Bab pertama siang ini ... Maaf Author agak telat rilis Bab. Bab Utama : 1/2 Bab Bonus : 0/2 Bab Extra Author : Kemungkinan Ada Malam Ini ...
Langkah-langkah berat Kevin dan Valkyrie menggema di sepanjang lorong batu Kota Hantu. Suaranya bukan sekadar derap kaki—melainkan dentang takdir yang menghantam detik waktu. Setiap injakan Kevin dan Valkyrie seperti mengguncang batu-batu tua yang sudah lama tidak merasakan getaran sebesar ini. Angin yang membawa debu dari reruntuhan tiang kuno ikut terhenti, seolah menahan napas.Aura mereka membelah kota yang dingin dan mati.Aura pembantaian.Apalagi topeng iblis yang dipakai Kevin ... sangat menyeramkan untuk dilihat walaupun berwarna putih.Dari balik jendela kusam dan pintu-pintu setengah tertutup, mata-mata mulai bermunculan.Wajah-wajah tua, mata cekung, tubuh ringkih yang sudah lama menyatu dengan bayang-bayang kehidupan. Mereka tidak berani keluar, tapi tak sanggup untuk tidak melihat. Anak-anak yang biasa berlarian di lorong sempit kini lenyap bagaikan debu yang tersapu badai. Bahkan seekor kucing abu-abu yang terbiasa berkeliaran di antara genteng pun melompat turun dan ka
Kabut abu menggantung rendah di atas jalanan berbatu Kota Hantu. Langit menggumpal kelabu, dan cahaya pagi hanya menembus tipis, seolah enggan benar-benar membangunkan dunia yang masih tertidur dalam sunyi.Di lantai atas Penginapan Naga Iblis, suasana kamar terasa bisu. Hanya dengusan napas yang terdengar—teratur, dalam, dan berat.Kevin berdiri tegak di depan cermin oval berbingkai perak. Cermin itu usang, tapi masih sanggup memantulkan bayangannya—wajah seorang pria muda yang memikul terlalu banyak beban untuk usianya. Sorot matanya menyimpan letih yang tak bisa dihapus tidur, dan kulit wajahnya tampak lebih pucat dari biasanya, dibasuh cahaya abu-abu dari jendela yang belum dibuka penuh.Namun hari ini…Bukan wajah itu yang akan dilihat dunia.Dengan gerakan mantap dan penuh ketetapan hati, Kevin mengangkat tangannya. Udara di sekitar tubuhnya bergetar saat ia membuka ruang penyimpan spiritual—sebuah celah tak terlihat yang dibuka menggunakan Cincin Ruang. Dari sana, ia memanggil
Pagi datang perlahan, menyusup diam-diam melewati celah tirai krem yang menari ringan tertiup angin. Sinar keemasan menyentuh lantai batu kamar seperti tangan lembut yang membangunkan dunia dari tidur panjangnya. Udara pagi di Kota Hantu membawa aroma samar tanah basah dan rempah kayu, menyusup masuk ke dalam ruangan dan meluruhkan dingin malam yang tertinggal.Kevin masih tertidur di atas ranjang, tubuhnya setengah tenggelam dalam selimut putih yang kusut. Wajahnya terlihat tenang, berbeda jauh dari semalam—saat sorot matanya masih diselimuti kilatan kekhawatiran dan bayang-bayang luka. Di dekat bantal, bekas luka di bahunya tampak mulai mengering, meskipun jelas masih terasa nyeri bila disentuh.Sementara itu, Valkyrie telah lebih dulu bangun. Ia berdiri tegak di depan jendela besar kamar, membiarkan cahaya pagi menyorot tubuhnya. Rambut peraknya kini telah terikat tinggi, meninggalkan leher jenjang yang mengkilap karena embun keringat. Ia telah mengenakan kembali pakaian tempurnya—
Kamar itu tenang. Langit-langitnya tinggi, dindingnya berselimutkan warna tanah hangat, dan tirai berwarna gading bergoyang pelan tertiup angin malam. Aroma dupa dari kayu gaharu dan bunga malam perlahan mengisi udara, menghadirkan ketenangan yang langka—ketenangan yang biasanya hanya ada dalam ilusi atau mimpi-mimpi yang hampir dilupakan.Kevin duduk di ambang jendela, tubuhnya masih dibalut pakaian tempur yang kini lusuh dan bernoda darah kering. Di tangannya, sebatang rokok menyala pelan, membakar waktu bersama kenangan. Asapnya mengepul perlahan, menari ke langit malam seperti roh-roh yang mencoba melarikan diri dari tubuh yang terlalu lama membawa beban.Angin malam menyusup perlahan melalui celah jendela yang terbuka separuh, membawa aroma samar hujan yang belum turun. Di luar sana, langit Kota Hantu mengembang gelap, dihiasi bulan pucat yang menggantung seperti kesaksian bisu atas segala dosa dan penderitaan yang pernah dilalui.Di dalam kamar sederhana di paviliun pengasingan
Matahari telah condong ke barat, melemparkan cahaya keemasan yang nyaris murung ke langit Kota Hantu. Udara kering menguap dari tanah retak, sementara kabut tipis melayang seperti bisikan roh-roh yang tak tenang. Di kejauhan, Hellrider Chopper meraung pelan—suaranya serupa bisikan neraka yang disamarkan oleh kabut kelabu.Kendaraan spiritual itu menembus gerbang kota yang menjulang, penuh ukiran patah dan reruntuhan tak bernama. Gerbang itu seperti mulut raksasa yang sedang menguap, seolah menyambut siapa pun yang cukup nekat untuk masuk… dan tidak keluar.Kota Hantu. Kota yang dilupakan sejarah, tapi tidak oleh mereka yang hidup dalam bayangan.Di tengah reruntuhan dan bangunan tua yang seakan menolak waktu, berdiri sebuah struktur misterius seperti menantang langit senja—Paviliun Seribu Bayangan. Tak ada yang tahu berapa banyak lantai bangunan itu sebenarnya. Di luar, hanya tampak gelap, sunyi, seperti dinding dunia lain yang menolak disentuh matahari.Di sanalah, Sylvara Nocturne,
Debu pertarungan perlahan turun seperti hujan abu yang dingin, melayang ringan sebelum menyentuh tanah yang telah diremukkan oleh kekuatan para cultivator. Di antara retakan-retakan tanah terlarang yang masih mengepulkan asap, getaran qi spiritual—sisa dari pertempuran maha dahsyat—masih terasa. Seolah-olah tanah ini sendiri sedang mencoba mengingat... atau mungkin, sedang menangis.Celestine jatuh berlutut.Suara tubuhnya menyentuh tanah bukan ledakan, bukan gemuruh—melainkan suara lirih dari kekuatan yang telah mengerahkan segalanya. Tubuhnya bergetar halus, tak hanya oleh kelelahan, tapi karena nyeri yang menari di sekujur otot dan tulang.Rambut pirangnya, yang dulunya mengilap di bawah sinar langit, kini kusut tak karuan, melekat di dahi dan pipi karena keringat, darah, dan debu. Jubah putih sucinya, simbol kehormatan dari Sekte Petir Langit, kini tercabik-cabik seperti panji perang usang. Luka terbuka menghiasi lengannya, memar menghitam di bahu dan dada, dan dari sudut bibirnya