Pangeran Jinhai menghela napas, lalu berbicara dengan suara yang lebih rendah. "Kami ingin Anda menghabisi seseorang. Seorang wanita bernama Hanim, selir baru ayahanda hamba.""Selir?" Raja Kelelawar Hitam terdengar sedikit tertarik. "Mengapa seorang selir perlu disingkirkan oleh Pangeran Mahkota dan Permaisuri?""Dia bukan selir biasa," jawab Pangeran Jinhai, kini suaranya lebih tegas. "Hanim berasal dari Kekaisaran Matahari Emas. Dia telah memikat ayahanda hamba dengan cara yang tidak wajar, membuat beliau mengabaikan urusan kenegaraan dan keluarganya."Raja Kelelawar Hitam terdiam sejenak, seolah mempertimbangkan informasi ini. "Lanjutkan.""Hanim telah mengambil alih istana dalam waktu singkat," Pangeran Jinhai melanjutkan. "Para pejabat dan kasim berlomba-lomba memberinya upeti. Bahkan Guru Negara Lin Zhao tampak bekerja sama dengannya. Kami curiga dia memiliki agenda tersembunyi, mungkin... mungkin dia adalah mata-mata atau pembunuh yang dikirim untuk menghancurkan kekaisaran
Bulan sabit telah menghilang di ufuk barat, menyisakan kegelapan yang pekat di Gurun Hadarac. Angin dingin masih bertiup, menggerakkan butiran pasir halus yang berkilau samar di bawah cahaya bintang.Setelah kereta Pangeran Liu Jinhai menghilang di kejauhan, Raja Kelelawar Hitam tetap berdiri diam di tepi Jurang Abyss of Suffering. Hanya setelah memastikan bahwa ia benar-benar sendirian, ia perlahan mengangkat tangannya dan melepaskan topeng giok hitam yang menutupi wajahnya.Wajah Rong Tian terungkap, ekspresinya tenang namun matanya menyiratkan pemikiran yang dalam. Ia menatap peti kayu berukir yang ditinggalkan Pangeran Mahkota, kemudian berlutut dan membukanya perlahan.Cahaya keemasan segera menyambut matanya. Lima ratus keping emas murni tersusun rapi di dalam peti, masing-masing seberat empat liang, berkilauan bahkan dalam kegelapan malam. Jumlah yang cukup untuk membeli sebuah kota kecil, seperti yang dikatakan Pangeran Jinhai.Rong Tian menahan napas. Meski ia telah bersikap
"Murid Zhao," Guang Jiang berkata dengan nada serius."Raja Kelelawar Hitam adalah kultivator tingkat tinggi yang sangat berbahaya. Bahkan setelah insiden di Gunung Qingyun, kami belum berhasil melacaknya.""Aku tidak peduli!" seru Zhao Hua, bangkit berdiri dengan wajah penuh tekad. Air matanya masih mengalir, tapi matanya kini berkilat dengan api dendam. "Aku akan berlatih lebih keras! Aku akan meningkatkan kultivasiku! Aku akan melakukan apapun untuk membalas kematian ayahku!"Chang Zhong melirik Zhao Hua dengan ekspresi yang sulit dibaca. Tidak ada kagum dalam tatapannya, hanya penilaian dingin. "Tekad yang kuat, Zhao Shimei. Tapi kau masih jauh dari level yang dibutuhkan untuk menghadapi Raja Kelelawar Hitam."Meski kata-kata Chang Zhong terdengar dingin, Zhao Hua tetap menatapnya dengan penuh harap, seolah setiap kata darinya adalah dorongan semangat.Guang Jiang, melihat kesempatan untuk meningkatkan loyalitas muridnya, berkata, "Tekadmu patut dihargai, Murid Zhao. Jika kau ben
Langit Kota Biramaki tertutup awan kelabu pagi itu, seolah ikut berkabung atas kepergian Wakil Menteri Zhao Lin. Upacara pemakaman dipersiapkan dengan kemegahan yang jarang terlihat, menunjukkan status tinggi dan penghormatan terakhir bagi pejabat yang dihormati itu.Kediaman keluarga Zhao dipenuhi bunga-bunga putih dan lentera berkabung. Para pelayan bergerak cepat mempersiapkan segala sesuatu, sementara para tamu kehormatan mulai berdatangan. Di antara mereka, beberapa pejabat istana dan pemimpin sekte bela diri terkemuka.Zhao Hua berdiri di depan altar penghormatan, mengenakan pakaian putih berkabung yang menyapu lantai. Wajahnya yang cantik kini tampak pucat, dengan jejak air mata yang belum mengering di pipinya. Namun, di balik kesedihan itu, tersembunyi kilatan ambisi dan kemarahan yang mendalam."Nona Zhao, kami turut berduka atas kepergian ayahanda," ujar seorang pejabat istana seraya membungkuk hormat.Zhao Hua mengangguk lemah. "Terima kasih atas kehadirannya. Ayahku adal
Rong Tian berdiri dengan tegap di tengah kerumunan, jubah hitamnya melambai pelan tertiup angin. Wajahnya yang tampan menunjukkan ketenangan yang kontras dengan kemarahan yang meluap di mata hitamnya yang tajam."Sungguh mengherankan," ucapnya dengan suara tenang namun penuh wibawa, "bahwa putri seorang pejabat terhormat seperti Wakil Menteri Zhao bisa bersikap begitu kasar pada seorang lansia yang hanya ingin memberikan penghormatan terakhir."Zhao Hua membeku sejenak, matanya melebar melihat sosok yang sangat dikenalnya. Ekspresi duka yang dipasangnya seketika berubah menjadi kebencian murni."Rong Tian!" desisnya. "Berani-beraninya kau muncul di sini! Apa maumu, pengemis rendahan?"Kerumunan mulai berbisik. Beberapa orang yang mengenal Rong Tian terkejut melihat penampilannya yang begitu berbeda—tidak lagi seperti pemuda sederhana yang mereka kenal, melainkan seorang cendekiawan dengan aura keagungan yang tak biasa.Rong Tian membungkuk dengan gerakan penuh martabat, seolah memberi
Kerumunan masih terpaku menyaksikan Zhao Hua yang tertelungkup di tanah, meronta-ronta seperti ditindih beban tak terlihat. Pemimpin Guang memperhatikan kejadian ini dengan mata tajam seorang kultivator berpengalaman. Sesuatu tentang situasi ini terasa tidak wajar baginya.Pemimpin Guang melangkah maju, jubah putihnya melambai dengan anggun. Matanya yang tajam mengamati Rong Tian dengan seksama, mencari petunjuk di balik penampilan pemuda itu yang terlalu tenang untuk situasi kacau seperti ini."Anak muda?" suaranya tenang namun mengandung ketajaman tersembunyi. "Kamu siapa? Siapa Gurumu?"Pertanyaan itu terdengar sopan, namun Rong Tian bisa merasakan bahaya di baliknya. Ini bukan pertanyaan biasa—ini adalah ujian.Rong Tian, dengan gerakan yang tak terlihat oleh mata biasa, segera menghancurkan jimat di punggung Zhao Hua. Jari-jarinya bergerak cepat dalam segel rahasia, membatalkan mantra yang telah ia pasang. Tidak ada yang menyadari apa yang baru saja ia lakukan."Nama saya Rong T
Sinar matahari sore menerobos jendela lantai dua restoran mewah "Peony Merah", menyinari wajah cantik Hanim yang masih mengamati prosesi pemakaman Wakil Menteri Zhao yang bergerak perlahan di bawah. Bibirnya yang merah delima tersenyum tipis, matanya yang tajam tak lepas dari sosok Rong Tian yang kini membantu ayahnya menjauh dari kerumunan."Pemuda itu..." gumam Hanim, jemarinya yang lentik memainkan cangkir teh porselen. "Ada sesuatu yang tidak biasa darinya."Guru Negara Lin Zhao, pria paruh baya dengan jenggot tipis yang terawat, menyesap tehnya dengan tenang. Jubah kebesarannya yang berwarna biru tua dengan sulaman naga perak menunjukkan statusnya yang tinggi di istana."Apakah itu penting, Nona Hanim?" tanyanya dengan suara rendah. "Hanya seorang pemuda dari keluarga rendahan yang kebetulan memiliki refleks bagus."Hanim melirik Lin Zhao dengan tatapan tajam. "Jangan meremehkan hal-hal kecil, Guru Negara. Kau tahu sendiri bahwa kerikil kecil bisa menggagalkan roda kereta besar.
Siang itu, matahari bersinar terik di atas Kota Biramaki. Jalanan ramai oleh pedagang dan penduduk yang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Di antara kerumunan, seorang pria muda berpakaian sederhana berjalan dengan langkah tenang.Jubah abu-abunya yang usang dan topi bambu lebar menutupi sebagian wajahnya, menyamarkan ketampanan yang biasa menarik perhatian.Rong Tian telah memilih penampilan seorang pengelana biasa hari ini—tidak terlalu miskin hingga menarik belas kasihan, namun tidak pula mencolok untuk mengundang perhatian. Sebuah tas kain tersampir di bahunya, berisi beberapa gulungan dan jimat yang tersembunyi dengan baik.Ia berjalan melewati pasar, sesekali berhenti di kedai teh pinggir jalan, mendengarkan percakapan para pedagang dan pengunjung. Telinganya yang terlatih menangkap berbagai informasi—dari harga beras yang naik hingga desas-desus tentang pergerakan pasukan di perbatasan barat."Kekaisaran Matahari Emas semakin berani," bisik seorang pedagang tua kepada temanny
Dengan satu gerakan anggun, kedua tangannya terangkat ke atas. Sembilan bunga peony yang melayang di sekitarnya tiba-tiba bergabung, membentuk satu bunga raksasa yang ukurannya sebanding dengan pedang qi Long Jian.Bunga itu berputar dengan kecepatan luar biasa, menciptakan pusaran energi yang menarik debu dan partikel cahaya ke dalamnya."Peony Abadi: Pengurai Surga dan Bumi," bisiknya, namun suaranya terdengar jelas di seluruh aula yang kini sunyi senyap.Bunga peony raksasa itu melesat ke atas, langsung menuju pedang qi Long Jian. Udara di sekitarnya bergetar hebat, menciptakan gelombang suara yang membuat telinga berdenging.Cahaya merah keunguan dan biru keperakan bertabrakan di udara, menciptakan ledakan energi yang membutakan untuk sesaat.Saat semua orang bisa melihat kembali, pemandangan yang menyambut mereka membuat napas tercekat. Pedang qi Long Jian telah hancur berkeping-keping, serpihan-serpihannya melayang di udara seperti kristal es yang perlahan jatuh ke lantai.Semen
"Tablet itu mungkin asli," ucapnya dengan suara keras dan jelas, "tapi itu tidak membuatmu layak menjadi Pimpinan Dunia Persilatan, Nyonya Huang."Nyonya Huang menaikkan alisnya sedikit, senyum dingin masih tersungging di bibirnya. "Oh? Dan apa yang membuatmu berpikir demikian, Guru Negara Long Jian?""Sekte Hehuan adalah aliran iblis yang mempraktikkan kultivasi ganda, mengorbankan jiwa orang lain untuk kekuatan sendiri," balas Long Jian, suaranya penuh kebencian. "Praktik-praktik terlarang seperti itu tidak layak memimpin dunia persilatan yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan."Bisikan-bisikan kembali memenuhi aula, kali ini lebih keras dan penuh emosi. Para anggota sekte ortodoks mengangguk setuju, sementara sekte iblis menatap dengan kebencian."Kebenaran dan keadilan?" Nyonya Huang tertawa kecil, suaranya dingin seperti es."Atau kemunafikan dan penindasan? Aliran ortodoks selalu mengklaim kebenaran, padahal praktik-praktik kalian tidak kalah kejamnya, hanya dibungkus den
Keheningan yang mencekam menyelimuti Aula Bunga Peony setelah insiden dengan Tetua Feng Yuxian. Udara terasa berat, dipenuhi oleh aura qi yang saling bertabrakan dari puluhan kultivator tingkat tinggi yang hadir.Cahaya dari lentera kristal yang berpendar kemerahan menyinari wajah-wajah tegang para tamu, menciptakan bayangan yang seolah bergerak dengan kehidupannya sendiri di dinding-dinding berukir naga dan phoenix.Rong Tian duduk dengan tenang di kursi kehormatannya, aura qi hitam pekat yang tadinya menguar dari tubuhnya kini telah meredup, meski masih terasa oleh kultivator sensitif di sekitarnya. Matanya yang tajam mengamati seluruh ruangan dengan seksama, menilai setiap gerakan dan ekspresi para tamu yang hadir.Bisikan-bisikan mulai terdengar, mula-mula pelan dan ragu-ragu, kemudian semakin berani dan keras.Para murid dan tetua dari berbagai sekte saling berbagi spekulasi dan kekhawatiran, menciptakan dengungan samar yang memenuhi aula megah tersebut."Kau lihat itu? Tuan Muda
Kata-kata ini bagaikan minyak yang disiramkan ke api yang sudah membara. Tetua Feng mengangkat tangannya, energi qi putih kebiruan berkumpul di telapak tangannya yang keriput."Anak kurang ajar! Biar kuajari kau sopan santun!"Sebelum siapapun sempat bereaksi, Tetua Feng melancarkan serangan. Telapak tangannya mendorong udara kosong, menciptakan gelombang qi putih kebiruan yang melesat ke arah Rong Tian dengan kecepatan luar biasa.Para tamu berteriak kaget, beberapa bahkan melompat dari kursi mereka untuk menghindari serangan nyasar.Namun Rong Tian tetap duduk dengan tenang, seolah tidak melihat bahaya yang mendekat.Saat gelombang qi hampir mencapai wajahnya, Rong Tian akhirnya bergerak. Bibirnya bergerak tanpa suara, mengucapkan mantra kuno yang hampir terlupakan.Dalam sekejap, udara di sekitarnya bergetar aneh, seolah realitas itu sendiri terdistorsi."Tangan Iblis Penjerat," bisiknya, suaranya hampir tidak terdengar.Seketika, dari lantai di bawah kaki Tetua Feng, muncul sebuah
Jawaban mereka datang beberapa saat kemudian, saat pintu samping aula terbuka, dan seorang pemuda melangkah masuk dengan tenang.Jubah hitamnya yang sederhana namun berkualitas tinggi berkontras dengan wajahnya yang tampan dan muda.Rambutnya yang hitam legam diikat tinggi dengan konde kecil, memberikan kesan elegan namun maskulin. Ia berjalan dengan langkah ringan namun mantap, matanya yang tajam menatap lurus ke depan, mengabaikan tatapan terkejut dan bisikan yang mengikuti setiap langkahnya."Itu dia!""Pemuda yang mengalahkan sepuluh murid Sekte Hehuan dengan satu serangan!""Tuan Muda Iblis!"Bisikan-bisikan itu semakin keras saat pemuda itu berjalan ke arah kursi kehormatan yang telah disiapkan. Para petugas Sekte Hehuan segera menghampiri dan membungkuk dalam, mengarahkannya ke kursi tersebut dengan sikap hormat yang berlebihan."Silakan duduk, Tuan Muda," ucap salah satu petugas dengan suara gemetar."Nyonya Huang telah menyiapkan kursi kehormatan khusus untuk Anda."Pemuda it
Nyonya Huang Wenling duduk dengan anggun di singgasana giok hitam yang diukir dengan motif bunga peony. Rambutnya yang hitam legam disanggul tinggi, dihiasi tusuk konde dari giok ungu yang berkilau tertimpa cahaya.Gaun sutra hitamnya berbordir benang emas membentuk pola bunga peony yang rumit, simbol kekuasaan Sekte Hehuan yang dipimpinnya. Wajahnya yang cantik namun dingin tidak menunjukkan emosi apapun saat ia mengamati persiapan terakhir aula besar di puncak Gunung Hehuan.Aula Bunga Peony, tempat perhelatan pemilihan Pimpinan Dunia Persilatan akan diadakan, telah dihias dengan kemewahan yang mencengangkan.Pilar-pilar merah berukir naga dan phoenix menyangga atap tinggi yang dihiasi lukisan awan dan langit. Lentera-lentera kristal berpendar dengan cahaya kemerahan yang lembut, menciptakan suasana agung sekaligus misterius.Kursi-kursi kayu berukir telah ditata rapi, dikelompokkan berdasarkan status dan kekuatan sekte yang diundang."Nyonya," seorang pelayan wanita mendekat dengan
Jeritan kesakitan memenuhi udara saat kedelapan pria itu jatuh berlutut, memegangi bahu kanan mereka yang kini tanpa tangan. Wajah mereka pucat pasi, campuran antara rasa sakit yang luar biasa dan ketakutan yang mendalam. Senjata-senjata mereka tergeletak sia-sia di tanah, masih digenggam oleh tangan-tangan yang kini terpisah dari tubuh pemiliknya."Ampun! Ampun!" teriak pemimpin kelompok, air mata dan ingus mengalir di wajahnya yang pucat. Keangkuhan dan kesombongannya lenyap seketika, digantikan oleh ketakutan yang mendalam. "Kami tidak tahu... kami tidak tahu Tuan adalah...""Tuan Muda Iblis yang asli," bisik salah satu anak buahnya, suaranya bergetar hebat. "Ampuni kami, Tuan... kami hanya murid bodoh yang tidak tahu apa-apa..."Rong Tian menatap kedelapan pria itu dengan pandangan dingin, tidak ada belas kasihan di matanya yang tajam. "Kalian menghina dan mengancam orang yang salah. Anggap ini pelajaran untuk tidak menilai orang dari penampilannya saja."Akhir-akhirnya, semak
Tawa mengejek kembali terdengar dari kedelapan pria itu, begitu keras hingga beberapa burung terbang ketakutan dari pohon-pohon di sekitar jalan setapak. Namun tawa mereka terhenti seketika saat Rong Tian mengangkat tangannya dengan gerakan yang hampir tidak terlihat oleh mata biasa."Seperti katak di dasar sumur yang tidak pernah melihat luasnya samudra," ucap Rong Tian pelan, suaranya dingin seperti es di musim dingin. "Kalian terlalu sombong untuk ukuran kultivator tingkat rendah."Pemimpin kelompok itu terdiam sejenak, terkejut dengan keberanian Rong Tian. Namun keterkejutan itu segera berganti dengan kemarahan yang meledak-ledak."Kau!" teriaknya, wajahnya merah padam seperti kepiting rebus. "Berani sekali kau menghina kami! Anak-anak, beri pelajaran pada pengecut ini! Potong tangannya agar dia tidak bisa lagi berpura-pura menjadi Tuan Muda Iblis!"Kedelapan pria itu bergerak serentak, masing-masing mengeluarkan senjata mereka. Pedang, golok, dan cambuk berkilau tertimpa sinar
Salah satu anak buahnya, pria kurus dengan rambut panjang yang diikat tinggi, melangkah maju dengan senyum mengejek. "Mungkin dia memang ingin menjadi Tuan Muda Iblis. Lihat pakaiannya, lihat gaya rambutnya!" Ia berjalan mengelilingi Rong Tian, mengamatinya seperti pedagang yang menilai barang dagangan. "Tapi sayang sekali, peniruan yang buruk. Tuan Muda Iblis yang asli memiliki aura yang bisa membuat orang biasa pingsan hanya dengan tatapannya.""Dan kau," tambah pria lain dengan guratan luka membekas di lehernya, "hanya membuat kami ingin tertawa!"Gelak tawa meledak dari kedelapan pria itu, bergema di sepanjang jalan setapak. Para penonton yang berkumpul ikut tertawa, beberapa bahkan menunjuk-nunjuk Rong Tian dengan sikap merendahkan.Rong Tian tetap diam, matanya yang tajam mengamati kedelapan pria itu dengan seksama, menilai kekuatan dan kelemahan mereka dalam sekejap. Dari aliran qi yang ia rasakan, kedelapan pria ini berada di tingkat Fondasi Akhir, jauh di bawah levelnya sen