Dalam Pelukan Hangat Paman Suamiku

Dalam Pelukan Hangat Paman Suamiku

last updateLast Updated : 2025-10-23
By:  KafkaikaUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
7Chapters
10views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Aura lelah berusaha menjadi istri sempurna karena Arman, sang suami, hanya membalasnya dengan dingin dan hinaan. Di tengah kehampaan itu, kehangatan justru datang dari Pras, paman suaminya sendiri. Lembut, dewasa, dan penuh perhatian. Pras adalah godaan yang tak pantas, namun terlalu nyaman untuk diabaikan. Terjebak antara janji pernikahan yang hampa dan pelukan terlarang yang terasa seperti rumah, Aura harus memilih: menjaga nama baik keluarga atau mengikuti suara hati yang mulai berani melawan.

View More

Chapter 1

1. Yang Orang Lihat

Yang orang lihat, Aura adalah wanita paling beruntung.

Dicintai pria baik, mapan, dari keluarga terpandang, dan… sangat menyayanginya.

Tapi Aura sendiri tak yakin dengan sebutan "beruntung" itu.

Seperti hari ini.

Suaminya baru saja pulang dari luar kota setelah menghadiri seminar.

Aura telah menyiapkan kejutan manis: berdandan seksi dan menarik, berharap ketika Arman melihatnya, perasaannya akan hangat, dan rindu mereka akan terobati.

Begitu pintu terbuka, Aura langsung melompat memeluknya dengan manja, lalu menciumi wajah lelaki itu.

Namun kenyataannya tak seperti yang dia bayangkan.

Alih-alih tersenyum bahagia, Arman justru tampak masam dan menatapnya dingin.

“Kau tidak lihat aku baru datang dan lelah? Bersikaplah sedikit dewasa,” gumamnya, memadamkan seketika kerinduan Aura yang menggebu.

“Oh, maaf, Mas…”

Itu saja yang bisa Aura katakan. Walau dalam hatinya, dia tahu Arman pun tak seharusnya bersikap sedingin itu.

Sudah dua tahun mereka menikah.

Dua tahun hidup dalam segala “pemberian” Arman. Tapi Aura tak pernah benar-benar merasa memiliki suaminya itu.

Arman memang memberi banyak hal: rumah untuk orangtuanya, modal usaha toko roti orang tuanya, biaya sekolah adiknya, bahkan kuliah untuk dirinya—meski sesungguhnya itu bukan keinginannya.

Semua itu terasa seperti hadiah yang tak bisa ditolak.

Arman terdengar logis, penuh kasih, penuh rencana. Tapi di balik itu, ia adalah pria yang tenggelam dalam dunia dan ambisinya, namun lupa akan cinta dalam rumah tangga.

Keluarganya kaya raya—pemilik salah satu perusahaan terbesar di negeri ini. Tapi Arman justru memilih menjadi dosen.

Malam itu, bahkan mereka belum intim kembali pasca kedatangannya. Namun teriakannya membuat tubuh Aura meremang. Wanita muda itu langsung berjingkat dari kamar dan keluar ingin mengetahui kenapa suaminya sampai memanggilnya sembari berteriak begitu.

“Kenapa, Mas?” tanya Aura setiba di ruang kerja suaminya.

“Kenapa katamu? Kau tidak lihat laptopku basah karena kecerobohanmu!” Arman melotot pada Aura sembari menunjuk gelas teh yang tumpah di mejanya.

“Sial, ada banyak file dokumen yang belum sempat kusimpan di sana… kenapa kau tidak berubah sih? Tolol dipiara!” lagi Arman memarahi Aura yang membeku tak tahu harus bagaimana.

“Mas Arman kan yang tadi minta dibuatin tehnya.” Aura mencoba sedikit membela diri. Walau dia tahu pada akhirnya itu tidak ada gunanya.

“Kau kan punya otak. Harusnya dipikir, di mana seharusnya kau letakkan sekiranya tidak akan membuat kekacauan. Dan lagi, kalau salah ya minta maaf. Bukannya ngeyel melulu kamu!”

“Iya, Mas. Maaf!” ucap Aura menahan rasa ketidakberdayaannya karena sikap Arman yang seperti itu padanya.

Tidak jarang dia merasa dirinya tak lebih sebagai pembantu di rumah ini. Ditolol-tololin dan dibentak-bentak sesuka hatinya.

Namun, selalunya, ketika Arman membutuhkannya lagi seperti saat ini, dia akan mendatangi Aura. Memeluknya, menatapnya dengan hangat dan mencium keningnya lama.

“Jangan marah, ya? Aku hanya sedang capek,” tukasnya memaksa Aura memahaminya.

Wanita itu hanya mengangguk dan menyembunyikan lukanya di balik kata, “Tidak, aku tidak marah.”

“Kau sudah mengerti bagaimana aku, kan? Kalau banyak pikiran dan lelah, emosiku tak terkendali. Makanya jangan bikin masalah apapun saat kondisi mentalku seperti itu.”

“Iya, Mas. Maaf.”

“Aku mencintaimu, Ra!” bisik Arman, lalu kecupan hangat di bibir sudah menghapus jejak pertengkaran mereka.

Arman melepas kancing baju Aura sebagai isyarat ingin berhubungan. Aura yang sudah merindukan suaminya itu memilih melupakan rasa kesalnya ditolol-tololkan tadi. Dia pun dengan senang hati melayani sang suami.

Namun sayang, panggilan dari posel Arman kembali menjeda kedekatan yang belum juga memanas itu. Arman menarik dirinya dan bangkit untuk meraih ponselnya. Membiarkan Aura melongo dengan merana.

Aura mencoba bersabar. Daripada nanti mereka bertengkar lagi. Mungkin Arman memang ada panggilan yang mendesak. Jadi ditunggunya hingga selesai.

Ketika melihatnya mengakhiri panggilan, Aura bangkit dan memeluk pria itu dari belakang. “Mas, ayo kita lanjutkan,” ujarnya mesra merayu sang suami agar kembali memanaskan rajang mereka.

“Ra, kau kembalilah tidur. Aku ada yang harus dikerjakan.” tukas Arman sembari melepas lengan Aura yang melingkari pinggangnya.

Aura tentu kecewa. Arman yang mengajak duluan, membujuknya tadi agar mau melayaninya,  sekarang ketika Aura sudah berhasrat, tiba-tiba ditinggal begitu saja…

Sekedar menyampaikan sedikit kecewa yang dipendamnya, Aura mencoba protes.

“Mas baru pulang setelah dua minggu sibuk seminar, lho. Kenapa masih sibuk lagi?”

Namun, pria itu malah menatap Aura dengan dingin dan menusuk. 

💗💗💗

Paginya, Arman datang lagi mendekap Aura dari belakang saat sang istri membersihkan dapur.

Dia kembali meminta maaf. Seolah dengan hal itu semuanya akan selesai. Dan yang bisa Aura lakukan hanya menahan napas dan mengiyakannya  begitu saja.

Kalau tidak, sepagi ini mereka akan berdebat dan Arman akan mengeluarkan semua teori ilmiahnya menceramahinya tentang bagaimana menjadi istri yang baik. 

“Kau marah karena  semalam?” tanyanya sambil mengendus leher jenjang Aura.

Aura hanya meliriknya. Dalam hati, ia membatin—mana mungkin dia berani marah?

“Tidak, Mas. Aku saja yang tidak tahu situasi. Mas Arman banyak urusan dan pasti lelah.” Begitu saja jawabnya. Biasanya Arman lebih terima kalau Aura yang mengaku salah.

Arman membalik tubuh Aura dan mengecup bibirnya lembut dan mesra.

Padahal hanya dengan itu, Aura luluh. Lupa pada kecewa yang semalam membekas.

Semudah itu membujuk Aura. Tapi Arman sering lupa, bahwa hal-hal kecil seperti ini pun penting.

“Aku ada berita lagi,” ujarnya, membelai pipi Aura.

“Apa itu, Mas?” tanya Aura, menatapnya penuh antusias.

“Aku diterima di program S3 Oxford. Pengajuanku dari sebelum kita menikah akhirnya dipanggil juga.”

Tatapan Arman berbinar—penuh ambisi, seperti biasa.

Sementara Aura hanya menelan ludah.  Lagi-lagi suaminya ini akan meninggalkannya. Sudah terbayang, malam-malamnya akan semakin dingin dan sepi.

.

.

.

<Next>

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
7 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status