Share

Bab 12 : Bertemu Dua Setan

#Petaka_Malam_Tahun_Baru

Bab 12 : Bertemu Dua Setan

Aku sedang duduk di sebuah rumah yang terasa sangat asing. Rumah ini tak terlalu besar namun terlihat megah, aku celingukan, heran akan sebab keberadaanku di sini. Taklama berselang, muncullah beberapa orang wanita berpakaian serba putih dengan dandanan ala princes sambil menggendong seorang bocah laki-laki. 

Mereka membawa sang bocah keluar dari rumah itu dan bermain di halamannya. Aku mengekor di belakang, meski tak disapa. Kini kulihat empat orang wanita itu sedang berlari-lari kecil dengan sang bocah yang tawanya terdengar begitu renyah. Aku seperti mengenal bocah yang usianya mungkin dua tahunan itu, tapi di mana dan siapa, aku tak bisa mengingatnya.

Kuamati mereka yang sedang bermain dengan sangat ceria dan tanpa beban itu. Aku ingin bergabung, tapi mereka tak ada mengajakku. Eh, aku mulai ingat dia mirip siapa, dia mirip denganku. Siapa dia? Mengapa dia bisa mirip denganku?

Karena penasaran, aku mencoba mendekat dan bergabung bersama mereka, namun sang bocah langsung berlari ketakutan dan memeluk salah satu wanita itu. Dia tak mau menatapku dan menelusupkan kepalanya di dekapan wanita yang mungkin adalah ibunya.

“Hey, aku tak jahat. Aku hanya ingin ikut bermain bersama kalian,” ujarku.

Aku berusaha tersenyum, tapi mereka semua malah mengacuhkanku dan menggendong bocah yang wajahnya mirip denganku itu pergi. Entah kenapa? Aku merasa sangat sedih, air mata meleleh begitu saja. Aku bukan monster tapi mengapa bocah itu takut denganku?

Kubuka mata perlahan dan mengedarkan pandangan ke segala arah, ternyata barusan aku bermimpi tapi anehnya aku benaran menangis dan perasaan sedih itu masih sangat membekas. Kenapa aku? Kuusap wajah yang basah ini dan menyeka air mata. Baru kali ini aku bermimpi sedih begini, biasanya mimpi seram didatangi arwah bayi terkutu* itu. Aku termenung untuk beberapa saat, berusaha menguasai kesedihan yang tak beralaskan ini. 

Kurebahkan kembali tubuh ke tempat tidur dan mencoba memejamkan mata lagi, walau rasa kantuk seakan sudah tak ada lagi. Setengah jam berlalu, tapi aku tak bisa tidur juga. Aku kembali duduk lalu meraih gelas air putih dia atas meja dan menenggaknya hingga habis. Setelah minum, aku jadi ingin pipis, mau tak mau aku bangkit juga dari tempat tidur.

Agghhh!!! Aku menjerit histeris saat membuka pintu kamar mandi sebab melihat sesosok bayi bersimbah darah di sana, segera kututup kembali pintu itu.

Ya Tuhan, bagimana mungkin? Aku berusaha meredam ketakutan, sambil memegangi dada. Tak mungkin ada bayi itu dia di sini, dia sudah kuberikan kepada Bastian, aku pasti hanya berhalusianasi aja. Kutarik napas panjang dan membuka kembali pintu kamar mandi secara perlahan, lalu melebarkannya dan tak ada apa pun di dalam sana. Kuhembuskan dengan kasar napas yang kutahan tadi, aku lega ternyata yang tadi itu hanya kehaluanku saja.

****

Hari terus berlalu, aku selalu disibukkan dengan kuliah profesi. Aku belajar siang dan malam, berharap lulus UPA (Ujian Profesi Advokat) dengan nilai yang baik. Setelah ini, aku harus lebih serius lagi menjalani magang yang sangat menentukan karirku ke depannya. Saat magang nanti, kami akan terjun langsung menangani suatu masalah yang tentunya dengan bimbingan seorang pengacara yang memang sudah berpengalaman di bidangnya.

Bastian, bagaimana kabarnya sekarang? Apa anunya masih normal setelah dikerubuti enam bencis itu? Aku cekikikan. Hmm ... untuk saat ini akan kubiarkan kamu bernapas tenang sedikit, nanti baru kulancarkan balas dendam part 3 nya.

Pagi ini, aku sudah bersiap menjalani UPA dan sialnya, aku malah duduk bersebelahan dengan Seno. Aku muak melihat wajah putih pucat seperti mayat itu. Cih, ingin rasanya kuludahi wajahnya!

UPA berjalan lancar dan nilainya langsung sudah keluar. Tiada usaha yang mengkhianati hasil, aku mendapatkan nilai yang sempurna. Minggu depan, kegiatan magang akan dimulai. Dengan langkah cepat, aku menuju parkiran lalu berjalan menuju jalan raya untuk mencari tukang ojek. Eh, yang di depan itu seperti mobil Bastian, semakin kupercepat langkah untuk menghindar bertemu dengan bajin*an itu. Mungkin dia hendak menjemput Seno, atau bisa juga, Seno meminjam mobilnya.

Kulambaikan tangan pada tukang ojek yang kebetulan lewat, lalu memintanya untuk mengantarku ke sebuah supermarket. Aku mau belanja kebutuhan bulanan.

“Itu Riva!”

“Eh, masa iya sih dia Riva?”

“Sttt ... jangan nyaring-nyaring!”

“Habislah, kita. Ayo cepat pergi!”

Suara bisikan di belakang, membuatku harus membalikkan tubuh, sedikit penasaran juga. Dua orang pria, yang satu berwajah agak kebule-bulean dan yang satunya berwajah ala Indonesia menatapku dengan terkejut, seperti sedang bertemu setan saja. Iya, mereka teman-temannya Bastian, Amrul dan Pedro.

“Ri-Riva .... “ Amrul tergagap, wajahnya memucat.

“Eh!” Pedro jadi salah tingkah, sambil menggenggam tangan Amrul, dengan langkah yang mundur ke belakang.

 

“Ada apa?” tanyaku sinis dengan langkah maju ke depan, menatap mereka dengan tatapan bengis.

Keduanya semakin mundur ke belakang dan tak menyadari kalau di belakang mereka ada rak susunan pernak-pernik berbahan kaca.

“Ma-maaf ... Ri-Riva .... “ Pedro menyimpuhkan kedua tangannya di depan wajah.

“Maaf untuk apa?” tanyaku sinis dan semakin mendekat ke arah mereka dan membuatnya terpojok.

Aku tersenyum sinis, kini keduanya berdiri mepet dengan rak yang terdapat aneka pas bunga berbahan kaca dan keramik. Jika tertimpa kepala, mungkin bisa benjol. Otak jahatku mulai merencanakan sesuatu untuk dua anak buah Bastian ini.

“Apa, maaf?! Jangan mimpi, maafku untuk kalian itu adalah mustahil!” Kudaratkan tamparan keras di wajah keduanya.

“Awww!” Pedro dan Amrul memegangi pipinya namun mereka takkan berani membalas.

Kupelototi mereka, dan tak lupa menendang barang pusaka yang telah membuatku kritis di rumah sakit itu.

“Agghhh!!!” jerit mereka sambil terhuyung ke belakang, membuat rak kaca di belakang mereka tumbang dan isinya menimpa mereka.

‘Braakk!!’

Aku langsung melangkah pergi, saat terlihat beberapa karyawan supermarket ini berlari menghampiri dua korban yang terlihat sudah ambruk ke lantai. Kepala Pedro terlihat berdarah karena tertimpa pas bunga, namun ia malah meringkuk memegagi anunya yang mungkin lebih terasa sakit dari pada kepalanya yang bocor.

Amrul juga terlihat beradah-darah karena tubuhnya menimpa serpihan kaca rak yang pecah di lantai. Semoga matanya buta karena kemasukan beling kaca itu. Ini belum seberapa, akan masih ada pembalasan yang lebih dahsyat ini untuk kalian, Bastian cs.

Aku tak jadi belanja di sini, lebih baik pindah ke supermarket depan saja. Bertemu dua setan itu bikin suasana hati jadi tak baik lagi. Tadi aku ketemu Amrul dan Pedro, bisa jadi Bastian juga ada di sini. Aku malas ketemu cowok mesum itu.

Bersambung .... 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
JuneAy JuneAy
sukaaaaaas
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status