Aluna masih menangis di dalam kamar, dia begitu sakit sekali, tubuhnya gemetar, tidak pernah Aluna pikirkan dia akan bercerai dengan Angkasa. Sungguh Aluna sangat mencintai suaminya. Mereka tidak pernah bertengkar kalau bukan karena Rose yang selalu menjelekkan Aluna di depan Angkasa. Beruntungnya Angkasa tidak mudah percaya tetapi hari itu, dia begitu sial. Rose dan Siska membuat jebakan yang sama sekali tidak pernah Aluna pikirkan bisa mereka lakukan. Rasanya mustahil seorang wanita melakukan hal keji seperti itu. Sebenarnya kalau mau, Aluna bisa saja bercerai dengan Angkasa. Toh, sekarang bisnisnya berjalan dengan baik. "Kamu dimana? Mas mau ke rumah." Aluna mengangkat teleponnya yang sedari tadi berdering, Angkasa jadi tidak konsentrasi bekerja gara-gara kelakuan Ibunya. Siapa yang menyuruh mereka datang ke rumah Aluna mengatakan hal buruk seperti itu. Angkasa saja meminta Aluna untuk pulang. "Rumah, Mas. Baru aja nganter pesanan catering kantor," jawab Aluna sambil mengusap
"Ibu, kenapa Ibu begitu, Bu? Kalau aku mau cerai dengan Aluna, aku bisa sendiri mendaftarkan perceraianku, gak perlu dibantu Ibu segala, udahlah. Gak usah ikut campur masalah rumah tanggaku dengan Aluna," ucap Angkasa yang jadi emosi karena tingkah Rose yang sampai membuat Aluna berpikir ingin bercerai dengannya. "Ya ampun, Angkasa. Kamu ini bodoh banget, sudah tahu istri gak benar, gak becus jadi istri, gak becus jadi ibu, kamu masih aja mau bertahan, dikasih apa kamu sama dia, hah? Kamu jangan karena dia kasih kamu miliknya. Jadi, lupa kamu kalau yang dia lakukan itu hina." Angkasa sudah tidak mengerti lagi, bagaimana mendamaikan Ibunya dengan Aluna. Sepertinya Rose memang sudah tidak sabar lagi melihat Putranya lepas dari jeratan wanita miskin yang hanya tahu minta uang saja. "Ibu, gak mau tau, pokoknya jangan coba-coba kamu bawa Aluna lagi masuk ke rumah ini, gak sudi, Ibu punya menantu nakal seperti Aluna, jijik Ibu kalau ingat kelakuannya itu." "Aluna istriku, Bu. Dia juga a
Di rumah Ulfa, Angkasa banyak diam dan tidak fokus sekali kalau ditanya oleh orang tua Ulfa, masalahnya dia bukan yang menyuruh orang tuanya untuk melamar Ulfa tetapi itu kemauan Rose sendiri dan Angkasa dijebak hari ini. Angkasa ingin meledak sekali tetapi ini masih di rumah orang. Yang jelas sudah Angkasa katakan kalau maksud kedatangannya bukan untuk melamar tetapi hanya silaturahmi. Jangan sampai Ulfa salah paham. Angkasa sama sekali tidak ada niat menikah lagi, apalagi dia belum bercerai. Bisa-bisanya ibunya membuat skenario gila seperti ini. Aluna tidak mau tanda tangan perceraian, dia malah datang melamar. "Buk!" Angkasa sudah ingin marah, setelah dia tahan-tahan di rumah Ulfa tadi, akhirnya di dalam mobil, Angkasa meledak. "Aku itu masih ada istri, Ibuuuk!" Angkasa tahu kalau Rose itu, Ibu kandungnya dan Angkasa tidak ingin bersikap buruk dengan Ibu sendiri, hanya saja kalau semua dirasa salah, Angkasa patut mengingatkan. "Ibu, kalau mau datang ke rumah Ulfa, itu jujur sa
Aluna pikir, setelah di berusaha mati-matian untuk sama seperti orang lain, bisa membuat mertuanya memandang dia dengan senyum. Ternyata, Rose memang tidak menyukainya, tidak menyukai semua yang Aluna lakukan. Bahkan usaha Aluna yang berjualan seperti ini saja diremehkan oleh Rose. Tidak mungkin Aluna bisa berhasil, sedangkan Angkasa saja meniti restorannya sampai sebesar ini, itu tidak mudah. Apalagi cuma pesanan-pesanan seperti itu. Tidak akan maju pikir Rose. Aluna hanya membuat malu saja dengan pekerjaannya. Angkasa datang ke rumah Aluna untuk menjelaskan apa yang terjadi tidak seperti yang dia bayangkan. Angkasa masih sangat mencintai Aluna. "Bukan aku yang ingin melamar, Ulfa. Percayalah!" Angkasa sudah menjelaskan berapa kali tetapi Aluna tidak percaya. Malam ini, dia memaksa Aluna untuk pulang. Aluna menolak karena tahu Rose tidak akan menyukainya. "Aku gak tau, Mas. Soalnya aku gak lihat, gak mungkin juga tiba-tiba datang kalau kamu gak setuju, aku gak apa, Mas. Mungkin i
Terkadang Aluna berpikir kalau meskipun dia menjadi sukses nanti, Ibu Mertuanya tidak akan pernah suka. Kakak iparnya juga pasti tidak suka, untunglah Angkasa punya Adik laki-laki yang tidak di Jakarta, entah kalau adiknya juga tinggal di Jakarta, dia pun tidak akan suka dengan Aluna. Aluna bertahan karena anaknya. Meskipun cinta sekali dengan Angkasa, Aluna rasanya ingin menyerah saja. Malam ini Rose tidak pulang, di luar kamar, terus mengomel sampai kepala Aluna rasanya mau pecah, Angkasa sudah di dalam dengan Aluna. "Mas, Ibu gak suka aku di rumah," ucap Aluna duduk di bibir ranjang sambil melihat Angkasa yang berganti pakaian. "Kalau kamu keluar lagi dari rumah ini, kita akan berpisah selamanya, Aluna. Kamu tau apa yang Ibu lakukan hari ini, dia melamar Ulfa untukku? Kamu mau kita berpisah, itu yang kamu mau?" tanya Angkasa dengan begitu emosinya. Meskipun Angkasa menyayangi Ibunya, dia tetap ingin punya keluarga yang utuh, yang sama seperti orang lain dan Angkasa tidak ingin m
Kalau dulu Aluna adalah menantu yang lembut, tidak pernah marah, tidak pernah melawan dan selalu menurut. Tidak masalah mertuanya menjelekkan dia apa, kalau sekarang, Aluna tidak seperti itu lagi. Dia tidak bisa tinggal diam mendengar ocehan mertuanya yang selalu menyakiti hati. Aluna ingin sekali menghormati mertuanya tetapi Rose memang minta Aluna untuk durhaka kepadanya. Harusnya Aluna senang punya seorang ibu, dia yang dulu tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu akhirnya tahu kalau mendapatkan ibu itu sangat enak sekali tetapi yang Aluna dapatkan justru figure seorang ibu yang jauh dari kata nyaman. Dekat dengannya seperti bara api bagi Aluna. Setelah anaknya sekolah, Angkasa juga sudah sarapan pagi, sudah waktunya Aluna mengurusi bisnisnya. Pagi sekali dia akan kembali ke tempatnya dan melihat semua persiapan. Dia sudah izin dengan Angkasa tadi. "Mau ke mana kamu? Bukannya ngurusi rumah malah keluyuran gak jelas," ucap Rose dengan mulutnya yang selalu pedas di telinga
Anton datang ke kontrakan tempat Aluna membuka usahanya, dia mulai membuka tempat makan yang menyediakan makan prasmanan di rumah. Harga terjangkau, dengan porsi yang melimpah dan rasa bintang lima. Anton mencicipi makanan itu di tempat di depan Aluna. Canggung sekali Aluna menerima kehadiran Anton. "Jadi, kamu udah kembali dengan Angkasa? Aku pikir kalian akan bercerai setelah kejadian itu?" Aluna diam saja, tidak mengerti Aluna dengan Anton, padahal dia salah satu teman baik Angkasa tetapi berharap sekali Aluna dan Angkasa bercerai. "Kami masih punya anak, Mas. Lagian Mas Anton, buat apa berpikir begitu, bagus kalau aku dan Mas Angkasa kembali bersama lagi." Anton diam saja tetapi tersenyum penuh arti. "Angkasa punya usaha Restoran. Buat apa kamu buat usaha kecil-kecilan seperti ini, Angkasa sudah tidak membiayai hidupmu lagi?" Lebih tepatnya semua ini adalah persiapan Aluna, jika nanti Angkasa tidak menginginkannya lagi apalagi punya mertua yang selalu menginginkan anaknya c
Malam ini lega rasanya, tidak ada Rose di rumah mereka. Hanya ada Angkasa, suaminya yang baru pulang kerja dan anaknya Rangga yang sedang belajar. Aluna begitu tenang, tidak ada keributan, hatinya tentram dan dia pun tidak bertengkar dengan Angkasa. Setidaknya Aluna bisa menunjukkan sisi romantisnya seorang istri pada Angkasa. "Pa!" Aluna langsung memeluk Angkasa yang duduk sambil bermain dengan ponselnya. Angkasa mencium puncak kepala Aluna dan mereka diam sambil melihat berita di ponsel. "Udah lama kita gak kayak gini, Ma." Angkasa menyadari semua itu, dia bukan tidak bicara dengan Ibunya. Angkasa sudah sering mengatakan pada Rose untuk tidak memperlakukan Aluna dengan begitu keras dan marah di depan umum. Aluna tidak pernah menjelekkan Rose meskipun Rose sangat membencinya. Aluna lebih memilih membahas masalah lain daripada membahas kebenciannya pada Sang Mertua. "Iya, Pa. Mama kangen banget bisa kumpul sama kalian lagi, Papa sayang sama Mama?" tanya Aluna dan Angkasa mengangguk