BERSAMBUNG
Kringg…telpon kamar berbunyi, sang resepsionest bertanya apakah Mahyudin ingin tambah jam pijat lagi?“Iya...tambah 2 jam lagi!” sahut Mahyudin, si resepsionest langsung terkekeh dan bilang selamat bersenang-senang dengan ‘Viola’.“Din…sayang uang di buang-buang?” tegur Risna, sambil ngelap airmatanya.“Jangan khawatir ka, kaka cerita apa yang terjadi, kenapa sampai di jual ke tempat beginian?” sahut Mahyudin tak sabaran.Risna hela nafas panjang seakan kumpulkan kekuatan, dan...inilah cerita Risna.Setelah terpisah dengan adiknya ini, Risna di tampung Paman Obik, seorang lelaki parobaya yang berprofesi sebagai petugas kebersihan di pelabuhan tersebut.Istri paman Obik jualan makanan di pelabuhan ini. Kalau Paman Obik sangat baik pada Risna, Bi Miyem istrinya sebaliknya.“Rumah kita ini sudah kecil, kamu bawa anak orang ke sini, bikin repot saja,” sungut Bi Miyem, Paman Obik hanya hela nafas dan minta Risna maklumi kelakuan istrinya.Risna di bikin bak pembantu saja, dia harus membantu
Risna langsung genggam tangan Mahyudin, ini meredakan emosi remaja ini, Mahyudin lalu cabut dompetnya dan keluarkan kartu ‘visa’ miliknya.Agaknya se marah dan se muarka apapun Mahyudin, hanya kakaknya ini yang mampu meredakannya.Saat menatap wajah khawatir kakaknya, Mahyudin yang semula mengeras wajahnya pelan-pelan mulai surut. Di usianya yang masih remaja, bagi Mahyudin, sifatnya dia mirip lagu Bang Haji, darah muda, ngamuk dulu urusan belakangan..!!“Mana mesin gesek kamu, aku bayar sekarang juga,” dengus Mahyudin lagi, si mucikari ini langsung senyum lebar. Misinya sukses, dia sebenarnya ngeri melihat wajah remaja ini yang tadi merah padam, tanda emosinya memuncak.Walaupun ada centeng-nya, tapi dia sangsi juga melihat tongkrongan Mahyudin ini, kurus tinggi, tapi berbadan kokoh.Dia lalu panggil si resepsionest tadi yang datang tergopoh-gopoh dengan membawa mesin penggesek duit atau mesin EDC (Electronic Data Capture).Si resepsionest ini menerima kartu visa Mahyudin dan di tusu
“Kamu mau apa tanya-tanya di mana si Paul tinggal Din?” Risna curiga saat adiknya bertanya di mana alamat mantan suaminya.“Tak apa kak, hanya ingin tahu saja!” sahut Mahyudin kalem.“Din…dia itu preman, kamu jangan macam—macam, kakak takut kamu kenapa-kenapa? Kakak tak mau kita terpisah lagi,” sahut Risna, tapi Risna menyebutkan juga alamatnya. Gara-gaar Mahyudin tetap membujuknya.Sejak tinggal berdua di rumah seharga 800 jutaan ini, Risna diam-diam ‘ngeri’ melihat adiknya saban hari latihan beladiri seorang diri di halaman belakang rumah yang lumayan besar dan mewah ini.Mahyudin terlihat memukuli dan menendang sansak yang berisi pasir, sampai lecet tangan dan kakinya, saking kerasnya remaja memukul.Tubuh kurus Mahyudin makin kokoh dan keras saja, sebab latihan ini tidaklah sebentar, bisa berjam-jam. Hanya berhenti kalau sudah kecapekan.“Hanya olahraga saja ka, bukan buat cari musuh, lagian mumpung aku ada waktu sebelum kembali berlayar…!” itulah alasan Mahyudin, sehingga Risna
5 rekannya berlompatan saking kagetnya. Tapi Mahyudin bergerak lebih cepat, setelah menusuk leher Paul, dengan sekuat tenaga Mahyudin mengayunkan belati panjangnya.Crusss…satu orang kena perut dan ususnya terburai, orang ini yang tadi bilang main kasar dengan Risna, saat ‘memperkosanya’.Strattt…Mahyudin kaget, salah seorang membalas dirinya dan menusuk ke arahnya, tapi Mahyudin refleks menghindar, tapi tak urung jaket denimnyya sobek, terkena pisau orang ini, lenggannya tergores dan keluarkan darah.Mahyudin lalu sekuat tenaga menyabetkan belatinya. Crokkkk…bahu orang ini kena, menyerempet ke leher, luka besar menganga di leher itu, darah muncrat ke sana kemari, Mahyudin lalu barengi dengan tendangan keras.Orang ini terjengkang menimpa tembok kamar, lalu kejang-kejang dengan darah terus mengucur, lalu diam tak bergerak."Hiatttt...!Sisa dua orang serentak menyerangnya, Mahyudin merunduk.Cusss…tusukan belatinya menusuk perut salah seorang penyerangnya, Mahyudin secepat kilat bergul
Namun Mahyudin terutama Risna lega, adiknya ini tidak harus masuk LP, tapi di masukan di sebuah di Lembaga Pembinaan Khusus Anak alias LPKA, terpisah dari penjara orang—orang dewas, di bawah binaan dan pengawasan pengadilan…!Mulailah Mahyudin jalani kehidupan di LPKA ini sebagai narapidana. Dia bahkan wajib masuk sekolah yang ada di LPKA ini.Mengetahui Mahyudin belum pernah sekolah, dia pun harus memulai dari sekolah paket A. Tapi Mahyudin tak masalah, justru senang, dia bakal dapat ijazah paket A, B dan C..!Mahyudin tidak terlalu terbebani tinggal di LPKA ini, yang punya aturan sangat ketat, apalagi posisinya seorang narapidana.Ia sejak kecil sudah terbiasa hidup susah dan terbiasa tidur di mana saja. Mahyudin bukan remaja manja dan terbiasa hidup enak, justru sebaliknya, sejak lahir sudah hidup menderita.Mahyudin bahkan lega, makan tidur teratur dan imbasnya…tubuhnya mulai berisi.Risna seminggu 2X jenguk adiknya ini.“Kaka jangan sering-sering ke sini, mending majukan usaha dan
"Aku akan beri kamu ilmu kebal bacok, tapi kamu harus bantu aku, apakah kamu sanggup?”“Sebutkan saja kek,” sahut Mahyudin kalem, sambil tuntaskan makannya dan minum dengan tenang.“Kamu harus membunuh seorang laki-laki yang bernama Ryan Hasim Zailani dan aku juga akan beri kamu petunjuk penyimpanan sebuah harta karun!” sahut si kakek ini.“Membunuh….? Ada masalah apa sehingga kakek begitu dendam dengan orang yang bernama Ryan itu? Harta karun apa kek?”“Dia yang bikin aku di sini dan lihat aku terpaksa gunakan kaki palsu, soal harta karun itu nanti kita bicarakan!” si kakek ini perihatkan kaki kanan-nya yang gunakan kaki palsu.“Pantas kakinya pincang, ternyata gunakan kaki palsu,” batin Mahyudin.“Nah bagaimana, maukah kamu bersumpah, untuk bunuh orang itu? Kalau kamu mau, malam ini paling lambat pukul 11.30 malam, temui aku di di bagian belakang tempat ini, di mana aku tinggal, sekaligus aku akan jelaskan soal harta karun itu…!”Si kakek ini pun lalu pergi dengan jalan terpincang-pi
Mendengar pertanyaan Mahyudin, si kakek ini terdiam sejenak.“Abu-abu…bisa di bilang mereka itu mafia sejak kakek moyangnya, bisa juga tidak! Keluarga mereka itu terkenal hebat dan tak ragu bunuh siapa saja. Makanya keluarga mereka itu jadi salah satu keluarga berpengaruh di negeri ini, di samping kekuatan duitnya yang tidak berseri lagi…!” sahut si kakek ini sambil hela nafas.“Hmm…hebat juga keluarga itu, tak aneh kalau kakek kalah!” gumam Mahyudin.“Aku hanya minta kamu bunuh si Ryan Hasim Zailani! Hasim Zailani yang lain-lain aku tak peduli, sebab dialah orang yang bikin kakiku buntung!” sahut si kakek ini dengan nada geram.Mahyudin terdiam, melihat si kakek kayak sesak nafas begitu, dia tak jadi bertanya sebab musabab pertentangan kakek ini dengan Ryan Hasim Zailani, yang Mahyudin duga pasti sejak muda.“Din, soal harta karun, kelak kalau kamu ada uang, berangkatlah ke Lebanon, di sana kelak kamu temui seorang wanita keturunan Arab bernama Taffania, dia sudah agak tua.”Kakek in
“Heii kamu yang berwajah bulat, ke sini,” bentak seorang tentara berpangkat Kapten dengan wajah bengis. “Siappp, Ndan!” sahut si pemuda ini cepat dan berlari kencang ke depan. Begitu berada di depannya, si Kapten ini sampai mendongak menatap wajahnya. Tinggi pemuda ini hampir 182 centimeteran, sedang si kapten ini hanya sebahunya. Dia lalu memutari tubuh pria kurus berbadan kokoh ini, sambil lihat-lihat apakah ada tato atau cacat di badannya. “Hmm…kamu aslinya mana, Indonesia atau apa sih..?” bentaknya lagi masih dengan suara menggelegar. “Asli Indonesia Ndan, ibu dan almarhum bapak asli Kalimantan!” sahutnya cepat, pandangannya tetap tajam ke depan. Sang Kapten hanya mengangguk-anggukkan kepala. “Tadi kamu telat 5 detik, sekarang kamu putari lapangan ini 10X, cepat laksanakan!” lagi-lagi tanpa ampun keluarkan perintah tegas. Bak anjing dipukul di pantat, pemuda ini lalu bergerak cepat dan kelilingi lapangan yang luasnya mirip lapangan bola ini hingga 10X. Serdadu berpangkat Kapten Ud
Mendengar pertanyaan Mahyudin, si kakek ini terdiam sejenak.“Abu-abu…bisa di bilang mereka itu mafia sejak kakek moyangnya, bisa juga tidak! Keluarga mereka itu terkenal hebat dan tak ragu bunuh siapa saja. Makanya keluarga mereka itu jadi salah satu keluarga berpengaruh di negeri ini, di samping kekuatan duitnya yang tidak berseri lagi…!” sahut si kakek ini sambil hela nafas.“Hmm…hebat juga keluarga itu, tak aneh kalau kakek kalah!” gumam Mahyudin.“Aku hanya minta kamu bunuh si Ryan Hasim Zailani! Hasim Zailani yang lain-lain aku tak peduli, sebab dialah orang yang bikin kakiku buntung!” sahut si kakek ini dengan nada geram.Mahyudin terdiam, melihat si kakek kayak sesak nafas begitu, dia tak jadi bertanya sebab musabab pertentangan kakek ini dengan Ryan Hasim Zailani, yang Mahyudin duga pasti sejak muda.“Din, soal harta karun, kelak kalau kamu ada uang, berangkatlah ke Lebanon, di sana kelak kamu temui seorang wanita keturunan Arab bernama Taffania, dia sudah agak tua.”Kakek in
"Aku akan beri kamu ilmu kebal bacok, tapi kamu harus bantu aku, apakah kamu sanggup?”“Sebutkan saja kek,” sahut Mahyudin kalem, sambil tuntaskan makannya dan minum dengan tenang.“Kamu harus membunuh seorang laki-laki yang bernama Ryan Hasim Zailani dan aku juga akan beri kamu petunjuk penyimpanan sebuah harta karun!” sahut si kakek ini.“Membunuh….? Ada masalah apa sehingga kakek begitu dendam dengan orang yang bernama Ryan itu? Harta karun apa kek?”“Dia yang bikin aku di sini dan lihat aku terpaksa gunakan kaki palsu, soal harta karun itu nanti kita bicarakan!” si kakek ini perihatkan kaki kanan-nya yang gunakan kaki palsu.“Pantas kakinya pincang, ternyata gunakan kaki palsu,” batin Mahyudin.“Nah bagaimana, maukah kamu bersumpah, untuk bunuh orang itu? Kalau kamu mau, malam ini paling lambat pukul 11.30 malam, temui aku di di bagian belakang tempat ini, di mana aku tinggal, sekaligus aku akan jelaskan soal harta karun itu…!”Si kakek ini pun lalu pergi dengan jalan terpincang-pi
Namun Mahyudin terutama Risna lega, adiknya ini tidak harus masuk LP, tapi di masukan di sebuah di Lembaga Pembinaan Khusus Anak alias LPKA, terpisah dari penjara orang—orang dewas, di bawah binaan dan pengawasan pengadilan…!Mulailah Mahyudin jalani kehidupan di LPKA ini sebagai narapidana. Dia bahkan wajib masuk sekolah yang ada di LPKA ini.Mengetahui Mahyudin belum pernah sekolah, dia pun harus memulai dari sekolah paket A. Tapi Mahyudin tak masalah, justru senang, dia bakal dapat ijazah paket A, B dan C..!Mahyudin tidak terlalu terbebani tinggal di LPKA ini, yang punya aturan sangat ketat, apalagi posisinya seorang narapidana.Ia sejak kecil sudah terbiasa hidup susah dan terbiasa tidur di mana saja. Mahyudin bukan remaja manja dan terbiasa hidup enak, justru sebaliknya, sejak lahir sudah hidup menderita.Mahyudin bahkan lega, makan tidur teratur dan imbasnya…tubuhnya mulai berisi.Risna seminggu 2X jenguk adiknya ini.“Kaka jangan sering-sering ke sini, mending majukan usaha dan
5 rekannya berlompatan saking kagetnya. Tapi Mahyudin bergerak lebih cepat, setelah menusuk leher Paul, dengan sekuat tenaga Mahyudin mengayunkan belati panjangnya.Crusss…satu orang kena perut dan ususnya terburai, orang ini yang tadi bilang main kasar dengan Risna, saat ‘memperkosanya’.Strattt…Mahyudin kaget, salah seorang membalas dirinya dan menusuk ke arahnya, tapi Mahyudin refleks menghindar, tapi tak urung jaket denimnyya sobek, terkena pisau orang ini, lenggannya tergores dan keluarkan darah.Mahyudin lalu sekuat tenaga menyabetkan belatinya. Crokkkk…bahu orang ini kena, menyerempet ke leher, luka besar menganga di leher itu, darah muncrat ke sana kemari, Mahyudin lalu barengi dengan tendangan keras.Orang ini terjengkang menimpa tembok kamar, lalu kejang-kejang dengan darah terus mengucur, lalu diam tak bergerak."Hiatttt...!Sisa dua orang serentak menyerangnya, Mahyudin merunduk.Cusss…tusukan belatinya menusuk perut salah seorang penyerangnya, Mahyudin secepat kilat bergul
“Kamu mau apa tanya-tanya di mana si Paul tinggal Din?” Risna curiga saat adiknya bertanya di mana alamat mantan suaminya.“Tak apa kak, hanya ingin tahu saja!” sahut Mahyudin kalem.“Din…dia itu preman, kamu jangan macam—macam, kakak takut kamu kenapa-kenapa? Kakak tak mau kita terpisah lagi,” sahut Risna, tapi Risna menyebutkan juga alamatnya. Gara-gaar Mahyudin tetap membujuknya.Sejak tinggal berdua di rumah seharga 800 jutaan ini, Risna diam-diam ‘ngeri’ melihat adiknya saban hari latihan beladiri seorang diri di halaman belakang rumah yang lumayan besar dan mewah ini.Mahyudin terlihat memukuli dan menendang sansak yang berisi pasir, sampai lecet tangan dan kakinya, saking kerasnya remaja memukul.Tubuh kurus Mahyudin makin kokoh dan keras saja, sebab latihan ini tidaklah sebentar, bisa berjam-jam. Hanya berhenti kalau sudah kecapekan.“Hanya olahraga saja ka, bukan buat cari musuh, lagian mumpung aku ada waktu sebelum kembali berlayar…!” itulah alasan Mahyudin, sehingga Risna
Risna langsung genggam tangan Mahyudin, ini meredakan emosi remaja ini, Mahyudin lalu cabut dompetnya dan keluarkan kartu ‘visa’ miliknya.Agaknya se marah dan se muarka apapun Mahyudin, hanya kakaknya ini yang mampu meredakannya.Saat menatap wajah khawatir kakaknya, Mahyudin yang semula mengeras wajahnya pelan-pelan mulai surut. Di usianya yang masih remaja, bagi Mahyudin, sifatnya dia mirip lagu Bang Haji, darah muda, ngamuk dulu urusan belakangan..!!“Mana mesin gesek kamu, aku bayar sekarang juga,” dengus Mahyudin lagi, si mucikari ini langsung senyum lebar. Misinya sukses, dia sebenarnya ngeri melihat wajah remaja ini yang tadi merah padam, tanda emosinya memuncak.Walaupun ada centeng-nya, tapi dia sangsi juga melihat tongkrongan Mahyudin ini, kurus tinggi, tapi berbadan kokoh.Dia lalu panggil si resepsionest tadi yang datang tergopoh-gopoh dengan membawa mesin penggesek duit atau mesin EDC (Electronic Data Capture).Si resepsionest ini menerima kartu visa Mahyudin dan di tusu
Kringg…telpon kamar berbunyi, sang resepsionest bertanya apakah Mahyudin ingin tambah jam pijat lagi?“Iya...tambah 2 jam lagi!” sahut Mahyudin, si resepsionest langsung terkekeh dan bilang selamat bersenang-senang dengan ‘Viola’.“Din…sayang uang di buang-buang?” tegur Risna, sambil ngelap airmatanya.“Jangan khawatir ka, kaka cerita apa yang terjadi, kenapa sampai di jual ke tempat beginian?” sahut Mahyudin tak sabaran.Risna hela nafas panjang seakan kumpulkan kekuatan, dan...inilah cerita Risna.Setelah terpisah dengan adiknya ini, Risna di tampung Paman Obik, seorang lelaki parobaya yang berprofesi sebagai petugas kebersihan di pelabuhan tersebut.Istri paman Obik jualan makanan di pelabuhan ini. Kalau Paman Obik sangat baik pada Risna, Bi Miyem istrinya sebaliknya.“Rumah kita ini sudah kecil, kamu bawa anak orang ke sini, bikin repot saja,” sungut Bi Miyem, Paman Obik hanya hela nafas dan minta Risna maklumi kelakuan istrinya.Risna di bikin bak pembantu saja, dia harus membantu
Iseng Mahyudin tunjuk foto seorang wanita cantik khas dari daerah priayangan, wajahnya itu mengingatkan Mahyudin dengan…kakaknya, namanya tertera Viola.“Mau kamar VIP atau yang biasa? Bedanya hanya 100 ribu kok! Kalau yang biasa hanya terpisah kain, bayarannya 200 ribu perjam, yang VIP kamar tersendiri, 300 ribu perjam, kalau saran akiuu sihh...mending yang VIP, biar terjamin asoynya...!” si resepsionist terkekeh penuh arti.“Ya sudah aku ambil yang VIP!”"Woooww...pilihan yang tepat ganteng," sahut si resepsionist ini makin lantih alias bawel ini.Mahyudin lalu rogoh uang 300 ribu dan di terima si resepsionest ini dengan wajah berbinar. Mahyudin lalu di antar ke sebuah kamar VIP yang terletak di lantai 2.Mahyudin tak punya pikiran aneh-aneh, dia sedang suntuk, sudah lebih dua mingguan lebih belum juga ketemu kakaknya. Ia ingin rileks sejenak dengan di pijat!Sehingga saat di minta ganti pakaian dengan celana kolor tipis oleh seorang ART tempat ini, dirinya iya-iya saja tanpa mikir y
Mahyudin tak bisa tidur lagi hingga pagi hari. Wajah ibundanya dan juga pria tampan berwajah muram selalu terbayang di matanya.Ia bahkan enggan masuk kamar, biarpun bukan tipikal penakut, tapi mimpi yang seolah nyata itu membuatnya merinding juga. Tak pernah dia berkhayala akan di temui ibu dan orang yang ngaku kakeknya sendiri.Mana wajahnya mirip lagi dengan dirinya, tampan tapi murung..!“Siapa pria tampan yang ngaku kakekku itu? Kenapa tidak mau sebutkan namanya?” batin Mahyudin terus bertanya-tanya, namun tidak ketemu juga jawabannya.Namun saat ingat kakaknya dalam bahaya sesuai mimpinya. Mahyudin seperti terlecut semangatnya, bahaya apa? Pikirnya.Paginya…Akhirnya Mahyudin menemui Haji Ibak dan…pamit balik ke Jakarta lagi hari itu juga, hanya satu malam dia berada di rumah ini, serem dirasakannya berlama-lama di sana.“Semoga kamu bertemu kakakmu itu, kalau kalian terpisah di Pelabuhan Tanjung Priok, saran aku, kamu coba telusuri di sana dulu Din, baru ke tempat lain…!” Haji I