Bab Bonus Kemarin : 1/1 Selesai Bab Utama : 0/2 Bab Bonus Hari Ini : 0/1 ? Bab Hadiah : 220/500 Koin, masih kurang 280 koin ...
Kevin mengambil sebutir batu spiritual dari cincin dimensi. Ia menekannya perlahan, dan batu itu mulai menyala, memancarkan cahaya biru pucat. Tapi sinar itu seolah ditelan oleh dinding kegelapan—hanya mampu menyinari sejauh satu meter ke depan. Selebihnya, hanya kehampaan, seperti dunia tak pernah terbentuk di luar radius cahaya itu.“Kita seperti berada dalam perut makhluk purba,” bisik Valkyrie, suaranya tak lebih dari desir angin yang tak ada. Ia merapat ke sisi Kevin, matanya terus mengamati kegelapan yang menari.Kevin menyipitkan mata, menajamkan indra spiritualnya. Bahkan tanpa suara, ia bisa ‘merasakan’ kehadiran—angin tak kasat mata yang berhembus dingin di tengkuk, bayangan tak berbentuk yang menyentuh sisi pikirannya.“Aku tak suka tempat ini,” gumam Valkyrie lagi, nadanya menegang. “Ini bukan sekadar gua … Ini seperti entitas. Seperti roh yang sadar.”Kevin mengangguk perlahan, menahan desakan tekanan di tengkuk dan dada. “Roh ...” katanya pelan, “... dari banyak kematian
Langit di atas Hutan Ilahi masih tampak hitam. Warna fajar belum tampak, hanya nuansa kelam yang mengendap di antara ranting dan akar. Bau lumpur busuk dari Rawa Spirit Beast masih melekat kuat di pakaian mereka, meresap ke kulit seperti noda kutukan yang enggan pergi. Setiap tarikan napas membawa rasa getir tanah busuk dan darah monster yang belum mengering.Kevin mengusap luka kecil di tangannya—goresan ringan, tapi cukup untuk menyerap sebagian energinya. Aliran spiritual di dalam tubuhnya mulai melambat. Di sampingnya, Valkyrie menyeka sisi wajahnya yang berlumur lumpur dan abu roh, napasnya pendek tapi tetap terkendali.“Kita harus terus jalan,” ucap Kevin pelan, suaranya nyaris hilang ditelan keheningan hutan.Valkyrie mengangguk, langkahnya menyatu dengan tanah lembap saat mereka mendekati celah batu besar yang menjulang di hadapan—Goa Kematian. Dua batu raksasa menjulang bagaikan rahang monster yang menganga, menanti mangsa untuk ditelan tanpa ampun.Tak ada angin. Tak ada sua
Sisik keras Hydrascale Maw bergeser saat mengayunkan tubuh, dan di sela-sela gerakannya yang besar, Kevin menemukan celah—titik kecil, tak terlihat oleh mata biasa, terletak di bawah ketiak belakang makhluk itu. Ia bergerak cepat, jari-jarinya melesat seperti petir senyap.“Satu ... dua ... tiga ... empat ...” Jarum-jarum spiritual ditancapkan dengan presisi mutlak.“Lima.”Kelima jarum itu menusuk dalam pola melingkar, mengenai titik vital yang dikenal sebagai Pengatur Tekanan Qi, pusat aliran energi makhluk tersebut. Sebuah mantra keluar dari bibir Kevin, nyaris seperti desahan, namun penuh kekuatan yang tak tertahankan.“Ilmu Alkimia Medis-Racun Surgawi Tanpa Batas!”Seketika, tubuh makhluk raksasa itu kejang hebat. Seluruh otot-ototnya mengencang seperti tali busur yang ditarik hingga batas, lalu meledak dalam ledakan energi yang tak terkendali. Salah satu kepala tambahan di punggungnya menjerit dengan suara yang memekakkan telinga, lalu meleleh seperti lilin disiram api, daging da
Lendir hijau kental muncrat dari sela-sela semak dan akar menggembung, menyembur seperti darah dari luka terbuka. Dari celah-celah pepohonan rawa yang melengkung menyerupai taring raksasa—berkerut dan ditumbuhi lumut keunguan—sesosok makhluk muncul perlahan, menggerakkan tubuhnya seolah menari dalam mimpi buruk.Raksasa Buaya Roh—Hydrascale Maw.Makhluk setinggi lima meter itu menyapu pandangan mereka dengan tubuhnya yang mengerikan. Kulitnya bersisik, berlapis-lapis seperti zirah naga tua, berwarna hijau lumut yang memudar ke ungu gelap. Setiap gerakan tubuhnya menimbulkan suara berdecit seperti logam yang digesek batu. Dari dalam rongga matanya yang dalam, dua bola mata bersinar merah darah—tidak berkedip, tidak berperasaan. Hanya haus ... haus akan darah dan energi spiritual.Namun itu belum semuanya.Dari punggungnya yang berdenyut seperti daging bernapas, muncul dua kepala tambahan—menjuntai seperti ular kelaparan. Lidah dari ketiganya menjulur panjang dan bercabang, masing-masing
Setelah melintasi Taman Kabut Hitam yang kini tinggal arang dan bayangan, Kevin dan Valkyrie melangkah ke wilayah berikutnya. Udara berubah drastis, seolah dunia itu sendiri menahan napas. Di hadapan mereka membentang Rawa Spirit Beast—sebuah hamparan luas yang tampak seperti luka terbuka di permukaan bumi.Langit di atasnya redup, diliputi awan hitam yang menggantung rendah, membuat seluruh kawasan tampak seperti terperangkap dalam malam abadi. Rawa itu bukan sekadar lumpur dan air, tapi kolam keheningan yang mengintai. Legenda menyebutkan bahwa di sinilah roh-roh binatang spiritual yang gagal menyeberang ke alam baka terperangkap—terdistorsi, tercemar, dan bersatu dalam wujud-wujud buas yang melampaui batas kewajaran. Mereka bukan makhluk hidup biasa. Mereka adalah bayangan dari kematian yang tertunda.Udara mulai lengket dan lembap, menempel di kulit seperti selimut keringat dingin. Kabut tipis menyelimuti permukaan rawa, mengapung perlahan seperti napas terakhir makhluk yang tak te
Salah satu dari ‘tubuh’ itu tiba-tiba menggeliat. Lidahnya terjulur—bukan daging biasa, tapi jaringan akar bercabang yang menjulur panjang. Makhluk itu berteriak, bukan dengan suara manusia, tapi pekikan parau yang terdengar seperti batang pohon yang dipatahkan paksa. Teriakannya mengguncang udara, dan tanah di sekitar mereka mulai bergetar.Retakan kecil muncul di bawah kaki mereka, menyebar seperti kilat di tanah kering. Dari dalam celah-celah itu, sesuatu merayap keluar.Makhluk-makhluk kecil bermunculan, tubuh mereka terbuat dari kayu yang dipenuhi duri. Mata mereka menyala hijau terang dalam kabut abu. Mereka bergerak cepat, seperti kawanan serangga yang tersulut kemarahan, namun dengan bentuk tubuh menyerupai manusia mini. Jemari mereka bercakar, dan tiap langkah mereka menimbulkan suara ‘kret kret’ seperti ranting patah.Kevin mencabut pedangnya, dan bilahnya langsung memercik cahaya biru muda. “Kita harus bertahan di sini. Jangan biarkan mereka mengepung.”Valkyrie berdiri di s