadi gak enak, mereka terlalu baik,” lanjutnya.

“Hehe, itu kan karena ibu sering bantu warga ngumpulin pembalut. Jadi mereka juga merasa hutang budi. Ya ‘kan?” ucap Renata, membesarkan hati ibunya. Tumben dia bersikap bijak, itu karena dia telah dipuji ibunya juga.

Aminah hanya mengangguk dan mengusap lengan anaknya, tanda terima kasih. Aminah kemudian membawa barang belanjaan itu ke dapur. Namun, sebelumnya menitipkan Lisna – anak bungsunya – pada Renata.

“Aki sama Nini belum pulang emang, Bu?” tanya Renata. Dia sebenarnya malas kalau suruh jaga anak kecil.

Aminah hanya menggeleng. Terus melangkah ke dapur. Sambil melakukan aktivitas di dapur, Aminah terus berpikir. Pedagang-pedagang itu pasti mereka – Nyi Kukun – yang merasuki tubuh para pedagang dan mengendalikannya.

“Warga di sini, termasuk orang-orang pasar memanggilku Emak. Leha juga tidak mungkin pulang langsung ke pasar. Bis dari kota jalurnya langsung ke sini, kalau ke pasar dulu jalurnya berbeda dan ganti angkot dua kali kalau dari jalur jalan utama,” gumam Aminah.

Dia merasa sudah Lelah dengan tradisi ini, warisan nenek buyutnya yang aneh. Dapatkah semua diakhiri?

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Tatapan Aneh Mulai Tampak

    Bab 41"Astaghfirullahaladzim...," gumam Leha. Dia tahu yang didengarnya adalah halusinasi.Leha tetap melanjutkan perjalanan, melewati jalan kecil di desa yang sunyi, hanya ada beberapa orang yang terlihat di pinggir jalan. Namun, ada sesuatu yang aneh.Orang-orang itu berdiri dengan posisi kaku, kepala mereka sedikit miring, dan mata mereka kosong, seolah menatap jauh ke dalam jiwa Leha. Beberapa bahkan tersenyum lebar, tetapi senyuman itu terasa dingin dan tidak manusiawi.Saat Leha melewati mereka, ia merasakan udara dingin menusuk kulitnya. Salah satu dari mereka, seorang lelaki tua dengan topi anyaman, melambaikan tangan pelan. Leha hampir menghentikan motornya untuk membalas, tetapi ia melihat tangan lelaki itu terlalu panjang, jari-jarinya menghitam seperti hangus.Leha menghela napas, mencoba untuk tidak panik.“Ini cuma imajinasi... Cuma pikiran aku aja,” gumamnya, namun hatinya tetap gelisah.Ketika hampir sampai di tikungan menuju sekolah, ia melihat seorang perempuan muda

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Apa Salahnya Dendam

    Bab 40Keesokan harinya, suasana pagi di rumah Leha masih diliputi kesunyian yang terasa ganjil. Di meja makan, Leha menyiapkan diri untuk berangkat mengajar. Taryo, yang sejak tadi memperhatikan putrinya, akhirnya membuka percakapan."Leha," panggil Taryo sambil menyeduh kopi hitam. "Ayah mau ngomong. Kamu nggak capek jadi guru honorer? Gajinya kecil, tenagamu habis. Belum lagi bensin tiap hari. Gimana kalau kamu nerusin warung almarhum ibumu saja? Lebih praktis, kan?"Leha menghentikan sendoknya yang sedang mengaduk teh. Ia memandang ayahnya dengan raut wajah dilema."Ayah, Leha jadi guru bukan cuma soal uang," jawabnya pelan, mencoba menahan gejolak hatinya. "Leha ingin desa ini berubah. Anak-anak di sini butuh pendidikan, biar nggak gampang ditipu atau terjerumus pada hal-hal yang salah. Apalagi sekarang... teror ku... Em, maksud Leha, teror kemalasan dan gaptek, sudah semakin parah. Kalau Leha berhenti, siapa yang akan ngajari mereka?"Taryo meletakkan cangkirnya dengan sedikit k

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Siap Perang

    Bab 39 Renata yang sejak tadi terdiam, tiba-tiba mendekat dan memeluk Leha erat. Air matanya mengalir saat ia mencoba menenangkan kakaknya. "Teh, tenang, ya. Kita butuh Teh Leha. Jangan seperti ini," ujar Renata, suaranya bergetar. Dede, adik bungsu mereka, ikut bergabung dalam pelukan itu. Meskipun ia masih kecil, ia tahu keluarganya sedang menghadapi sesuatu yang besar dan menakutkan. "Teh Leha jangan marah-marah. Dede takut," gumamnya pelan. Pelukan itu membuat kemarahan Leha perlahan surut. Ia menarik napas panjang, menenangkan diri. Suara tawa di luar sana yang tadi menggema kini perlahan mereda. Namun, keheningan itu justru terasa semakin menekan. Juju dan Sastra memandang cucu-cucunya dengan tatapan cemas. Mereka menyadari bahwa suara tawa itu tak mungkin berasal dari manusia. Namun, mereka memilih diam, tak ingin membuat keadaan semakin tegang. Tentunya saja wajah cemas yang ditunjukkan kedua lansia itu, palsu. Di sisi lain, Taryo hanya mengamati dengan bingung. I

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Jasad Aminah Diambil Alih Kukun

    Bab 38 Setelah tiba di rumah, Renata tak mampu menahan emosinya. Tubuhnya bergetar, napasnya memburu, dan air matanya terus mengalir. Ia berlari menuju kamar ibunya, tadinya mau menumpahkan kesedihan di sana.Namun, dia melihat Kakaknya sedang duduk memandangi kain putih milik mendiang Aminah."Teh!" Renata terisak, suaranya serak oleh kesedihan yang menyesakkan dada. "Ibu... Ibu hilang! Jenazahnya tidak ada!"Leha terdiam sejenak, wajahnya yang pucat menegang. "Apa maksudmu? Hilang?!" tanyanya dengan nada tak percaya.Renata mulai menjelaskan, meski kalimatnya tak beraturan. Ia bercerita bagaimana jenazah ibu mereka menghilang dari liang lahat, diiringi suara tawa mengerikan dan keanehan yang tak masuk akal.Mata Leha menyala oleh emosi. Ia melompat dari tempat duduknya, membuka pintu kamar dengan kasar, dan berjalan keluar dengan langkah cepat. Juju, nenek mereka, yang sedang duduk di ruang tengah bersama Sastra, kaget melihat cucunya melintas dengan penuh amarah."Leha! Mau ke man

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Dimakamkan Makhluk Lain

    Bab 37Renata dan Dede yang terguncang berusaha bangkit, tetapi kakinya lemas. "Ibu? Ibu kemana?" teriak mereka dengan suara terbata, tubuh terasa sangat lelah dan terhimpit oleh rasa takut yang mendalam.Tak jauh dari sana, sesosok bayangan tampak melintas dengan cepat, seperti sesuatu yang menunggangi angin. Beberapa orang di bisa merasakan kehadiran makhluk asing, seolah sesuatu yang sangat kuat tengah mengawasi mereka."Ini... bukan kebetulan," pikir Juju dalam hati. "Ini adalah perbuatan mereka... makhluk-makhluk itu."Taryo mencoba tenang, namun ia tak mampu menyembunyikan kekhawatiran yang terlihat jelas di wajahnya."Nak... kita harus pulang. Ini bukan tempat yang aman," katanya, namun suara ketakutannya tak bisa ia sembunyikan.Para kerabat yang hadir tampak panik. Mereka semua mulai menjauh dari liang kubur, mencoba untuk lari dari tempat itu. Keanehan ini tidak hanya menyerang Keluarga duka, namun semua orang yang ada di sana merasakan adanya kekuatan yang tak kasat mata.T

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Jenazah Aminah Hilang

    Bab 36. Aminah menoleh, tapi dia tidak berbicara apa pun."Ibu, ayo. Nanti Ibu kecapean," paksa Leha.Berkali-kali Leha memaksa, karena Aminah cuma diam dan terus berjalan, setelah menatap Leha."Ibu, jangan kaya gitu. Leha gak tega kalau harus pulang sendiri. Padahal ibu kerepotan," paksa Leha sekali lagi.Aminah menggeleng pelan, dengan sorot mata redup tapi tajam. Bahkan tangannya sedikit terangkat, menandakan penolakan.Leha terdiam, ada rasa merinding melihat tatapan ibunya."Yaudah, kalau gitu Leha pulang duluan ya Bu."Aminah tidak merespon. Yang Leha lihat Aminah terus berjalan sambil menenteng kresek besar, yang kelihatannya terasa berat.Dalam perjalanan pulang, Leha berpikir. Mungkin ibunya tidak mau diajak, karena takut bau amis darah dari pembalut mengotori motor, atau membuat Leha tidak nyaman. Dia berpikir positif saja.###Ketika Leha tiba di rumah, suasana sudah berubah mencekam. Banyak orang berkerumun di halaman, beberapa bahkan menangis histeris."Bendera kuning?"

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Jenazah yang Tidak Lazim

    Bab 35 Leha mendengarkan dulu suara speaker masjid yang memberitahu ada orang meninggal. Tenyata itu anak dari salah satu tetangganya. Leha tahu dia seorang gadis."Jangan-jangan... ulah Nyi Kukun," gumam Leha. "Aku harus bersikap biasa saja," lanjutnya.Saat perjalanan menuju sekolah, Leha dihentikan seorang tetangga yang tergesa-gesa. Wanita itu, seorang kerabat dari orang yang meninggal di kampung mereka, tampak panik dan bingung.“Leha, tolong! Bisa antar aku ke rumah ibumu? Jenazah keluargaku keadaannya... sangat mengerikan,” ujarnya dengan suara gemetar.Leha menelan ludah, bingung harus bagaimana. Ia sudah terlambat menuju sekolah, tetapi tetangga ini memohon dengan begitu mendesak.“Tapi, Bu, saya harus ke sekolah...” jawab Leha ragu.“Saya nggak tahu harus minta tolong siapa lagi. Ibumu kan biasanya yang tahu cara menangani jenazah seperti ini,” katanya lagi, hampir menangis.Leha merasa serba salah. Akhirnya ia mengalah. “Ya udah. Baik, Bu. Ayo, saya antar ke rumah.”Sepanj

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Mulai Menentang Terang-terangan

    Bab 34 "Teteh, Renata mah kayanya gak sanggup deh, harus dzikir sebanyak ini," keluh Renata, yang berada i kamar Leha. "Semampunya aja Rena. Syukur-syukur kamu usahakan. Sambil membiasakan rajin ibadah. Selama ini kamu kan ...," goda Leha pada adiknya. "Iya-iya, Rena sadar. Kalau sekarang kan ada Teteh. Jadi kaya beda aja gitu suasana, Rena pasti bisa kebawa rajin kaya Teteh." "Ya udah, sana. Fokuslah. Semakin kita dekat sama Allah, bukan tentang menghadapi makhluk-makhluk gaib saja, kita sanggup lebih kuat dari mereka. Tapi, buat diri kita juga jadi serba lancar untuk mencapai keinginan." Rena mengangguk. Dia paham dan ngena sekali, nasihat yang disampaikan Kakaknya. ### Sejak azan Magrib berkumandang, Leha memutuskan untuk tidak keluar kamar. Ia memusatkan seluruh pikirannya pada dzikir, salat sunah, dan doa-doa yang diajarkan oleh Kiyai Soleh. Hatinya terasa lebih tenang, meski masih ada rasa was-was yang mengintai. Sementara itu, di kamarnya, Juju duduk bersemedi de

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Hamil tapi Masih Haid

    Bab 33 Tempat BidanSetelah menempuh perjalanan yang tidak begitu lancar, Leha dan Aminah akhirnya sampai di tempat bidan. Suasana klinik kecil cukup sepi sore itu, sehingga mereka langsung mendapat giliran.Bidan Ida, seorang wanita paruh baya dengan senyum hangat, memeriksa Aminah dengan teliti. Ia menggunakan alat ultrasonografi sederhana untuk memastikan kondisi kandungan Aminah. Setelah beberapa menit, wajahnya tampak serius."Gimana Bu Bidan? Kandungan Ibu saya baik-baik saja?" tanya Leha, antusias. Bidan yang melihat Leha begitu antusias, merasa terharu dan kagum. Seorang anak yang begitu peduli pada ibunya. Bidan Ida bisa merasakan perasaan Aminah yang sebenarnya tidak nyaman jika kandungannya diperiksa. Dapat dirasakan dari raut muka Aminah dan beberapa interaksi saat diperiksa. “Neng dan Ibu Aminah,” kata Bidan Ida dengan nada hati-hati. “Ada sedikit kelainan dalam kehamilan ini.”Leha yang duduk di samping ibunya langsung menegang. “Kelainan apa, Bu Bidan?”“Usia kandung

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status