“Bunuh dia!” perintah Mo Zhengsheng. Suaranya penuh ancaman, memotong udara seperti pedang.
Telunjuknya menunjuk lurus ke arah makhluk misterius berbentuk kelelawar yang melayang di kegelapan malam.
Disisi lain, sayap kelelawar raksasa itu terlihat lebar, dan membentuk siluet menakutkan di bawah cahaya bulan sabit.
“Formasi Pedang!” teriak Han Shan. Wajahnya yang penuh bekas luka tampak garang di bawah bayangan malam.
Suaranya menggema, memecah keheningan, tampak berusaha membangkitkan semangat para kultivator.
Dalam gelapnya malam, sepuluh kultivator segera bergerak. Mereka membentuk formasi pedang dengan presisi yang telah dilatih ratusan kali.
Mo Zhengsheng, sebagai pemimpin, melangkah maju. Golok di tangannya berkilat, lalu diayunkannya ke arah cakrawala dengan gerakan cepat dan mematikan.
Tsing!
Kilatan golok menyambar seperti petir, memotong udara dengan kecepatan yang sulit diikuti mata. Energi spiritual yang terkumpul di mata golok itu berlari ke udara, siap memanggang makhluk kelelawar raksasa yang melayang di atas.
Tapi...
Roar!
Suara lenguhan berat menggema, mirip dengusan sapi raksasa, saat makhluk itu menggerakkan sayapnya. Dari gerakan sayapnya yang terlihat mendominasi, sinar energi spiritual berwarna hitam pekat meluncur ke arah para kultivator.
Energi itu terasa dingin dan penuh aura kematian. Efeknyamemberi kesan energi jahat itu ingin menghancurkan segala sesuatu yang menghalanginya.
Duar!
Energi spiritual hitam itu bertabrakan dengan energi pedang yang dikeluarkan oleh kelompok kultivator Ekspedisi Phoenix Merah.
Ledakan dahsyat mengguncang tanah, percikan api dan debu beterbangan ke segala arah. Udara terasa panas, seolah langit dan bumi ikut bergetar.
Makhluk kelelawar itu tetap tak bergeming, melayang tenang di ketinggian dengan latar belakang bulan sabit yang bersinar redup. Matanya yang merah menyala seperti bara memandang ke bawah dengan tatapan penuh ancaman.
Samar-samar terdengar kekehan dari kelelawar raksasa.
Sementara itu, para kultivator dari Ekspedisi Phoenix Merah terdorong mundur sejauh sepuluh langkah.
Mo Zhengsheng sendiri ia merasa sesak di dadanya; tubuhnya yang terlatih mampu menahan dampak benturan.
Namun, nasib berbeda dialami oleh anggota ekspedisi yang tingkat kultivasinya lebih rendah.
Salah satu dari mereka, yang paling muda dan memiliki ranah kultivasi terendah, langsung terjatuh. Dia batuk-batuk keras yang mengguncang tubuhnya. Darah segar mengalir dari mulutnya. Wajahnya pucat, tanda organ internalnya terluka parah.
Mo Zhengsheng bertambah marah. “Gunakan Jaring Ajaib!” teriaknya, suaranya penuh gusar.
Ekspresinya jelek, dan matanya menyala, menatap makhluk menjijikan itu dengan pandangan yang tak kenal takut. Selama puluhan tahun berkarir di Biro Ekspedisi Phoenix Merah, ia telah menghadapi banyak musuh dan makhluk berbahaya.
Namun, tampaknya makhluk kelelawar ini berbeda.
Aura keganasan makhluk iblis itu terasa lebih mengerikan dari apapun yang pernah ia temui, membuat Mo Zhengsheng merasa harus bertindak lebih.
“Kita harus menangkapnya!” serunya lagi, suaranya menggema seperti guntur.
“Aku berumpah akan minum darahnya, dan dagingnya akan kita panggang untuk menemani arak malam ini!”
Seketika, delapan anak buah Ekspedisi Phoenix Merah bergerak serentak.
Di tangan empat orang di antaranya, tergenggam erat jaring-jaring besar yang terbuat dari bahan tak biasa. Jaring itu berat namun memancarkan aura spiritual yang kuat.
Nampaknya, jaring itu tampak seperti dirancang khusus untuk menangkap makhluk-makhluk spiritual maupun makhluk iblis, yang umumnya sulit dijinakkan.
“Tangkap dia!” teriak Mo Zhengsheng, suaranya menggema di tengah gurun yang sunyi. “Jangan beri dia kesempatan untuk melarikan diri! Malam ini, kita akan berpesta dengan darah dan daging kelelawar iblis!”
Teriakannya penuh keyakinan, merasa kemenangan sudah berada di genggaman. Empat kultivator itu, dengan gerakan terlatih, melemparkan jaring ajaib ke udara.
WUSH! Jaring-jaring itu terbentang lebar, menutupi area seluas hampir lima puluh meter. Cahaya spiritual yang memancar dari jaring itu membuatnya terlihat seperti jaring yang tak mungkin ditembus.
Nampaknya, jaring itu memang dirancang untuk menangkap makhluk sebesar kelelawar iblis yang sedang mereka buru.
“Mampus kau!” seru salah satu kultivator, matanya menyala dengan semangat pertarungan.
“Dasar iblis! Malam ini adalah malam terakhir kamu menghirup udara segar!” tambah yang lain, suaranya penuh kebencian.
Suara desisan jaring ajaib itu terdengar nyaring, seolah merobek udara. Kekuatan spiritual yang terkandung di dalamnya membuat sang makhluk ajaib terpaku, tak mampu bergerak.
Dalam sekejap, kelelawar iblis itu sudah terjebak, terjerat erat oleh jaring yang memancarkan energi murni.
“Berhasil! Kita berhasil menangkapnya!” seru salah satu kultivator, wajahnya berseri-seri.
“Ternyata jaring ajaib yang dibeli pemimpin ekspedisi benar-benar berguna untuk melawan makhluk iblis!” ujar yang lain, suaranya penuh kekaguman.
“Kita akan kaya! Inti core siluman ini pasti harganya selangit!” tambah seorang kultivator dengan mata berbinar, ia membayangkan kekayaan yang akan mereka dapatkan nanti.
Namun, saat kelelawar iblis itu menukik ke bawah setelah terkena jaring, tubuhnya terjatuh dengan keras ke pasir gurun.
Suara benturan keras menggema, diikuti oleh erangan kesakitan yang tiba-tiba memecah kesunyian. “Aduh! Lepaskan aku!” suara itu terdengar jelas, berasal dari dalam jaring ajaib.
Semua kultivator terdiam seketika. Mereka saling memandang, ekspresi tak percaya terpampang di wajah masing-masing.
Dalam dua tarikan napas, Han Shan, si kultivator bermuka codet, mendesis pelan. “Dia... dia manusia?” ujarnya, suaranya bergetar, seolah tak yakin dengan apa yang baru saja dilihatnya.
Bersambung
Mata di balik topeng itu bersinar dengan cahaya keemasan yang dingin dan mencekam, memancarkan aura kematian yang membuat darah dalam pembuluh nadi membeku. Setiap langkahnya di atas dedaunan kering tidak mengeluarkan suara sama sekali, seolah ia berjalan di atas udara."Siapa yang berani bicara omong kosong hendak membunuhku?" suara dingin dan mencekam bergema dari balik topeng, seolah berasal dari dalam kuburan yang paling dalam dan gelap. Suaranya bergaung di antara pepohonan dengan cara yang tidak natural, menciptakan efek mengerikan yang membuat tulang belakang bergetar.Xu Wei Ming melompat turun dari beruangnya yang sudah sepenuhnya tidak terkendali dan berlari ke semak-semak.Meski jantungnya berdebar kencang seperti genderang perang dan keringat dingin mulai membasahi punggungnya, ia berusaha keras mempertahankan kewibawaannya sebagai pemimpin rombongan."Kami kultivator dari Sekte Iblis Teratai Bulan Perak!" bentaknya sambil mengeluarkan pedang bengkok dari sarung kulit di p
"Lihat itu," bisik Wei Laosan sambil menunjuk ke arahnya dengan sikap meremehkan. "Pemabuk itu akhirnya pergi juga. Sudah mabuk berat dari pagi.""Untung sekali," sahut temannya yang gemuk dengan nada lega. "Bau darah di bajunya itu benar-benar mengganggu nafsu makan. Membuat suasana jadi seram.""Mungkin dia penjahat yang kabur," tambah yang lain sambil menggeleng. "Atau mungkin korban perampokan yang berhasil selamat."Rong Tian keluar dari kedai dan berjalan terhuyung-huyung di jalan yang mulai sepi.Lentera-lentera kertas merah dan kuning berkibar tertiup angin malam yang sejuk, menciptakan bayangan-bayangan panjang yang menari di jalanan batu yang sudah dipakai selama ratusan tahun.Suara langkah kakinya bergema pelan di antara bangunan-bangunan tua dengan arsitektur klasik dinasti kuno.Ketika ia mencapai ujung jalan yang gelap dan sepi, jauh dari pandangan orang-orang, langkahnya tiba-tiba berubah menjadi stabil dan terlatih. Gerakan mabuk yang tadi dipalsukan langsung hilang,
Wei Laosan mulai mengumbar cerita..."Ada kultivator aliran putih yang begitu licik dan kejam!" serunya sambil menggebrak meja hingga mangkuk-mangkuk bergetar. "Dia menyamar sebagai kultivator aliran iblis dan berhasil membunuh lima puluh anggota Sekte Iblis Teratai Bulan Perak sendirian!"Suara gemuruh kaget langsung terdengar dari berbagai penjuru kedai.Pedagang rempah hampir tersedak sup yang sedang diminumnya, sementara keluarga muda yang sedang makan malam langsung saling pandang dengan mata membulat."Lima puluh orang?" tanya temannya yang gemuk dengan suara tidak percaya. "Itu mustahil! Bagaimana mungkin satu orang bisa mengalahkan lima puluh kultivator sekaligus? Bahkan kultivator elit pun tidak bisa melakukan hal seperti itu!""Itulah yang membuatnya luar biasa!" jawab Wei Laosan sambil menunjuk-nunjuk dengan jari telunjuknya."Dia pasti murid senior dari sekte besar seperti Sekte Tao Tianjian Ge atau Sekte Shennong Gu! Mungkin bahkan dari Sekte Hunyuan Dao! Dia sengaja meny
Saat itu... seorang wanita paruh baya dengan pakaian sutra hijau duduk di meja belakang bersama putri kecilnya yang berusia sekitar tujuh tahun. Mereka sedang menikmati sup jamur shiitake dengan irisan daging ayam, namun mata sang ibu terus melirik cemas ke arah Rong Tian."Niang," bisik anak kecil itu dengan suara polos, "kenapa Gege itu bajunya kotor sekali?"Sang ibu langsung menarik anaknya lebih dekat sambil berbisik, "Jangan lihat ke arah sana, Mei'er. Dan jangan bicara keras-keras.""Tapi kenapa, bu?" tanya anak itu dengan mata bulat penuh keingintahuan."Karena... karena orang seperti itu berbahaya," jawab sang ibu sambil melirik ke arah suaminya yang duduk di seberang meja. "Die, mungkin kita harus pulang sekarang."Sang ayah, seorang pria kurus dengan janggut tipis, mengangguk sambil menatap Rong Tian dengan was-was. "An'er, habiskan makananmu dengan cepat. Kita akan segera pulang.""Betul," bisik sang ibu lagi. "Pemuda macam apa yang minum arak sepagi ini? Pasti mentalnya t
Sinar matahari pagi menyusup melalui jendela-jendela berornamen kayu ukir di Rumah Arak Chrysanthemum Emas, salah satu kedai minuman paling terkenal di distrik timur Jiuyuan Cheng.Bangunan bertingkat dua dengan atap genteng hijau zamrud ini telah berdiri selama lebih dari seratus tahun, menjadi saksi bisu perjalanan waktu ibukota.Aroma khas arak beras premium dan bunga krisan kering menguar dari puluhan gentong keramik besar yang tersusun rapi di sudut-sudut ruangan, bercampur dengan harum dupa cendana yang selalu dibakar setiap pagi.Rong Tian duduk sendirian di meja bundar kayu jati dekat pintu masuk, punggungnya bersandar pada kursi bambu yang berderit pelan setiap kali ia bergerak.Posisinya strategis, memungkinkan pandangan langsung ke jalan raya dan sekaligus memungkinkan udara segar masuk melalui celah pintu yang terbuka.Jubah hitam yang dikenakannya tampak compang-camping dengan berbagai robekan, sementara noda-noda darah kering telah mengering menjadi coretan kecoklatan ya
Langkah kaki Rong Tian bergema di jalan batu paving ibukota, diiringi oleh tatapan ngeri dan takut dari setiap orang yang ia lewati. Dalam hatinya, amarah masih berkobar dengan panas yang menyengat."Mereka yang merenggut nyawa orang tak berdosa," batinnya sambil terus melangkah, "akan merasakan balasan yang setimpal."Di kota kecil Luoshui, sekitar lima puluh li dari Hutan Kesemek, seorang kultivator berlari terbirit-birit melintasi jalan-jalan sempit. Napasnya tersengal-sengal, jubah hijau Sekte Iblis Teratai Bulan Perak yang ia kenakan robek di beberapa bagian. Wajahnya pucat pasi, mata melotot penuh ketakutan seolah baru saja menyaksikan hantu.Fang Ming Xue, demikian namanya, adalah satu-satunya yang selamat dari pembantaian di Hutan Kesemek. Ia berhasil melarikan diri dengan menggunakan jimat pelarian darurat ketika rekan-rekannya satu per satu tewas di tangan pemuda berambut hitam yang mengerikan itu.Ia berlari tanpa henti hingga mencapai sebuah bangunan bertingkat tiga dengan