Share

Kemunculan Sang Kelelawar.

Author: Jimmy Chuu
last update Last Updated: 2025-02-10 21:22:18

Semenjak pertempuran dahsyat yang mengguncang dunia lebih dari seratus tahun lalu, pertarungan dua Immortal yang legendaris telah mengubah wajah Benua Longhai selamanya.

Dua sosok abadi itu, dengan kekuatan yang melebihi batas imajinasi manusia biasa, mengamuk di medan pertempuran – langit. Mereka menghancurkan segala sesuatu yang ada di sekitar mereka—bumi terbelah, langit terbakar.

Kekuatan mereka tidak hanya merobek tatanan alam, tetapi juga mengubah dataran fisik yang ada di Benua Longhai.

Pertempuran yang berlangsung tanpa ampun itu menimbulkan konsekuensi yang tak terbayangkan.

Selama pertarungan itu, daratan yang sebelumnya tenggelam di dalam lautan muncul kembali ke permukaan, menyebabkan terjadinya penyatuan dua benua yang selama ini terpisah.

Benua Longhai yang legendaris kini bergabung dengan Benua Podura, menjadikannya satu kesatuan daratan yang luas.

Para saksi sejarah mencatat bahwa pemenang dari pertempuran itu adalah Rong Guo, pemimpin Sekte Wudang yang legendaris.

Kemenangan itu bukan hanya memberi pengaruh besar bagi sekte yang dipimpinnya, tetapi juga menentukan nama baru bagi benua yang terlahir dari pertarungan besar tersebut—Benua Longhai.

>>>> 

Malam itu, ketika waktu menunjukkan pukul sebelas malam, suara kentongan pertama menggema di udara yang sunyi.

Suara itu menandakan dimulainya sebuah perjalanan penting, di tengah kesunyian gurun yang luas dan kelam.

Di bawah langit yang gelap, iring-iringan kereta kuda mulai bergerak, membelah keheningan Gurun Hadarac yang terpencil. Perjalanan ini datang dari Barat, sebuah wilayah yang dahulu dikenal sebagai wilayah Benua Podura.

Para pengendara kereta itu bukanlah orang sembarangan.

Mereka adalah kultivator dari Ekspedisi Phoenix Emas, sebuah kelompok yang terkenal dengan kekuatan dan bekerja sebagai jasa ekspedisi.

Setiap gerakan kereta yang terseok-seok di pasir gurun, serta bunyi derit roda yang meraunng menggambarkan muatan di dalamnya sangat berat.

Terlihat jelas bahwa kereta tersebut, yang dikawal oleh sepuluh kultivator terlatih, membawa barang-barang yang tak ternilai harganya.

"Kakak Mo Zhengsheng, mengapa kita tidak berhenti dan beristirahat di tengah gurun?”

Bukankah kita membawa perlengkapan berkemah dan makanan kering yang cukup?" suara Han Shan terdengar keras di antara derap langkah kuda dan roda kereta yang menyusuri Gurun Hadarac.

Mo Zhengsheng menoleh tajam. "Apa kau sudah gila?!" hardiknya.

"Kau seharusnya tahu, gurun ini bukan tempat untuk bersantai. Bahaya mengintai di setiap sudut, bukan hanya dari binatang iblis yang bisa menyerang kapan saja, tapi juga dari hal-hal yang lebih mengerikan."

Han Shan, pria dengan luka codet di wajahnya, hanya menggaruk kepala sambil tersenyum santai. "Jangan bilang kau masih takut pada arwah bocah itu? Sudah dua tahun berlalu, Kakak Mo. Tidak mungkin rohnya masih bergentayangan."

Namun, bukannya mendapat tanggapan santai, Mo Zhengsheng justru menatapnya tajam, sorot matanya dingin.

"Han Shan! Aku tidak percaya kau bisa sebodoh dan sebocor ini!" suaranya rendah, berisi peringatan.

"Sudah kita sepakati, kita tidak akan pernah membicarakan kejadian itu lagi! Apakah kau ingin menarik perhatian sesuatu yang seharusnya tetap terkubur di masa lalu?"

Mo Zhengsheng menatap dingin, sorot matanya penuh peringatan.

Namun Han Shan, alih-alih merasa takut, justru tertawa keras.

"Kakak Mo, kau terlalu khawatir! Apa kau benar-benar berpikir dia bisa kembali?”

“Bahkan jika dia selamat malam itu, tubuhnya pasti sudah lama menjadi santapan serigala. Untuk apa takut pada orang yang sudah mati?"

Delapan anggota ekspedisi berdiri diam, saling memandang dengan tatapan bingung. Tak satu pun dari mereka memahami percakapan antara pemimpin ekspedisi, Mo Zhensheng, dengan senior mereka, Han Shan.

Namun, ketenangan malam itu tiba-tiba terkoyak oleh lolongan serigala yang memecah kesunyian. Suara serigala itu bergema, seolah berasal dari kejauhan, namun terasa dekat, seperti mengintai dari balik kegelapan.

“Serigala iblis?” gumam Mo Zhensheng, matanya menyipit penuh kecurigaan.

“Mengapa mereka muncul di jalur ini? Bukankah habitat mereka di kedalaman, di Abyss of Suffering?” Hatinya berdesir, merasakan sesuatu yang tidak beres.

Han Shan, tangan kanannya, segera merespons dengan sigap.

Golok panjang di pinggangnya telah terhunus, mata pisau berkilat di bawah cahaya bulan. “Bahkan jika itu Serigala Iblis,” ujarnya dengan suara berat penuh ancaman,

“tak akan ada yang sanggup bertahan di hadapan golokku.” Ekspresinya beringas, seolah siap menghadapi apapun yang datang.

Seolah mendengar tantangan Han Shan, lolongan serigala itu tiba-tiba menghilang.

Han Shan seketika tersenyum sombong, merasa aura kekuatannya telah menakuti makhluk itu.

“Lihat, Kakak Mo,” katanya dengan bangga, “baru saja aku mengeluarkan aura, mereka langsung kabur. Jadi, bagaimana mungkin arwah pemuda dua tahun lalu tidak takut padaku?”

Mo Zhensheng tidak menanggapi.

Ia tetap diam, meski bulu kuduknya merinding. Ada sesuatu yang menggelitik nalurinya, sesuatu yang jauh lebih mengancam daripada sekadar Serigala Iblis.

Tapi ia memilih untuk tidak membagikan kekhawatirannya.

Han Shan tetap berdiri gagah di atas pasir gurun, angin malam menerpa jubahnya.

Tiba-tiba, bayangan gelap yang sangat besar melintas di atas kepala mereka semua, menutupi cahaya bulan.

Suara jeritan oun memecah keheningan malam.

“Tolong!” teriak salah satu anggota ekspedisi, tubuhnya gemetar ketakutan.

“Kelelawar raksasa!” seru yang lain, matanya terbelalak menatap ke atas.

Di ketinggian sepuluh meter, satu sosok kelelawar raksasa terbang dengan sayap lebar dan bergerigi.

Bentangannya mencapai sepuluh meter ke kiri dan kanan, menciptakan bayangan mengerikan yang menyapu pasir gurun. Matanya bersinar merah seperti bara, dan cakar-cakarnya yang tajam seolah siap mencabik apapun yang berada di bawahnya.

“Demi dewa...” bisik Mo Zhensheng, suaranya hampir tak terdengar. “Kelelawar iblis.”

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
mulai menarik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pewaris Kultivasi Iblis, Raja Kelelawar Hitam   Kebangkitan di Hundun Yaosai

    Putih. Segala sesuatu berwarna putih menyilaukan yang membuat mata perih ketika pertama kali terbuka. Tidak ada suara, tidak ada wangi, tidak ada rasa apa pun kecuali kekosongan yang menyeluruh. Seperti berada di dalam pangkuan alam semesta sebelum segala sesuatu tercipta. Perlahan, mata yang tadinya tidak bisa melihat apa-apa mulai menyesuaikan diri dengan cahaya putih yang lembut. Bentuk-bentuk samar mulai muncul dari keputihan itu, berubah menjadi kontur yang familiar namun berbeda dari yang terakhir kali dilihat. Rong Tian terbangun dengan napas terengah-engah, dadanya naik turun cepat seolah baru saja berlari jarak jauh. Matanya berkedip beberapa kali, berusaha memfokuskan pandangan pada lingkungan di sekitarnya. Yang pertama ia rasakan adalah udara yang bersih dan segar, sangat berbeda dari bau darah dan kematian yang menjadi hal terakhir yang ia ingat. Ia duduk perlahan, merasakan tanah yang lembut di bawahnya. Bukan tanah kering yang dipenuhi tulang, tetapi rumput hijau ya

  • Pewaris Kultivasi Iblis, Raja Kelelawar Hitam   Perpisahan Terakhir Sang Imam

    Angin malam berdesir dengan suara yang menyayat jiwa di Padang Jiwa Terkoyak yang kini sunyi seperti kuburan raksasa. Bulan sabit menggantung tipis di langit kelam, cahayanya redup seolah enggan menyinari tragedi yang telah terjadi.Udara dipenuhi dengan bau darah yang mengering, tercampur dengan wangi bunga kematian yang tumbuh di antara tulang-tulang berserakan.Langkah kaki tua dan berat bergema perlahan di antara mayat-mayat yang bergelimpangan.Imam Zhang Wuji berjalan dengan jubah Tao putihnya yang ternoda debu dan darah, matanya yang bijaksana kini dipenuhi kesedihan mendalam. Setiap langkahnya meninggalkan jejak cahaya putih samar, qi spiritual yang murni berusaha memurnikan tanah yang telah dikotori oleh begitu banyak kematian.Di tengah kawah yang dalam, sosok yang pernah dikenalnya sebagai murid yang penuh potensi kini berdiri membeku dalam keheningan abadi.Rong Tian masih dalam posisi tegak, seolah bahkan dalam kematian ia tidak mau menyerah kepada nasib. Jubah hitam yang

  • Pewaris Kultivasi Iblis, Raja Kelelawar Hitam   Imam Zhang Yang Terlambat.

    Sementara itu, di langit di atas Kota Heifeng, Tian Yuxiao berdiri di atas phoenix putihnya sambil mengamati kehancuran di bawah. Ia bersiap mengumumkan kemenangan final aliran putih ketika tiba-tiba langit mulai berubah aneh.Awan-awan tebal berwarna hitam keunguan mulai berkumpul dengan cepat, berputar membentuk pusaran raksasa yang menakutkan.Angin bertiup kencang dari segala arah, membawa serta bau belerang dan sesuatu yang membusuk."Apa yang terjadi?" gumam Tian Yuxiao sambil menatap ke atas dengan wajah khawatir.Tiba-tiba langit seolah terkoyak seperti kain yang disobek. Dari retakan itu muncul cahaya perak yang menyilaukan, diikuti oleh sosok yang turun perlahan dari ketinggian.Sosok itu mengenakan jubah perak yang berkilau seperti logam cair, wajahnya tersembunyi di balik kabut putih yang berputar-putar.Ketika sosok berjubah perak itu mendarat di udara lima puluh meter di atas kota, tawa mengerikan bergema ke seluruh Kota Heifeng. Suara tawa itu dingin dan mengejek, membu

  • Pewaris Kultivasi Iblis, Raja Kelelawar Hitam   Kehancuran Kota Heifeng.

    Ketika debu mulai mengendap, sosok Rong Tian terlihat terbaring tidak bergerak di tengah kawah. Jubah hitamnya compang-camping, topeng giok di wajahnya retak di beberapa bagian, namun seruling iblis masih tergenggam erat di tangan kanannya.Mata keemasannya yang biasanya berkilat kini redup dan kosong."Tuan Muda!" teriak Mo Qianmian dari Sekte Baibian Men sambil berlari mendekat. "Tidak mungkin... Tuan Muda tidak mungkin..."Hun Tunshi yang masih terluka parah merangkak dengan susah payah menuju kawah. "Raja... Kelelawar Hitam... tidak boleh... mati..."Xu Ying Ming dari Sekte Teratai Bulan Perak jatuh berlutut sambil memukul tanah dengan tangan yang gemetar."Tanpa Tuan Muda, kami semua akan musnah!"++++Kematian Rong Tian menciptakan gelombang keputusasaan yang menghancurkan moral seluruh pasukan aliran iblis. Mereka yang tadinya berjuang dengan semangat membara kini berdiri terpaku, menatap sosok pemimpin mereka yang terbaring kaku di tengah kawah dengan mata kosong yang menatap

  • Pewaris Kultivasi Iblis, Raja Kelelawar Hitam   Pertempuran Terakhir.

    Langit di atas Benua Qitu Dalu berubah menjadi kanvas kiamat ketika dua sosok legendaris meluncur menembus awan dengan kecepatan yang mencabik udara.Rong Tian, dalam wujud Raja Kelelawar Hitam, terbang dengan naga es Azure yang sudah terluka parah, sementara Tian Yuxiao dari Sekte Tianjian Ge mengejarnya dengan phoenix putih yang sayapnya berkilau seperti pedang cahaya.Pertarungan dimulai di atas Padang Jiwa Terkoyak, namun kini telah menyeret mereka melintasi seluruh benua.Dari utara yang bersalju hingga selatan yang tropis, dari gurun pasir barat hingga pegunungan timur, jejak kehancuran mereka tercipta di langit seperti luka terbuka yang mengeluarkan darah merah pekat."Daxia tidak akan bisa melarikan diri!" teriak Tian Yuxiao sambil mengayunkan pedang cahaya sucinya. "Pedang Cahaya Surgawi, Kilat Pemurnian Jiwa!"Puluhan kilatan cahaya putih kebiruan meluncur dari pedangnya, memotong udara dengan suara mendesis seperti ular raksasa. Setiap kilatan meninggalkan jejak panas yang

  • Pewaris Kultivasi Iblis, Raja Kelelawar Hitam   Tragedi di Medan Pembantaian

    Padang Jiwa Terkoyak kini benar-benar menjadi tempat yang sesuai namanya. Ribuan mayat bergelimpangan di mana-mana, baik dari kultivator hidup maupun jiangshi yang akhirnya hancur.Bau darah dan mayat yang membusuk memenuhi udara, bercampur dengan asap dari berbagai ledakan qi yang masih mengepul.Di berbagai sudut medan perang, para pemimpin sekte dari kedua aliran terlibat dalam duel mematikan yang menentukan nasib perang ini. Satu per satu, tokoh-tokoh penting mulai berjatuhan.Luo Qing Xian dari Sekte Kabut Jade Abadi tergeletak tidak bernyawa setelah duel dengan Bai Yuanfeng dari Sekte Shennong Gu.Wanita berambut hijau kebiruan itu tewas setelah racun buatannya sendiri berbalik menyerangnya, sementara Bai Yuanfeng terbaring sekarat dengan meridian yang hancur akibat terkena Kabut Jade Mematikan.Xu Ying Ming dari Sekte Teratai Bulan Perak berhasil mengalahkan Qin Hua, wakil pemimpin Sekte Shennong Gu, namun ia sendiri terluka parah. Darah perak mengalir dari luka di dadanya, sem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status