Share

Kota Echigo

“Kita harus segera pergi dari sini,” ucap Erwin tergesa-gesa.

“Ada apa,Win? Siapa mereka?” tanya Enola panik.

“Aku juga tidak tahu. Mereka memakai seragam kebersihan apartemen ini. Tapi aku belum pernah melihat mereka sebelumnya. Intinya kita harus segera pergi,” ucap Erwin.

“Tapi bagaimana kita akan pergi? Di depan pintu ada mereka,” tanya Enola yang bingung bagaimana mereka akan melarikan diri.

Erwin tidak menjawab apa-apa. Dia sibuk mengemasi beberapa barang. Lalu dia mengambil seluruh uangnya di laci. Tidak lupa dia juga membawa senjata api berwarna perak miliknya. Sementara itu Enola yang masih panik hanya bisa terdiam melihat Erwin sambil menggendong si kucing putih. Sama halnya dengan Enola, Renata yang tidak tahu apa-apa juga dibuat bingung dengan keadaan saat ini.

“Ya Tuhan! Ada apa lagi ini? Dari kemarin aku selalu mengalami hal yang tidak ku mengerti. Kedua orang ini seperti terlibat dalam masalah besar.” batin Renata yang merasa semakin cemas.

Setelah Erwin merasa telah cukup membawa bekal, dia segera menuju lemari di kamarnya. Lalu, dengan sekuat tenaga dia menggesernya. Namun, di balik lemari itu tidak ada apa-apa, hanya dinding putih biasa. Enola yang melihatnya langsung mengerutkan keningnya. Dia bingung dengan apa yang Erwin lakukan.

Tok! Tok! Tok!

“Ada orang di dalam? Tolong buka pintunya! Kami hanya ingin mengecek instalasi pembuangan dapur,” teriak salah seorang dari luar.

Sementara itu, di dalam kamar, Erwin mendorong tembok yang ternyata adalah pintu rahasia. Enola yang kini tahu tujuan Erwin hanya bisa tersenyum. Dari dulu dia selalu mengagumi Erwin sejak mereka berteman di Sekolah Menengah Atas. Sosok Erwin merupakan pria dengan berbagai bakat.

“Cepat masuk lewat sini,” pinta Erwin menyuruh Enola dan si kucing untuk masuk terlebih dahulu.

Setelah mereka melewati pintu rahasia itu, mereka berada di sebuah ruangan lain. Ruangan kosong tanpa benda apa pun. Erwin segera menggeser kembali lemari ke tempat semula untuk menutupi pintu rahasia itu agar tidak ketahuan oleh orang lain.

“Ini dimana, Win?” tanya Enola.

“Ini hanya apartemen sebelah. Aku menyewanya dulu. Untuk jaga-jaga kalau ada keadaan darurat. Aku membuat terobosan di tembok itu, jadi bisa ku gunakan untuk melarikan diri,” Erwin menjelaskan agar Enola tidak makin penasaran.

“Kalau begitu ayo kita kabur sekarang,” ajak Enola.

“Tunggu sebentar,” jawab Erwin singkat sambil menempelkan telinganya di tembok untuk mendengar keadaan di apartemennya.

Tidak berselang lama, suara dobrakan pintu terdengar. Itu tandanya kedua orang tadi menorobos masuk secara paksa. Benar saja dugaan Erwin, mereka bukanlah petugas kebersihan melainkan orang suruhan yang ditugaskan untuk mengejar Erwin atau Enola. Setelah memastikan kalau kedua orang itu telah masuk dengan mendengar suara langkah kaki mereka. Erwin segera mengajak Enola berlari keluar.

“Sekarang sudah aman. Ayo pergi!” ajak Erwin.

Mereka langsung menuju ke tempat parkir. Sebuah mobil Jeep hitam terparkir di pojok. Tidak menunggu lama, Erwin membukakan pintu untuk Enola dan dirinya juga langsung masuk mobil. Sementara itu, Renata yang masih bingung dan tidak tahu apa-apa, hanya bisa diam di gendongan Enola.

“Sebenarnya apa yang terjadi? Apa aku dalam bahaya lagi?” tanya Renata dalam hati karena tidak tahu apa-apa seperti anak kecil.

Erwin menyalakan mobilnya dan langsung tancap gas untuk meninggalkan gedung tempat dia tinggal. Melaju dengan kecepatan tinggi agar tidak ketahuan oleh kedua orang itu atau siapa pun yang mengikutinya. Kemampuan Erwin dalam mengendarai mobil tidak perlu diragukan lagi. Balap liar malam hari di jalanan umum adalah hobinya saat sekolah dulu. Tak pernah sekali pun dia tertangkap polisi karena keahliannya itu.

“Win, kita mau kemana? Kamu punya tempat lain untuk bersembunyi?” tanya Enola.

“Aku punya kenalan di kota Echigo. Mungkin kita bisa menetap disana untuk sementara waktu,” jawab Erwin sambil tetap fokus menyetir mobil.

“Kota Echigo? Kamu gila? Kita harus menjauhi kota itu,” tegas Enola meminta Erwin agar membatalkan niatnya.

“Justru kita malah jangan pergi dari kota itu, mereka pasti mencariku di luar kota, mengira kalau aku sudah jauh melarikan diri,” jawab Erwin dengan tenang.

“Kamu yakin ini akan aman?” tanya Enola yang masih saja cemas.

“Percaya saja padaku. You know who I am,” jawab Erwin percaya diri dengan idenya.

“Oke, aku percaya kamu,” kata Enola singkat. Dia hanya bisa psarah menuruti perkataan Erwin.

Erwin mempercepat laju mobilnya. Dia melihat jam di tangannya. Waktu menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Dia harus tiba di kota Echigo sebelum jam dua belas malam. Setelah lewat jam dua belas, kota itu akan dikuasai oleh para mafia yang berkeliaran di malam hari. Di sana memang sarangnya beberapa mafia besar yang mengusai bisnis-bisnis gelap dan ilegal. Akan lebih memudahkan mereka untuk melancarkan aksinya di malam hari. Sebenarnya tidak akan ada masalah jika Erwin tidak mengganggu mereka. Namun, saat ini dirinya sedang dalam pencarian seseorang. Takutnya ada yang membocorkan posisi dirinya saat ini.

“Maaf ya... Kamu jadi harus terlibat dalam hal ini. Nanti aku akan belikan sosis yang banyak untukmu. Mau, kan?” ucap Enola sambil mengelus-elus bulu Renata.

“Sebenarnya aku benci dengan hal ini tapi karena aku tidak bisa apa-apa. Aku bakal menurut saja” ucap Renata dengan bahasa kucingnya.

“Bagus, nanti aku belikan sosis sapi,” jawab Enola meski tidak tahu apa yang dikatakan Renata.

“Memangnya kamu paham bahasa kucing, dasar!” kata Erwin meledek Enola.

“Kita itu harus sering-sering mengajak hewan peliharaan ngobrol, nanti juga saling paham. Kamu mana tahu,” jawab Enola sedikit kesal.

“Enaknya diberi nama siapa kucing ini?” tanya Erwin.

“Memangnya kamu serius mau pelihara kucing ini? Kamu mungkin akan kerepotan menjalankan tugasmu sebagai detektif dan harus mengurus kucing ini,” kata Enola yang ragu jika Erwin harus merawat Renata.

Renata terkejut saat mendengar bahwa Erwin adalah seorang detektif. Dia teringat perkataan wanita yang memberinya kalung.

“Apakah dia adalah detektif yang dimaksud wanita itu? Apa dia juga punya bekas cakaran kucing di lengannya?” Renata bertanya-tanya dalam hati sambil melirik lengan Erwin. Namun sayangnya Erwin memakai jaket berlengan panjang sehingga Renata tidak bisa memastikannya.

“Aku tidak akan meninggalkan kucing ini kemana pun aku pergi,” ucap Erwin penuh keyakinan.

“Hmmm... ya sudah kalo itu mau kamu,” ucap Enola sedikit cemburu karena Erwin belum pernah mengatakan hal seperti itu padanya.

“Aku beri nama dia Boni, bagaimana? Cocok tidak?” tanya Erwin sambil memalingakn wajahnya sekejap ke arah Renata.

“No! Dia kucing betina. Mana cocok diberi nama Boni. Bagaimana kalau Nana. Bagus, kan? Usul Enola.

“Nana. Okay, setuju. Kamu suka nama itu?” tanya Erwin, sekali lagi memalingkan tatapannya ke Renata.

“Renata jadi Nana, padahal aku sering dipanggil Rere. Tapi bagus juga nama Nana.” batin Renata memikirkan nama yang diberikan padanya. Dia lalu meyetujuinya dengan bersuara “Meow.”

“Sepertinya dia suka, Win,” imbuh Enola.

Sementara itu, kedua orang yang tadi mendobrak pintu apartemen Erwin, kini sedang mengobrak-abrik tempat itu dengan kesal karena tidak menemukan siapa pun di sana. Semua ruangan sudah mereka perikasa, bahkan di bawah tempat tidur. Namun tidak dapat menemukan keberadaan satu orang pun. Mereka hanya menemukan semangkuk makanan kucing.

Beruntungnya, salah satu dari kedua orang itu cukup pintar. Dia tidak sengaja menyentuh kasur dan menyadari kalau kasur itu masih hangat. Itu dalah tempat dimana Renata tertidur tadi. Dia mengira pasti ada seseorang yang belum lama meninggalkan tempat itu.

“Sialan! Aku yakin tadi pasti ada orang di sini,” ucap salah satu orang yang kini berada di apartemen Erwin.

Saat mereka hendak pergi, suara dering ponsel menghentikan mereka.

“Maaf, Tuan. Nona Enola telah meninggalkan tempat ini. Sepertinya Nona Enola melarikan diri dengan pria itu,” ucap salah satu dari kedua orang itu melalui telepon.

“ Bodoh! Cepat cari sampai ketemu! Atau mau ku hajar kalian?” jawab seseorang yang ada di panggilan telepon dengan marahnya.

Kedua orang itu melanjutkan memeriksa apartemen Erwin. Mereka mencari-cari sesuatu yang mungkin bisa menjadi petunjuk untuk menemukan Enola. Tempat sampah tak luput dari pencarian mereka. Bahkan mereka sampai mengbrak-abrik tempat tidur Erwin. Sampai akhirnya salah satu dari mereka menemukan sesuatu.

“Lihat ini!” ucap salah seorang dari mereka sambil menunjukkan secarik kertas. “Bukankah ini di kota Echigo?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status