Home / Fantasi / Phoenix Rebirth: The rise of Akiyama / Bab 1: Bayang-bayang kegelapan

Share

Phoenix Rebirth: The rise of Akiyama
Phoenix Rebirth: The rise of Akiyama
Author: Rara Yt

Bab 1: Bayang-bayang kegelapan

Author: Rara Yt
last update Last Updated: 2024-10-03 20:59:01

Di desa kecil yang tersembunyi di kaki pegunungan, terdapat seorang anak laki-laki bernama Akiyama. Sejak kecil, ia selalu merasa berbeda dari anak-anak lainnya. Akiyama dilahirkan di malam yang gelap, tepat saat gunung yang terletak jauh di utara meletus, menghancurkan kota-kota dan menyebabkan bencana besar yang mengubah dunia selamanya. Kelahirannya sendiri diselimuti misteri, dan desas-desus pun mulai tersebar di desa bahwa dia adalah pembawa malapetaka. Desa itu adalah satu-satunya tempat yang selamat dari bencana besar, tetapi bayangan kegelapan selalu membuntuti.

Seiring waktu, Akiyama tumbuh terisolasi. Anak-anak lain tidak mau bermain dengannya, dan orang-orang dewasa menatapnya dengan curiga. Hanya Yumi, seorang gadis sebayanya, yang mau berinteraksi dengannya. Yumi selalu berada di sampingnya, meskipun semua orang menganggap Akiyama berbahaya. Di dalam dirinya, Akiyama merasakan kekuatan besar, tetapi dia tidak tahu apa itu, atau bagaimana cara mengendalikannya. Yang dia tahu hanyalah, setiap kali dia marah atau takut, kekuatan itu bangkit, membuat segalanya di sekitarnya terasa aneh dan tak terkendali.

---

Akiyama masih berdiri di tepi desa, merenungkan kata-kata Shin. Udara malam yang dingin menusuk tulang, dan desiran angin membawa aroma hutan yang kering. Saat dia menatap ke arah hutan utara, matanya mulai terasa berat. Namun, rasa takut dan tanggung jawab yang tiba-tiba ia rasakan membuat tidur terasa mustahil.

Ketika pikirannya mengembara, bayangan masa kecil yang dipenuhi kesepian menghantui. Semua yang terjadi malam ini hanya menambah beban itu. Tiba-tiba, langkah kaki yang lembut mendekat. Yumi berdiri di sampingnya, wajahnya yang lembut dan penuh perhatian menenangkan pikiran Akiyama, meski ketakutan masih menggantung di antara mereka.

"Akiyama, kau terlihat cemas," ujar Yumi, menatapnya dengan tatapan penuh empati.

Akiyama hanya mengangguk, tidak tahu harus berkata apa. Bagaimana bisa dia menjelaskan beban besar yang baru saja dia terima kepada seseorang yang selama ini selalu ada untuknya?

"Aku... hanya merasa semuanya terlalu cepat," kata Akiyama akhirnya, suaranya nyaris berbisik. "Aku tak pernah meminta semua ini. Aku bahkan tak tahu bagaimana menghadapi kekuatan ini, apalagi seorang Raja Iblis."

Yumi menggenggam tangannya dengan lembut, mengalirkan kehangatan di malam yang dingin itu. "Kau tidak sendiri, Akiyama. Kita sudah bersama-sama melewati banyak hal. Aku tidak akan meninggalkanmu, apapun yang terjadi."

Kata-kata Yumi memberikan sedikit kedamaian pada hati Akiyama. Dia menarik napas dalam-dalam, merasa lebih tenang, meskipun ketakutan masih tersisa di sudut pikirannya.

Namun, sebelum mereka sempat berbicara lebih jauh, tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari arah hutan utara. Tanah di bawah kaki mereka bergetar, dan dari kejauhan, mereka bisa melihat bayangan hitam melesat di antara pepohonan. Akiyama memicingkan mata, berusaha menangkap bentuk yang bergerak cepat itu.

"Itu... bayangan hidup yang diceritakan Haruto," gumam Yumi, wajahnya berubah pucat.

Akiyama merasakan adrenalin mengalir deras dalam tubuhnya. "Aku harus melihat lebih dekat. Jika benar ini ulah Zerathos, kita harus tahu apa yang sedang terjadi."

Yumi menggenggam lengannya dengan erat. "Akiyama, jangan! Itu terlalu berbahaya. Kita bahkan belum tahu apa yang sebenarnya kita hadapi."

"Tapi aku harus tahu. Kalau Zerathos memang akan bangkit, aku harus siap. Tidak ada jalan lain." Akiyama melepaskan genggaman Yumi dengan lembut, lalu berjalan menuju arah hutan dengan tekad yang bulat.

Yumi mencoba mencegahnya, tetapi dia tahu bahwa Akiyama tidak akan mundur begitu saja. Dia memutuskan untuk mengikuti dari belakang, meskipun rasa takut menggerogoti hatinya. Dalam beberapa menit, mereka tiba di pinggiran hutan. Gelap, sunyi, dan menakutkan. Bayangan pepohonan menjulang tinggi, seolah-olah hidup dan mengamati setiap gerakan mereka.

"Berhati-hatilah," bisik Yumi dengan suara gemetar.

Akiyama menatap dalam-dalam ke kegelapan di depannya. Langkah demi langkah, mereka masuk lebih dalam ke hutan, mengikuti suara gemuruh yang semakin jelas. Saat mereka berjalan, suara ranting patah dan daun yang bergesekan dengan angin menciptakan suasana mencekam.

Tiba-tiba, di depan mereka, sebuah bayangan besar muncul dari balik pohon. Makhluk itu berbentuk manusia, tetapi tubuhnya terbuat dari bayangan gelap yang bergerak-gerak, seolah-olah tidak sepenuhnya berada di dunia ini. Mata merah menyala menatap mereka dengan intens, dan seketika, Akiyama merasakan hawa dingin menusuk hingga ke tulangnya.

Makhluk itu berdiri diam selama beberapa detik sebelum akhirnya mulai bergerak, menyerbu ke arah Akiyama dengan kecepatan yang tidak manusiawi. Akiyama mencoba menghindar, tapi makhluk itu terlalu cepat. Dengan gerakan refleks, Akiyama mengangkat tangannya, dan tiba-tiba, tanpa disadarinya, kekuatan besar mengalir dari tubuhnya.

Sebuah ledakan cahaya merah menyala keluar dari tangan Akiyama, mengenai makhluk bayangan itu dan meledakkannya menjadi asap hitam yang berhamburan di udara. Akiyama terdiam, matanya terbuka lebar, terkejut dengan apa yang baru saja dia lakukan. Nafasnya terengah-engah, dan dia merasakan dadanya sesak.

Yumi berlari mendekat. "Akiyama! Kau... apa yang baru saja kau lakukan?"

"Aku... tidak tahu," jawab Akiyama sambil menatap tangannya yang kini memancarkan sisa-sisa cahaya merah. "Itu terjadi begitu saja."

Mereka berdua berdiri dalam diam, merenungi apa yang baru saja terjadi. Makhluk itu mungkin telah hancur, tetapi bayangan kegelapan yang lebih besar masih menggantung di atas mereka. Akiyama tahu, ini baru permulaan dari sesuatu yang jauh lebih besar.

"Ayo, kita kembali ke desa," kata Akiyama akhirnya. "Kita perlu memberi tahu Shin apa yang kita lihat."

Yumi mengangguk pelan, masih terguncang oleh kejadian tadi. Mereka berdua bergegas kembali ke desa, meninggalkan hutan yang kembali sunyi, tetapi tidak sepenuhnya tenang. Bayangan itu mungkin telah hilang, tapi mereka tahu bahwa ancaman yang lebih besar sedang mengintai di kegelapan.

Saat mereka kembali ke desa, Akiyama mulai merasakan ketakutan bercampur dengan rasa tanggung jawab yang semakin besar. Kini dia tahu bahwa kekuatan dalam dirinya bukan sekadar anugerah, melainkan pedang bermata dua yang bisa melindungi sekaligus menghancurkan.

Suatu malam, saat desa tengah tidur lelap, terdengar suara gemuruh dari utara. Gunung yang selama ini dianggap mati mulai memancarkan cahaya merah yang aneh. Akiyama terbangun dari tidurnya dengan napas memburu. Di luar jendela, dia melihat bayangan-bayangan bergerak di kejauhan, seolah-olah hidup dan mengikuti setiap gerakannya.

"Akiyama..." bisik suara halus dari balik jendela. Akiyama menoleh dan melihat Yumi berdiri di luar, wajahnya pucat.

"Yumi? Ada apa?" tanyanya.

Yumi mendekat, matanya bergetar penuh ketakutan. "Ada sesuatu yang terjadi di hutan utara. Orang-orang desa bilang mereka melihat bayangan hidup."

Akiyama merasakan jantungnya berdegup kencang. "Bayangan hidup?"

Yumi mengangguk. "Aku mendengar orang-orang tua bicara tadi. Mereka bilang, ini mungkin... ini mungkin terkait dengan Zerathos."

Nama itu asing bagi Akiyama, tetapi getaran di hatinya terasa nyata. "Zerathos? Siapa itu?"

Sebelum Yumi sempat menjawab, suara ketukan keras di pintu rumah Akiyama terdengar. Shin, pendeta tua yang selama ini menjadi pembimbing spiritual desa, berdiri di sana dengan wajah cemas.

"Akiyama, ikut aku. Ada sesuatu yang harus kau ketahui," kata Shin dengan nada serius.

Mereka berjalan menuju kuil tua di tengah desa. Di dalam kuil itu, terdapat sebuah ruangan yang jarang dibuka oleh siapapun. Shin membawa Akiyama masuk ke dalam, di mana sebuah segel besar terpahat di lantai. Cahaya aneh memancar dari segel itu, seakan-akan bereaksi terhadap sesuatu.

"Ini adalah segel yang menahan Zerathos, Raja Iblis yang pernah menghancurkan dunia ribuan tahun lalu," kata Shin, suaranya bergetar. "Tapi segel ini mulai melemah sejak letusan gunung malam kau dilahirkan. Ada kekuatan besar di dalam dirimu, Akiyama, yang terhubung dengan Zerathos. Kau bukan penyebabnya, tapi kau adalah kunci untuk menghentikan kebangkitannya."

Akiyama mundur selangkah, terkejut dengan apa yang baru saja didengarnya. "Apa maksudmu aku terhubung dengan Raja Iblis? Aku hanya anak biasa!"

Shin menatapnya dengan tatapan mendalam. "Kau bukan anak biasa, Akiyama. Kau lahir dengan tanda mata yang berbeda—sesuatu yang hanya dimiliki oleh mereka yang terpilih untuk membawa kekuatan besar. Kekuatan Phoenix yang ada di dalam dirimu mungkin menjadi satu-satunya cara untuk melawan Zerathos, tapi untuk itu, kau harus belajar mengendalikannya."

Akiyama menunduk, merasakan beban yang luar biasa. Selama ini dia sudah tahu ada sesuatu yang tidak biasa tentang dirinya, tetapi dia tidak pernah menyangka akan menjadi bagian dari sesuatu yang begitu besar dan mengerikan.

"Tapi... bagaimana aku bisa melawan sesuatu yang begitu kuat?" Akiyama bertanya, suaranya gemetar.

Shin tersenyum tipis, meski wajahnya tetap serius. "Perjalananmu baru saja dimulai, Akiyama. Kau tidak sendirian. Ada orang-orang yang akan kau temui, yang juga memiliki kekuatan dan takdir mereka sendiri. Mereka akan membantumu. Tapi kau harus siap menghadapi bayangan dalam dirimu, karena Zerathos akan mencoba mempengaruhimu dari dalam."

Malam itu, Akiyama tak bisa tidur. Pikiran tentang Zerathos dan kekuatan besar yang tersegel di dalam dirinya menghantuinya. Namun, jauh di dalam hatinya, dia tahu bahwa ini bukan hanya tentang dirinya. Ini tentang seluruh dunia yang ada di ambang kehancuran. Jika Zerathos bangkit kembali, kegelapan akan menyelimuti segala sesuatu.

Di tengah malam yang sunyi, Akiyama berdiri di tepi desa, menatap hutan utara yang kini tampak lebih menyeramkan dari biasanya. Angin dingin berhembus, membawa serta bisikan-bisikan dari kegelapan. Di kejauhan, dia bisa merasakan sesuatu—sebuah kekuatan besar yang menunggu untuk dilepaskan.

"Zerathos..." gumamnya pelan. "Aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan dunia ini."

Bab pertama berakhir dengan Akiyama yang kini menghadapi awal dari perjalanan besar yang akan mengubah hidupnya dan nasib dunia. Kegelapan mulai merambat, tetapi Akiyama tahu bahwa di dalam dirinya, ada kekuatan yang menunggu untuk bangkit.

---

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Phoenix Rebirth: The rise of Akiyama    Bab 59: Terbangun dari Mimpi Latihan

    Akiyama perlahan membuka matanya, terbangun dari keheningan yang menyelimutinya. Cahaya matahari pagi menyinari wajahnya dengan lembut, membangunkannya dari tidur yang dalam. Suasana tenang di sekelilingnya memberi kesan seolah ia baru saja kembali dari sebuah perjalanan yang panjang dan melelahkan. Ketika ia berusaha untuk memahami di mana ia berada, ingatan tentang pertarungan terakhirnya dengan sosok kegelapan tiba-tiba menerpa benaknya. Dalam mimpinya, dia merasakan ketegangan, rasa sakit, dan tekanan yang begitu mendalam, seolah-olah ia terjebak dalam pertarungan yang nyata. Dia duduk, merasakan otot-ototnya yang sedikit kaku, tetapi ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Akiyama merasakan kekuatan yang mengalir dalam dirinya, seolah-olah ada sesuatu yang baru terbangun di dalam jiwanya. Ia mengingat momen ketika ia berhadapan dengan sosok kegelapan itu, pertempuran yang sangat intens dan menantang. Meskipun itu hanya mimpi, pengalaman itu telah memberinya pelajaran berharga te

  • Phoenix Rebirth: The rise of Akiyama    bab 58: pertarungan diambang batas

    Akiyama berdiri tegar, merasakan getaran energi yang melingkupi tubuhnya. Ketika Zerathos menghadapi dirinya dengan tatapan tajam, Akiyama tahu bahwa ini adalah pertarungan yang menentukan. Dengan napas dalam dan hati yang bergetar, dia menyiapkan diri. “Zerathos… aku tidak akan kalah!” teriaknya, suaranya membara penuh keyakinan. Serangan-serangan cepat dan mematikan datang dari Zerathos, tetapi Akiyama merasa lebih fokus. Dia menyadari bahwa kecepatan serangan musuhnya, meskipun luar biasa, kini terasa lebih dapat diprediksi. Perlahan tetapi pasti, dia mulai memahami pola serangan yang tidak pernah bisa dia lihat sebelumnya. Merasakan aliran energi yang mengalir melalui kedua sayapnya, Akiyama mengambil langkah maju, menyongsong serangan dengan penuh keberanian. Zerathos meluncurkan serangan besar dengan gelombang kegelapan yang mengerikan, berusaha menghancurkan Akiyama dalam sekejap. Akiyama, alih-alih mundur, memutuskan untuk menyambut serangan itu. Saat gelombang energi meland

  • Phoenix Rebirth: The rise of Akiyama    Bab 57: Ujian Tanpa Ampun

    Kegelapan menyelimuti arena pertarungan saat Akiyama berdiri dalam kesunyian yang mencekam. Dia merasakan kehadiran yang mengerikan, seolah angin malam membawa aroma kematian. Jantungnya berdebar kencang ketika sosok tinggi menjulang muncul dari bayangan, siluetnya mengancam dan menakutkan. Sebuah cahaya hitam menyala dari tubuhnya, memancarkan aura kegelapan yang begitu kuat sehingga membuat Akiyama merinding. "Zerathos...?! Ini tidak mungkin!!" teriak Akiyama, suaranya dipenuhi ketakutan dan keraguan. Kenangan masa lalu menyergapnya—kenangan akan kekalahan yang menyakitkan dan rasa sakit yang tak pernah ia lupakan. Zerathos tersenyum lebar, senyuman yang penuh sarkasme dan kekejaman. "Haha, akhirnya aku akan melenyapkanmu," katanya dengan suara menggoda, penuh keangkuhan dan penghinaan. Serangan pertama datang begitu cepat, membuat Akiyama tidak siap. Energi gelap meluncur deras, memukulnya dengan keras hingga tubuhnya terlempar ke tanah. Rasa sakit mengalir dari punggungnya,

  • Phoenix Rebirth: The rise of Akiyama    Bab 56: Serangan Api Halilintar

    Di dalam alam mimpi yang membara, Akiyama merasakan kekuatan Phoenix yang mengalir dalam dirinya. Setiap saat, cahaya yang bersinar di sekelilingnya memantulkan harapan dan keinginan untuk menguasai kekuatan baru. Hari ini, dia bersiap untuk tantangan yang jauh lebih berat: Serangan Api Halilintar. Dengan tekad membara, Akiyama tahu bahwa pelatihan ini tidak hanya akan menguji batas fisik dan mentalnya, tetapi juga menguji keberaniannya. Ketika dia berdiri di tengah langit yang bergemuruh, suasana di sekelilingnya berubah menjadi lebih dramatis. Angin kencang berhembus, menciptakan suara gemuruh yang menggetarkan. Phoenix muncul di hadapannya, sosoknya berkilau dengan nyala api yang berwarna emas dan merah, memberikan energi yang terasa membara. "Akiyama, hari ini kita akan menjelajahi kekuatan petir dan api dalam bentuk paling murni. Ini adalah Serangan Api Halilintar. Kekuatan ini mampu menghancurkan musuh dengan ledakan yang bisa merobek langit." "Aku siap, Phoenix! Apa yang perl

  • Phoenix Rebirth: The rise of Akiyama    Bab 55: Serangan Seribu Tombak Api

    Akiyama terbangun di dalam alam mimpi yang memancarkan cahaya keemasan, seolah-olah dunia ini diciptakan dari api dan cahaya. Di sekelilingnya, pemandangan yang megah menyambutnya: langit berwarna merah menyala dengan awan yang berkilau seperti bara api, menciptakan suasana magis yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Di tempat ini, dia merasakan kehadiran Phoenix yang membimbingnya, siap untuk mengajarinya kekuatan yang lebih besar. Saat Akiyama melangkah maju, sosok Phoenix muncul di hadapannya, dengan sayap yang megah dan mata yang berkilau. "Selamat datang di alam mimpi, Akiyama. Di sini, aku akan mengajarkanmu cara menguasai kekuatanmu," ujar Phoenix dengan suara yang lembut namun tegas. "Hari ini, kita akan mulai dengan Serangan Seribu Tombak Api." Mendengar hal itu, Akiyama merasakan getaran semangat dalam dirinya. "Seribu Tombak Api? Apa yang harus aku lakukan?" tanyanya penuh antusias. "Untuk memanggil kekuatan ini, kau harus terhubung dengan energi dalam dirimu. Fokus

  • Phoenix Rebirth: The rise of Akiyama    Bab 54: Jalan Menuju Pengendalian

    Bab 54: Jalan Menuju Pengendalian Akiyama membuka matanya perlahan, cahaya pagi menembus celah-celah pepohonan, memberikan kehangatan yang menyegarkan. Rasa berat di tubuhnya mulai menghilang, dan saat dia mengangkat kepalanya, dia merasakan permukaan tanah yang keras di bawahnya. Dengan suara serak, dia berusaha untuk berdiri, menyadari bahwa semua yang baru saja terjadi hanyalah sebuah mimpi buruk—atau mungkin tidak. “Yumi? Shin?” Akiyama memanggil, suaranya masih tersisa gema kelelahan. Dia berusaha mengingat semua yang terjadi, pertarungan melawan kegelapan, kemunculan sayap api, dan kekuatan yang hampir tak terkendali. “Akiyama! Kau sadar?” Suara Yumi terdengar penuh kelegaan saat dia muncul dari balik semak-semak, diikuti Shin yang tampak cemas. Mereka berlari menghampiri Akiyama, wajah mereka mencerminkan rasa khawatir yang mendalam. “Aku… aku baik-baik saja,” Akiyama menjawab, meskipun ia merasakan sisa-sisa energi yang mengalir dalam dirinya. “Tetapi, apa yang terjadi? Ap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status