Share

Pergi dari Persembunyian

“Ada seseorang yang mengirim video ke ponselku. Di situ kamu terikat, kondisi kamu terluka berlumuran darah. Tapi sekarang keadaan kamu baik-baik saja. Bagaimana aku tidak bingung,” jelas Enola.

“Aku paham sekarang. Sebenarnya aku juga masih bingung. Antara percaya dan tidak. Aku masih ingat saat aku disekap di sebuah gudang, dipukuli sampai aku hampir mati. Untungnya aku bisa melarikan diri,” ucap Erwin, menjelaskan kejadian yang dia alami.

“Kenapa kamu bisa sampai disekap dan dipukuli?

“Aku juga tidak tahu. Saat itu aku baru saja selesai menyelidiki rumah seorang teknisi perusahaan Alpha Tech yang menjadi korban pembunuhan di kota Echigo. Tiba-tiba seseorang memukulku dari belakang sampai aku pingsan.”

“Lalu bagaimana kamu tidak terluka sama sekali seperti sekarang?”

“Kamu percaya kalau aku diselamatkan seekor kucing?” ucap Erwin dengan nada datar karena tidak berharap kalau Enola langsung percaya.

“Kucing? Kamu bercanda? Bagaimana mungkin?” ucap Enola yang semakin bingung dengan jawaban Erwin.

“Ikut aku!” pinta Erwin.

Erwin mengajak Enola masuk ke kamarnya. Disana Renata sedang meringkuk tertidur pulas. Erwin segera duduk di sampingnya sambil menatap kucing itu. Enola yang melihat gerak-gerik Erwin, mengerti kalau kucing itu yang dimaksud. Namun tetap saja Enola tidak percaya dengan perkataan Erwin.

“Ini kucing yang kamu maksud?” tanya Enola sambil menatap kucing yang ada di sebelah Erwin.

“Iya. Setelah aku berhasil kabur dari gudang itu, aku segera berlari sejauh mungkin tanpa arah tujuan sampai kehabisan tenaga. Aku kira akan mati saat itu juga. Hal terakhir yang aku lihat adalah kucing ini. Aku meminta tolong padanya,” jelas Erwin mengatakan hal yang terjadi malam itu.

“Meminta tolong padanya?” tanya Enola yang makin penasaran.

“Entahlah, aku juga tidak begitu mengingatnya. Setelah beberapa saat, aku tersadar. Lukaku sembuh total. Dan kucing ini malah tergeletak di sebelahku. Sebenernya aku juga tidak yakin kalau kucing ini yang menyelamatkanku.”

Renata terbangun dari tidur pulasnya karena suara obrolan Enola dan Erwin. Sejenak dia meregangkan tubuhnya. Matanya terbuka perlahan, menatap gadis yang ada di depannya.

“Siapa lagi orang ini? Apa dia teman lelaki itu?” tanya Renata dalam hati.

“Hai..!” sapa Enola sambil membungkuk dan medekatkan wajahnya pada Renata.

“Halo!” jawab Renata dengan suara “Meow.”

“Eh ... apa dia paham yang aku katakan?” Enola menerka sambil mengarahkan pandangannya ke Erwin.

“Mungkin saja. Coba aku yang tanya,” kata Erwin. “Kamu masih lapar?” tanyanya pada Renata.

“Tentu saja aku masih lapar” jawab Renata dengan suara, “meow meow.. meow..”

“Apa dia bilang ‘iya’?” tanya Enola pada Erwin.

“Sebentar, aku ambilkan makanan kucing yang tadi aku beli,” ucap Erwin yang langsung bergegas mengambil makanan kucing yang ada di meja ruang tamu.

“Apa? Makanan kucing? Aku diberi makanan kucing? Yang benar saja! Aku memang mau minum susu karena tadi terpaksa. Ta ... tapi tidak harus makanan kucing juga!” Renata mengomel sendiri dalam hatinya. Ekspresinya menunjukan rasa tidak senang.

Sesaat kemudian Erwin kembali dengan membawa semangkuk makanan kucing untuk Renata. Dia langsung meletakkannya di atas tempat tidur. Namun, Renata yang tidak mau memakannya langsung meloncat menghindari makanan itu.

“Aku tidak mau makan ini. Kau pikir aku apa?” gerutu Renata dengan suara “Meow meow meow meow...”

“Sepertinya dia tidak suka makanan itu, Win,” ucap Enola.

“Tapi ini makanan kucing paling mahal. Bagaimana mungkin dia tidak suka,” bantah Erwin.

Erwin mencoba membujuk Renata untuk makan sambil berlari-lari kecil. Tapi dia tetap menolaknya dan bersembunyi di balik pintu. Enola yang melihat Erwin bertingkah manis, hanya bisa tersenyum. Sebelumnya dia sangat kaku dan dingin seperti patung.

“Jangan dipaksa kalau tidak mau, Win. Biar aku yang coba,” ucap Enola sambil mengeluarkan sosis dari dalam sakunya yang dia bawa dari rumah.

“Kamu bawa sosis?” tanya Erwin.

“Iya, untuk jaga-jaga kalau aku kelaparan, soalnya aku tidak bawa uang sama sekali waktu kabur dari rumah,” Jelas Enola.

Enola pun mencoba mendekati Renata yang masih bersembunyi di balik pintu. Dia mebuka pintu sambil mengulurkan sosis yang ada di tangannya. Tampaknya Renata tidak menolaknya. Melihat ekspresi Renata, Enola langsung membuka bungkus sosis itu.

“Mau sosis?” tanya Enola.

“Ini yang aku mau. Sosis,” ucap Renata dengan suara “meow.. meow.. meow.” Ternyata Renata memang pecinta sosis.

Tanpa menunggu lama, Renata langsung menyergap sosis yang dipegang Enola. Dia memakannya dengan lahap. Enola yang gemas dengan tingkah Renata, langsung menggendongnya dan menyuapinya.

“Padahal tadi dia tidak mau aku sentuh. Kenapa bisa menurut denganmu?” tanya Erwin sedikit kesal.

“Mungkin dia kucing betina, jadi dia takut kalo kamu pegang-pegang,” balas Enola.

Keceriaan mereka tidak berlangsung lama. Tiba-tiba suara ketukan pintu mengagetkan Erwin. Enola pun sama kagetnya. Tanpa basa-basi, Erwin langsung mengecek keluar melalui lubang pintu. Dia melihat dua orang mengenakan seragam tukang kebersihan apartemen. Namun, ada yang aneh. Kedua orang itu berbadan kekar seperti bodyguard. Hal itu membuat Erwin Curiga. Dia langsung kembali ke kamar dan memberi tahu Enola.

“Kita harus segera pergi dari sini.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status