Share

Hutan Ilusi

Author: Flo_ris
last update Last Updated: 2025-05-18 15:08:17

Suara ban mobil mereka teredam oleh tanah lembab dan dedaunan basah. Pepohonan tinggi menjulang, menutup cahaya matahari. Suara serangga dan burung hutan menggema, namun di antara semua itu, ada sesuatu yang tidak biasa.

Julian tiba-tiba terdiam.

“Tunggu,” katanya pelan, menoleh ke belakang.

Mereka semua diam. El menoleh tajam, mencoba menangkap apa yang Julian rasakan.

“Ada yang aneh?” tanya Nate, memelankan laju mobil perlahan.

Julian menelan ludah. “Sejak tadi aku merasa seperti ada yang mengikuti kita... suara sesuatu... tapi samar banget.”

El mengaktifkan mode thermal sensor di jam tangan GPS-nya. Gambar digital muncul, menunjukkan jejak panas yang samar, beberapa meter di belakang mereka.

“Ini bukan hewan biasa…” gumam El lirih.

Nate segera merunduk dan memberi isyarat dengan tangannya, “Kita turun dan jalan menyebar, tetap di jalur. Jangan panik.”

Perlahan mereka melangkah, kali ini lebih waspada. El menarik scarf-nya sedikit menutupi wajah, sementara Julian m
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Peta Yang Tak Pernah Ada    Menembus Cahaya

    Langkah El menyusul Nate dan Julian yang sudah berada di depan. Tapi saat mereka mulai menapaki jalanan setapak yang basah oleh embun, sebuah cahaya tiba-tiba menyala dari dalam tas yang dibawa Julian. “Astaga… jamnya!” seru Julian, buru-buru mengeluarkannya. Jam pemberian Lucien—yang sempat menyala dan menunjukkan peta sebelumnya—kembali memancarkan cahaya biru keemasan. Namun kali ini berbeda. Peta yang muncul bukan lagi berupa jalur panjang atau lokasi samar. Kini, dari jam itu terpancar jalur bercahaya yang hidup, melayang di udara seperti benang cahaya, mengarah lurus ke arah timur laut, menembus rimbunnya pepohonan yang membentuk batas hutan suci desa. Mereka bertiga saling pandang. El terpaku, tubuhnya terasa hangat saat mendekati jalur cahaya itu—seolah cahaya itu mengenalnya. Tiba-tiba suara lembut namun tegas terdengar dari belakang mereka. Wanita tua itu—yang sebelumnya menceritakan asal-usul El—berdiri di ujung jalan, membawa tongkat kayu yang dihiasi ukiran simbol ku

  • Peta Yang Tak Pernah Ada    Kembali

    Malam itu langit begitu kelam, seolah menandakan sesuatu yang besar akan terjadi. Bintang-bintang tertutup kabut tipis, dan udara terasa berat, menggantung di antara pepohonan yang merunduk diam. Wanita misterius itu berdiri di ambang jalan kecil yang mengarah ke bagian terdalam dari desa, tempat yang bahkan Nate dan Julian tak pernah dengar sebelumnya. “El,” katanya lembut, “tempat yang akan kita datangi ini… disebut Valeyra. Dalam bahasa kuno, artinya ‘ingatan yang belum selesai.’ Di sana, kau akan bisa melihat semua yang selama ini tersembunyi darimu. Tapi ada satu syarat—satu ujian yang harus kau lalui.” El melirik ke belakang, kepada Nate dan Julian. Tapi wanita itu menggeleng. “Hanya kau yang bisa masuk. Hanya kau yang memiliki kunci.” Jalanan itu gelap, hanya diterangi lentera gantung yang menyala redup, menggantung seperti bintang di pohon-pohon tua. “Ujiannya… seperti apa?” tanya El pelan. “Bukan ujian kekuatan atau logika,” jawab wanita itu. “Ini adalah ujian ha

  • Peta Yang Tak Pernah Ada    Ingatan Tersembunyi 2

    El masih menatap wanita itu dengan kebingungan yang membuncah. Jemarinya menggenggam gelas air yang tadi disuguhkan, dingin dan bening seperti kristal. Ia tak berpikir macam-macam saat meneguknya perlahan, hanya ingin menghilangkan haus dan menenangkan degup jantung yang tak juga mereda sejak mereka tiba di desa ini. Namun, begitu tetes terakhir air itu menyentuh tenggorokannya, tubuh El menegang. Sejenak, dunia di sekitarnya menjadi hening. Suara obrolan samar dari Nate dan Julian menghilang, berganti dengan desiran angin dan denting suara lonceng kecil, seolah berasal dari tempat yang jauh. Napas El tercekat. Pandangannya kabur, tapi tidak gelap. Justru sebaliknya—terang. Terlalu terang. Seketika, serangkaian gambar melintas dalam pikirannya. Terlalu cepat, terlalu kabur—tapi sangat nyata. Ia melihat seorang anak kecil berlari-lari di tengah taman yang dipenuhi bunga bercahaya. Cahaya itu bukan seperti cahaya matahari biasa, tapi memancar dari kelopak-kelopaknya sendiri. Anak i

  • Peta Yang Tak Pernah Ada    Ingatan Tersembunyi

    Di tengah kebingungan mereka yang berdiri terpaku di depan rumah berlapis emas itu, tiba-tiba Lucien, yang sejak tadi lebih banyak diam dan mengamati, mengerutkan kening. Sebuah dorongan aneh muncul di benaknya, mendorongnya untuk membuka peta yang terhubung dengan jam pintarnya—perangkat yang selama ini mereka andalkan dalam perjalanan.Dengan gerakan cepat namun hati-hati, ia menekan permukaan jam, dan seketika peta holografik muncul melayang di atas pergelangannya. Cahaya lembutnya menyinari wajah Lucien yang mulai menunjukkan ekspresi serius. Ia memperbesar tampilan, fokus pada titik lokasi tempat mereka berdiri saat ini.Lalu ia membeku.“Guys...” suara Lucien pelan, nyaris berbisik. “Lihat ini.”Julian dan El segera menoleh. Nate yang berdiri sedikit di belakang juga ikut melangkah mendekat.Di layar peta, ada satu titik menyala terang, lebih kuat dibandingkan tempat lain yang mereka lewati selama perjalanan. Warna merah keemasan yang menyala lembut, mencolok di antara wilayah-w

  • Peta Yang Tak Pernah Ada    Desa Tersembunyi

    Dengan penuh pertimbangan dan ketegangan yang menyesakkan dada, mereka akhirnya melangkah masuk melewati gerbang pohon raksasa itu. Seolah ada lapisan tak kasat mata yang mereka tembus—sekejap kabut menyelimuti pandangan, membuat langkah mereka limbung.Namun, hanya dalam beberapa detik, kabut itu sirna. Mata mereka terbuka lebar saat melihat pemandangan yang tak pernah mereka duga.Di hadapan mereka terbentang sebuah pemukiman luas—sebuah desa yang tampak begitu hidup. Rumah-rumah kayu dengan arsitektur klasik berdiri rapi, dihiasi lentera gantung yang menyala redup meski hari masih terang. Jalanan dipenuhi oleh orang-orang—pria, wanita, anak-anak—berpakaian khas yang tak mereka kenali, seolah berasal dari zaman atau dunia yang berbeda. Mereka lalu-lalang dengan wajah damai dan aktivitas biasa: membawa keranjang, berbincang di depan toko, atau menimba air dari sumur desa.“Apa ini...” bisik El, matanya berkaca-kaca karena bingung sekaligus takjub.Julian melangkah maju perlahan, eksp

  • Peta Yang Tak Pernah Ada    Melewati Gerbang Alami

    Udara dini hari menusuk kulit. Kabut tipis merayap di antara akar-akar pepohonan, menggantung rendah seperti bayangan samar dari sesuatu yang tak terlihat. El berdiri diam, tubuhnya kaku menatap cahaya redup yang tampak jauh di ujung jalan setapak yang semakin gelap dan tertutup pepohonan lebat.Cahaya itu... seperti lentera tua yang bergoyang perlahan—tidak seperti pantulan bulan atau kilatan hewan malam. Rasanya terlalu nyata untuk diabaikan, namun juga terlalu aneh untuk dianggap biasa.El menelan ludah, setengah ingin berbalik dan kembali ke tenda, namun setengah hatinya terus menarik ke arah cahaya itu. Langkah kecil sempat ia ambil. Satu... dua...“El...”Sebuah tepukan ringan terasa di bahunya—membuat jantungnya melompat ke tenggorokan. Ia membalikkan badan dengan cepat, hampir terjatuh karena panik.“Julian?” suaranya nyaris hanya bisikan.Namun bukan Julian yang berdiri di belakangnya.Sosok itu mengenakan jubah gelap, dengan wajah yang nyaris tak terlihat karena tertutup bay

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status