Bab yang cukup panjang ... semoga suka ya sobat readers. Bab Utama : 3/3 Selesai. Bab Bonus Gems : 0/3. Bab Extra Author : 0/1.
Debu pertarungan perlahan turun seperti hujan abu yang dingin, melayang ringan sebelum menyentuh tanah yang telah diremukkan oleh kekuatan para cultivator. Di antara retakan-retakan tanah terlarang yang masih mengepulkan asap, getaran qi spiritual—sisa dari pertempuran maha dahsyat—masih terasa. Seolah-olah tanah ini sendiri sedang mencoba mengingat... atau mungkin, sedang menangis.Celestine jatuh berlutut.Suara tubuhnya menyentuh tanah bukan ledakan, bukan gemuruh—melainkan suara lirih dari kekuatan yang telah mengerahkan segalanya. Tubuhnya bergetar halus, tak hanya oleh kelelahan, tapi karena nyeri yang menari di sekujur otot dan tulang.Rambut pirangnya, yang dulunya mengilap di bawah sinar langit, kini kusut tak karuan, melekat di dahi dan pipi karena keringat, darah, dan debu. Jubah putih sucinya, simbol kehormatan dari Sekte Petir Langit, kini tercabik-cabik seperti panji perang usang. Luka terbuka menghiasi lengannya, memar menghitam di bahu dan dada, dan dari sudut bibirnya
Celestine memejamkan mata.Tak ada suara lain di dunia yang mampu menyaingi keheningan sesaat itu. Bahkan gemuruh pusaran petir di langit pun mereda, seolah menyadari bahwa sesuatu yang agung akan segera turun ke dunia fana.Tubuhnya terangkat pelan dari tanah—melayang seperti titisan surgawi. Jubah putihnya berkibar, rambut pirangnya bersinar seperti benang cahaya yang terurai dari langit itu sendiri. Dan dari balik awan hitam yang menutup langit Pegunungan Darah Iblis...BRUUAAAMMM!!!Satu sambaran petir surgawi menembus kegelapan—cahaya murni yang lebih terang dari matahari, lebih dingin dari maut, dan lebih tajam dari segala pedang di bumi. Petir itu jatuh tepat ke arah Celestine, namun alih-alih melukainya, energi surgawi itu menyatu dengan tubuhnya, menyalakan setiap pori dan setiap helai rambutnya dengan cahaya yang tak bisa dijelaskan oleh kata-kata biasa.Matanya terbuka—sepasang mata langit. Tak ada rasa takut di sana. Hanya kemurnian niat untuk mengakhiri kegelapan.Ia meng
Dalam sekejap—dalam sepercik cahaya petir yang meledak—Celestine tak lagi ada di tanah. Ia melompat di antara dimensi, teleportasi murni dengan teknik Void yang telah diasah pada puncak dunia.Ketika ia muncul kembali, dia telah berada di atas kepala Roh Naga Neraka.Waktu seolah berhenti sejenak. Hanya ada badai, petir, dan satu cahaya putih-biru di tangan Celestine. Ia membalikkan tombaknya dan menukikkan ujungnya dengan seluruh kekuatan qi-nya.KRAAAKKK!!!Ledakan cahaya petir menembus malam. Kilat menyambar dari ujung tombak dan membentuk jaringan kilat yang melingkupi seluruh tubuh naga. Tanah terbelah, langit bergetar, dan udara mengalir mundur seperti ditarik oleh kekuatan dewa.Tombaknya menghantam…Tepat di antara mata naga.Tapi…Terdengar suara logam menghantam dinding neraka.Tombak itu menembus, tapi hanya sejengkal. Ia tertahan oleh perisai qi gelap—perisai kegelapan yang dibangun dari ribuan jiwa yang dikorbankan, masing-masing menjerit dan menangis, menempel dalam bent
Langit di atas Pegunungan Darah Iblis telah berubah. Bukan hanya mendung... tapi menjadi palung kegelapan yang menelan cahaya. Awan hitam pekat bergulung dalam pusaran raksasa seperti lubang langit yang terbalik—berputar perlahan, menebar kilat ungu yang menyayat atmosfer.Dari tengah pusaran itu, sesuatu bangkit.Roh Naga Neraka.Makhluk itu tak muncul begitu saja, tapi meledak ke dalam eksistensi. Tanah bergetar, langit menjerit. Kabut ungu mengalir seperti darah cair, menetes dari ujung awan dan menciptakan hujan roh-roh yang meraung. Dua tanduk raksasa melengkung dari kepala makhluk itu, menyala dalam cahaya neraka. Mata merahnya menyala seperti bara api, menembus segala penglihatan. Dan tubuhnya—panjang, hitam legam dengan sisik menyala ungu—dililit kabut jiwa yang bergerak seperti ular lapar, melilit udara dengan jeritan sunyi.Ia membuka sayap gelapnya—bukan sayap biasa, tapi formasi dari ribuan jiwa yang dikorbankan. Sayap itu mengepak… dan setiap gerakannya memecah udara, men
Reruntuhan aula Sekte Naga Emas bergetar. Angin menderu seperti lolongan kematian yang menari di antara pilar-pilar yang runtuh. Di sisi barat, di bawah reruntuhan atap yang hangus, tiga Elder berdiri berdampingan—Varnak, Krovian, dan Selkar. Meski tubuh mereka penuh luka dan jiwa mereka compang-camping, aura mereka justru membuncah dengan niat terakhir... mati dengan menggandeng musuh mereka menuju neraka.Di seberang, dua sosok berdiri sejajar. Kevin, dengan mata setajam pedang dan ekspresi sedingin malam tanpa bintang. Di tangan kanannya, Pedang Dewa Ilahi bersinar pelan, memantulkan warna merah darah dan ungu kehancuran dari sekitarnya. Di sisi kirinya, Valkyrie mengangkat Zanrei, bilah panjang yang masih meneteskan darah segar dari pembantaian sebelumnya, matanya berkilat seperti binatang buas yang baru saja mencicipi rasa perang.“Mereka bersiap bunuh diri dengan kehancuran,” bisik Valkyrie, tak sedikit pun terdengar gentar.“Bukan bunuh diri,” sahut Kevin. “Ini… fanatisme terak
Langit di atas Pegunungan Darah Iblis mendidih dalam warna merah tua yang kelam, seperti darah beku yang direbus dalam amarah. Awan pekat bergulung perlahan, menekan seperti langit yang hendak runtuh, sementara kilatan petir ungu menyambar tanpa suara di balik lapisan kegelapan.Di tengah aula utama Sekte Naga Emas, yang kini tak lebih dari reruntuhan megah, debu dan pecahan batu melayang di udara seperti abu dupa kematian. Dinding-dinding terbakar, lantai pecah retak, dan patung-patung suci para pendiri sekte telah hancur menjadi serpihan. Di tengah semuanya, berdiri Kevin Drakenis—diam dan tenang, seperti bayangan penghakiman yang baru saja turun dari langit.Ujung Pedang Dewa Ilahi menancap ke tanah, bergetar pelan oleh sisa energi jurus kelima yang baru saja dilepaskannya. Cahaya spiritualnya belum sepenuhnya padam, menyinari tubuh Kevin yang diselimuti debu, darah, dan kekuatan.Patriark Yuzen—raja naga dari Sekte Naga Emas—telah tumbang.Namun belum sempat keheningan menjadi dam