Inicio / Fantasi / Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa / 07. Pembalasan Kevin Drakenis

Compartir

07. Pembalasan Kevin Drakenis

Autor: Zhu Phi
last update Última actualización: 2025-03-24 16:15:31

"Kevin Drakenis! Beraninya kau menampakkan wajah busukmu di sini!" serunya penuh kejijikan. "Bukannya kau telah mati, sampah!"

Kevin mengeraskan tatapannya. "Helena Caraxis! Kau telah membantai keluargaku, mengorbankan adikku demi Darah Iblis Es, dan sekarang kau berdiri di sini, bertingkah seolah tak bersalah?! Kau ini manusia atau iblis, hah?!"

Helena tersenyum sinis sebelum melambaikan tangannya. Beberapa pengawal Paviliun bergegas masuk, pedang mereka terhunus.

"Habisi dia! Potong tubuhnya dan beri makan binatang buas!"

Lima pengawal mengepung Kevin. Salah satu dari mereka melangkah maju, mengayunkan pedangnya dengan cepat.

Namun—

SRET!

Kepala pengawal itu tiba-tiba terlepas dari tubuhnya, jatuh dan menggelinding di atas tanah. Matanya masih terbuka lebar, seolah tak percaya telah mati begitu cepat.

Empat pengawal lainnya membeku, tak sempat bereaksi sebelum nasib serupa menimpa mereka. Dalam sekejap, kepala mereka juga terpenggal, darah memancar liar ke segala arah.

Kevin hanya berdiri di tengah-tengah mayat, tangannya masih menggenggam pedang berlumur darah.

"Bangsat kau, Kevin! Hari ini juga, kau akan mati!" Helena menggeram. Suaranya dipenuhi kemarahan, tapi ada jejak ketakutan di dalamnya.

Delapan pengawal utama Paviliun tiba-tiba muncul, tubuh mereka dikelilingi aura yang mengerikan. Semuanya sudah berada di ranah Nascent Soul. Mereka langsung membentuk Formasi Paviliun Caraxis, formasi legendaris yang telah menghabisi banyak kultivator hebat, bahkan yang ranahnya di atas mereka.

Mereka mengamati Kevin, mencoba membaca kultivasinya, namun tak menemukan apapun. Mereka mencibir, mengira Kevin tak lebih dari seorang kultivator di tingkatan Pemurnian Qi.

Kevin mengangkat tangannya.

"Pedang Dewa Ilahi!"

Cahaya biru berpendar di genggamannya. Dalam sekejap, pedang besar dengan bilah yang bersinar terang telah berada di tangannya. Udara di sekelilingnya bergetar, seolah menyadari kedahsyatan senjata yang kini ia pegang.

"Sekarang, mari kita akhiri semuanya."

Di bawah cahaya rembulan yang muram, Kevin Drakenis melangkah ke tengah halaman Paviliun Caraxis. Matanya berkilat tajam, penuh kemarahan yang selama ini dipendamnya. Pedang Dewa Ilahi di tangannya berkilauan, memantulkan cahaya dingin yang menusuk hingga ke tulang.

Tanpa peringatan, tubuhnya melesat bagai kilatan petir.

"Phantom Gods Blast!"

SRET! SRET! SRET!

Udara malam diwarnai suara logam bertemu daging, diiringi percikan darah yang melayang seperti kelopak bunga yang jatuh tertiup angin. Dalam hitungan detik, delapan kepala para pengawal Paviliun Caraxis menggelinding di atas lantai batu. Darah mereka membentuk genangan merah pekat yang berkilauan di bawah cahaya rembulan.

Helena menegang. Napasnya memburu, dadanya naik turun dengan panik. Tangannya mencengkeram gagang pedangnya erat-erat hingga buku-buku jarinya memutih. Tubuhnya gemetar melihat Kevin yang seharusnya mati lima tahun lalu, kini berdiri di hadapannya dengan kekuatan yang tak masuk akal.

“Hanya begini kekuatan Paviliun Caraxis?” suara Kevin terdengar dingin, menusuk hingga ke relung jiwa. Matanya yang penuh kebencian mengunci pandangan Helena, menyalurkan ketakutan yang tak terlukiskan. “Sungguh mengecewakan.”

Helena merasakan hawa dingin menjalari tubuhnya. Keringat dingin mengalir di pelipisnya.

“Tidak! Ini tidak mungkin terjadi!” suaranya bergetar. “Kamu bukan manusia, Kevin Drakenis!”

Kevin menyeringai. Senyum itu bukan sekadar ejekan, melainkan penghakiman.

“Benar katamu,” bisiknya, suaranya bagai angin kematian yang mendesir di telinga Helena. “Aku ini hantu yang akan mencabut nyawamu.”

Kevin melangkah pelan, sengaja memperlambat gerakannya untuk membiarkan ketakutan merayapi seluruh tubuh mantan tunangannya. Mata Helena membesar, kepanikan semakin menyesakkan dadanya.

Namun, ketakutan itu berubah menjadi keberanian nekat. Dengan pekikan yang melengking, Helena mengayunkan pedangnya ke arah Kevin.

“Aku pernah membunuhmu lima tahun lalu! Sekarang, aku juga akan membunuhmu!”

Kevin tidak bergerak. Mata emasnya hanya menatap tanpa ekspresi saat pedang itu mendekat. Lalu, dengan satu gerakan sederhana—

CEKLIK!

Jarinya menjepit mata pedang yang mengarah ke wajahnya. Pedang itu berhenti seketika, tak bisa bergeming meski Helena sudah mengerahkan seluruh tenaganya.

“Baru Ranah Heavenly Soul dan sudah berani menyerangku?” Kevin mendengus. “Dasar sampah.”

KRAAAK!

Pedang di tangan Helena patah seakan terbuat dari kaca. Mata Helena membulat tak percaya, tetapi sebelum ia sempat bereaksi lebih lanjut—

BUGH!

Telapak tangan Kevin menghantam dantiannya. Rasa sakit luar biasa meledak di dalam tubuhnya, seperti ribuan pisau mencabik-cabik dari dalam. Tubuhnya gemetar hebat. Kekuatan yang ia bangun bertahun-tahun, yang menjadi kebanggaannya, kini lenyap dalam sekejap.

Helena terhuyung, kedua kakinya lemas. Mulutnya terbuka, tetapi tak ada suara yang keluar. Dantiannya telah hancur. Ia sekarang hanyalah manusia biasa—tanpa kekuatan, tanpa kebanggaan.

“Kau akan mati, Kevin!” Helena akhirnya bisa berbicara, suaranya terdengar putus asa. “Keluarga Caraxis akan memburumu bagaikan binatang buruan... Hahaha!” Tawanya terdengar nyaring, seperti orang yang sudah kehilangan akal sehat.

Kevin mengerutkan kening. “Apa aku bilang sudah selesai?”

SRET! SRET!

Helena terkejut. Sensasi aneh menyelimuti tubuhnya. Saat ia menurunkan pandangannya, dadanya terasa sesak oleh horor yang tak terlukiskan. Kedua tangannya... sudah tidak ada. Hanya sisa pergelangan yang berdarah.

“Bangsat kau! Bunuh saja aku!” teriaknya histeris.

Kevin menatapnya dengan mata kosong.

“Membunuhmu terlalu mudah, Helena Caraxis!”

Helena ingin berlari, tetapi tubuhnya tidak bisa bergerak. Sebelum ia sempat berpikir lebih jauh—

KRAAAK! KRAAAK!

Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App

Último capítulo

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   616. Pertarungan Dewa dan Iblis

    Langit perang kini pecah menjadi ratusan kilatan cahaya dan gelombang energi. Di setiap sudut medan, pertarungan antar legenda berlangsung. Sorakan pasukan teredam oleh deru kekuatan maha dahsyat.***~ Voltron vs Helena & Kael ~Pedang raksasa milik Voltron berayun dengan kecepatan yang mustahil untuk tubuh sebesar itu. Setiap gerakannya mencabik udara, meninggalkan retakan panjang di tanah berbatu. Suara gesekan logam membuat bulu kuduk siapa pun yang mendengarnya berdiri.“Helena, sisi kiri!” teriak Kael, pedangnya dilapisi pusaran angin yang menderu. Setiap tebasannya menimbulkan badai kecil, mencoba menahan hantaman brutal dari lawan.Helena menukik dari udara, rambut pirangnya berkibar liar tertiup tekanan spiritual. Pedang di tangannya menyala api biru membara, panasnya membuat udara bergetar.“Flameburst Sword!” serunya. Dengan teriakan itu, pedang menghujam bahu Voltron, disertai ledakan api biru yang membuat getaran hebat.Namun, Voltron hanya menggerakkan pedang besarnya. D

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   615. Serangan Celestial Myrad dan Dewa Seiryu

    Langit bergemuruh. Petir mengelagar di balik awan hitam yang terus berputar, seolah semesta sendiri tenggelam dalam kekacauan. Tiba-tiba, aura menyesakkan muncul, jauh lebih berat dari ribuan iblis yang baru saja menelan setengah medan perang.Suara langkah logam menghentak bumi. Sosok raksasa setinggi menara maju dari kegelapan—Voltron, pemimpin Celestial Myrad, dengan pedang besar di punggungnya yang berkilat bagai potongan bintang jatuh. Matanya memancarkan cahaya biru keperakan, dingin dan tak berperasaan.Di sampingnya, Vesta melangkah anggun. Jubah hitamnya berdesir, jemarinya sudah menggenggam kipas lipat berlapis racun, dan dari lengan bajunya bergemerincing jarum-jarum beracun, siap menghujam kapan saja. Senyum tipis terukir di wajahnya, senyum seorang pemburu yang sudah mencium bau darah mangsa.Vega mengaum rendah, tubuhnya menjulang seperti singa raksasa dengan cakar baja yang berkilau lima warna. Setiap langkahnya mencakar tanah, meninggalkan goresan membara dari elemen a

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   614. Pertempuran Paviliun Drakenis

    Sorakan pasukan manusia baru saja mereda ketika tanah bergetar hebat. Dari balik pusaran portal hitam, ribuan iblis menerobos maju. Tubuh mereka menjulang, kulit legam retak-retak mengeluarkan cahaya merah menyala dari dalam, seakan setiap iblis adalah tungku neraka berjalan. Iblis ini lebih mirip makhluk api yang menyebarkan bara yang panas.Iblis dari dasar terdalam Dunia Naga Seiryu ini sengaja dilepaskan oleh Tian Long sebagai pasukan iblis yang akan berada di garis depan penyerangan, sebelum Celestial Myrad turun tangan menghabisi Kevin Drakenis dan rekan-rekannya.“Mereka datang! Formasi!” teriak seorang kapten Dracarys, suaranya pecah tertelan gemuruh langkah musuh.Benturan pertama meledak ketika barisan terdepan iblis menghantam tembok api Dracarys. Api merah menyembur tinggi, menjilat kulit iblis, membuat mereka meraung. Sebagian jatuh terbakar, namun lebih banyak lagi yang menerobos dengan tubuh melepuh tapi terus mengamuk.“Phoenix Merah, sayap terbuka!” teriak Claudia dari

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   613. Menghimpun Kekuatan - III

    Di sisi lain, kegelapan hutan bagai tirai hitam yang menelan langkah dua sosok yang berlari kencang. Nafas Ezio dan Aurora terengah, bercampur dengan aroma darah segar yang masih menempel di pakaian mereka. Di tubuh keduanya, noda merah pekat mengering, bukti pertempuran sengit yang baru saja mereka lalui. Daun-daun hutan berguncang tiap kali mereka menerobos, suara ranting patah bercampur dengan detak langkah kaki yang terburu-buru.Udara malam menusuk, dingin, tapi tubuh mereka terasa panas oleh adrenalin dan amarah. Cahaya rembulan hanya samar menembus rimbunnya pepohonan, membuat jalanan bagai jurang gelap. Aurora sempat menoleh pada Ezio, tatapannya penuh dengan kelelahan, tapi tekad di matanya menyala lebih terang dari api.“Ezio… kita harus sampai sebelum terlambat.” suaranya tercekat, namun keras.Ezio hanya mengangguk, genggaman tangannya pada pedang makin kuat. “Kita tidak boleh berhenti.”Tak lama, kegelapan hutan pecah oleh cahaya obor yang berjajar tinggi. Di depan mereka,

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   612. Menghimpun Kekuatan - II

    Sementara itu, di sisi timur kota, menara tertinggi Paviliun Dracarys berdiri bagai tombak api yang menusuk langit malam. Angin kencang berputar liar di sekitar puncaknya membuat menara ini tampak gagah. Di ujung menara itu, Claudia berdiri tegak, gaunnya yang merah tua berderak tertiup angin, sementara rambut hitam legamnya berkibar liar seakan ikut terbakar oleh amarahnya.Matanya menyala—bukan hanya oleh pantulan api, tapi oleh tekad yang tak tergoyahkan. Aura merah api yang meledak dari tubuhnya merambat ke udara, membuat malam terasa lebih panas, seakan langit sendiri akan runtuh.“Mobilisasi penuh!” suaranya menggema, pecah bagai petir di atas lautan api. Ia mengangkat tangan, dan lidah-lidah api menjalar ke udara, membentuk simbol Phoenix Merah yang mengepakkan sayapnya.“Semua cultivator tingkat menengah hingga puncak—bergerak sekarang!” teriaknya lagi, suara penuh komando. “Prajurit barisan api, siapkan formasi Phoenix Merah! Ingat baik-baik, tidak ada yang boleh mundur, bahka

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   611. Menghimpun Kekuatan

    Langit Kota Nagapolis berwarna kelabu. Awan hitam pekat bertumpuk, seolah menahan badai raksasa yang siap meledak kapan saja. Dari kejauhan, petir samar kadang menyambar, seperti firasat buruk tentang perang yang akan datang.Di pusat kota, Paviliun Drakenis berdenyut dengan aura kewaspadaan penuh. Setiap dinding batu kuno seakan bergetar oleh formasi pertahanan yang dibangkitkan. Obor spiritual menyala biru, menebar kilau aneh di udara, menandakan markas Kevin tengah dalam kondisi siaga total.Lampu-lampu listrik juga dinyalakan untuk memberikan suasana terang benderang.Informasi dari mata-mata yang dikirim Claudia atas perintah Kevin ini tiba lebih cepat dari dugaan: Celestial Myrad akan menyerbu dalam tiga hari.Di ruang utama paviliun, para tetua dan murid inti berbaris rapi. Udara dipenuhi aura qi yang menekan, setiap helaan napas bagai membawa beban berat di udara. Claudia berdiri di sisi Kevin, tangan kanannya menggenggam gagang pedang spiritual yang tergantung di pinggang. Sor

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status