Home / Romansa / Pilihan Untuk Menjadi Baik / kesempatan terakhir

Share

Pilihan Untuk Menjadi Baik
Pilihan Untuk Menjadi Baik
Author: Gray

kesempatan terakhir

Author: Gray
last update Last Updated: 2025-09-30 22:39:10

Pagi itu, seperti biasa, matahari terbit dari timur.

Sinar hangatnya perlahan menyelimuti bumi, berpadu dengan semilir angin yang menyejukkan suasana. Di lingkungan sekolah, para siswa sibuk berlalu-lalang dengan kesibukan masing-masing.

Sepertinya pagi ini memang indah. Namun, seperti biasa, keindahan itu tidak berarti apa-apa bagiku.

Namaku Riley. Hanya Riley. Tidak ada nama belakang, tidak ada status, tidak ada keluarga yang bisa kubanggakan.

Di sekolah, orang-orang memanggilku berandalan tak tahu diri. Yah… mereka tidak salah. Aku tidak peduli dengan apa yang mereka pikirkan. Bagi mereka aku hanyalah masalah berjalan, dan aku pun tidak berusaha menyangkalnya.

Hari ini, meski langit begitu cerah, hatiku tetap dipenuhi kegelapan yang tidak pernah mau pergi. Setiap hari, para siswa menjaga jarak dariku. Teman? Aku tidak punya. Hanya ada beberapa orang bodoh yang kadang bisa kuperalat untuk mencapai tujuan tertentu.

Aku sekarang duduk di bangku kelas dua SMA, usiaku baru menginjak delapan belas tahun. Sejak kecil, hidupku memang berantakan. Orang tuaku berpisah saat aku berusia lima tahun, meninggalkan luka yang tidak pernah benar-benar sembuh.

Aku masih ingat malam itu. Malam yang mengubah segalanya.

Pertengkaran hebat antara ayah dan ibuku, suara kaca pecah, teriakan ibuku minta tolong… semuanya begitu jelas di kepalaku. Ayah memukul ibu hingga jatuh. Ibu menangis dalam diam, wajahnya memar, tubuhnya gemetar.

Aku yang kecil hanya bisa mendekat dengan hati-hati, berharap setidaknya bisa memeluknya agar dia merasa tidak sendirian. Tapi yang kudapat bukanlah pelukan. Dengan marah, dia mendorongku hingga aku terjatuh.

“Ini semua salahmu! Kau yang membuat hidupku seperti ini!” bentaknya.

Aku mencoba meminta maaf, meski tidak tahu apa salahku. Namun yang kuterima adalah tamparan keras di wajahku. Sakitnya tidak hanya di pipi, tapi juga di hati. Hidungku berdarah, ketakutan menyelimuti seluruh tubuhku.

Lalu ibu pergi meninggalkanku begitu saja. Aku berusaha mencari bantuan, tapi tubuh kecilku sudah tidak kuat lagi. Di pinggir trotoar yang dingin dan sepi, akhirnya aku pingsan.

Saat tersadar, bukannya dingin jalanan yang kurasakan. Tubuhku diselimuti kehangatan. Bibiku ada di sana, dengan wajah penuh kekhawatiran. Dia memelukku, memberiku senyum yang hangat. Sejak malam itu, bibiku merawatku sampai aku tumbuh besar.

Bibiku pasti kecewa melihatku sekarang. Aku sering berkelahi, membuat masalah, hingga bahkan berpindah sekolah sebanyak tujuh kali karena kelakuanku. Tapi dia tidak pernah memarahiku. Dia hanya memberi nasihat, berharap aku bisa berubah. Sayangnya, aku selalu mengecewakan dia dan pamanku.

Dan sekarang, SMA Harapan Bangsa menjadi kesempatan terakhirku. Paman bahkan sudah berkata bahwa dia lelah menghadapi semua tingkahku. Jika aku gagal lagi… aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

hidupku sudah bisa di bilang sangat rusak. setiap hari selalu berkelahi, mabuk-mabukan, dan aksi kenakalan lainnya. aku sempat berpikir kenapa aku menjadi seorang manusia yang seperti ini... aku juga tidak bisa memikirkannya.

setelah selalu mendengarkan kekecewaan paman dan bibiku, aku perlahan mulai sadar betapa bobroknya perilaku yang aku lakukan selama ini. Bahkan selama ini aku selalu tinggal dan di anggap bagaimana anak kandung mereka sendiri. tetapi aku menyia-nyiakan semua ini.

selain itu aku juga memiliki sepupu perempuan yang umurnya tak jauh dariku. bisa di katakan dia sangat membenciku, bahkan dirinya tidak pernah membiarkanku mendekat sedikitpun kepadanya.

selain itu aku hanya sedang mencari jati diriku. ada baiknya jika setelah ini aku perlu merubah diriku menjadi yang lebih baik meski itu sangat sulit untuk di lakukan.

---

aku berjalan mengarah ke kelasku yang terletak di ujung lorong paling kumuh dan lembab. aku tinggal di kelas 11-F karena itu kelas terburuk... tentunya sesuai dengan kelakuanku.

sepanjang jalan menuju ke kelasku, tempat yang sebelumnya bersih, kini di penuhi pemandangan sampah berserakan di mana-mana. bau busuk dari sampah menyengat menusuk ke hidungku.

dari arah berlawanan ada seorang siswa perempuan berkacamata mengenakan masker. aku sempat heran kenapa dia ada di sini. di kelasku tidak ada seorang siswa perempuan sama sekali.

saat aku hampir berpapasan dengannya aku sempat meliriknya sekilas, tetapi ia kemudian menundukkan kepalanya dan berlari dariku.

aku memang terkenal akan kebobrokan yang sudah terkenal di hampir seluruh sekolah di provinsi ini... mungkin. hahaha... aku tidak tahu harus melakukan apa.

sesampainya di depan pintu kelasku, terdapat sebuah papan menggantung di atasnya. benda yang bahkan sudah hampir lepas dari kayu penopangnya tertulis (11-F Class) pihak sekolah ini enggan untuk mengurus kelas terbelakang.

pemandangan mengerikan terlihat saat aku memasuki kelas. ini merupakan hal biasa di kelas ini. plafon yang sudah berlubang hingga meneteskan beberapa air ke lantai di sudut ruangan. meja dan kursi yang bisa di bilang sudah tidak layak di gunakan.

di kelas ini hanya ada 6 orang termasuk diriku. kami adalah siswa yang di anggap bermasalah dari pindahan sekolah lain. mereka duduk saling menjaga jarak termasuk diriku yang tidak ingin terlalu ingin mengenal siapapun.

suara nyaring dari bel mulai terdengar di seluruh lingkungan sekolah. meski suara itu menandakan jam pembelajaran hampir di mulai—kelas ini selalu mendapatkan pembelajaran yang tidak pernah serius. wali kelas kami bahkan jarang memasuki kelas ini.

aku menyandarkan tubuhku ke kursi yang aku duduki. suara deritan kayu yang sudah mulai lapuk terdengar cukup keras. aku memandangi ke setiap tetesan air dari plafon yang berlubang.

sudah lebih dari 30 menit tidak ada satu guru mapel pun yang memasuki kelas kami. apa kelas ini memang kelas buangan? seharusnya mereka tidak berhak melakukan hal bodoh ini... oh benar, mereka hanya menghargai siapa saja yang selalu mengikuti aturan sekolah.

pandanganku kemudian teralihkana ke arah siswa berambut keperakan. sedari tadi ia berdiam sembari jari-jarinya memainkan layar ponselnya. tapi yang tidak aku sadari sedari tadi ia melirik terus ke arahku. apa dia ingin mencari masalah denganku? ayo saja jika berani macam-macam di depanku.

lalu seorang laki-laki berambut pirang dengan tubuh agak kurus

berdiri dari bangkunya, ia berlari agak tergesa menuju ke arah pintu keluar. ada apa dengannya? oh benar diriku yang kejam ini tidak akan peduli dengan apa yang ingin di lakukan olehnya.

"hah... membosankan..." gumamku. lalu aku mencondongkan tubuhku ke arah depan serta membenamkan wajahku di antara lipatan tangan. lebih baik tidur saja dari pada harus melakukan hal-hal menyebalkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pilihan Untuk Menjadi Baik   sekali lagi aku mengecewakan mereka

    Hari sudah mulai gelap. Lampu-lampu jalan di sekitar rumah mulai menyala, memantulkan cahaya kuning pucat yang menyerupai warna luka di tubuhku. Setiap langkah yang kuambil terasa berat. Setiap napas yang kutarik membuat dada terasa sesak. Di beberapa bagian tubuhku masih ada luka akibat pertarungan tadi; memar di bahu, goresan panjang di lengan, dan darah yang sudah mulai mengering di ujung bibir. Aku bahkan ragu jika harus pulang ke rumah paman dan bibi dalam keadaan seperti ini.Aku berdiri di depan rumah. Rumah itu terlihat hangat dari luar; jendela-jendela memancarkan cahaya lampu yang lembut, suara televisi samar terdengar dari dalam. Semua itu seolah menunjukkan kehidupan yang normal dan tenang—sesuatu yang terasa jauh dari diriku. Aku menatap pintu depan dengan pandangan kosong, keraguan tak kunjung reda.Apa aku harus kembali?Mengapa aku harus kembali jika diriku yang bobrok ini selalu saja berkelahi?Mengapa aku harus membuat mereka kecewa lagi?Aku menarik napas panjang. H

  • Pilihan Untuk Menjadi Baik   bersiap untuk situasi mendatang

    Setelah keributan yang terjadi tadi, aku bergegas menuju kamar mandi. Cermin besar di hadapanku memperlihatkan sosokku sendiri—berantakan, keringat bercampur dengan bercak darah yang masih menempel di wajah dan leher. Beberapa bagian seragamku robek, garis merah tipis terlihat di kulit lengan dan pipiku. Luka-luka kecil, tapi cukup mencolok.Air mengalir deras dari keran, menetes ke bak wastafel yang dingin. Aku membasuh wajahku berkali-kali, mencoba menghapus jejak pertarungan tadi. Bau logam dari darah masih samar tercium. Sambil menunduk, aku berbisik pelan, seolah menegaskan sesuatu pada diriku sendiri.“Akan ada dua hal yang pasti datang… Mereka akan mengadu ke para guru, atau saat pulang sekolah nanti, mereka akan mengeroyokku.”Aku menghela napas panjang. Kata-kata itu meluncur begitu saja, tanpa rasa takut yang berlebihan, hanya sebuah kesadaran yang dingin. Aku sudah cukup tahu cara orang-orang itu bergerak. Mereka tidak akan membiarkan harga diri mereka jatuh tanpa balasan.

  • Pilihan Untuk Menjadi Baik   terulang kembali

    Sebelum bel istirahat berdering, menandakan waktu istirahat hampir usai, aku berniat kembali ke kelasku. Perlahan aku meninggalkan keramaian kantin, kedua tangan kuselipkan ke dalam saku celana. Langkahku pelan, pikiran masih berputar tentang roti yang baru saja kubayar dan tatapan-tatapan yang menyisakan rasa aneh di dada. Tiba-tiba, langkahku terhenti tepat di sebelah lorong. Dari celah pintu terdengar suara keributan—teriakan, ejekan, dan suara dentingan yang membuat punggungku merinding. Rasa penasaran menarikku. Tanpa basa-basi, aku berjalan ke sumber suara itu. Di depanku terlihat kerumunan siswa laki-laki. Lencana mereka menunjukkan kelas A; rapi, seragam disetrika, wangi parfum yang menempel saat jarak mereka semakin dekat. Mereka memang dikenal—cerdas, populer, dan arogan. Sejenak aku berniat menghindar, tapi sesuatu menyentak di dalam hatiku ketika aku melihat sosok yang dipukuli; pria itu tampak familiar. Tubuhnya kurus, rambut pirang—dia adalah siswa sekelasku. Wajahny

  • Pilihan Untuk Menjadi Baik   orang bodoh dengan mulut pedasnya

    Aku mengangkat sedikit kepalaku, terbangun dari tidur yang cukup lelap. Pandanganku yang masih dipenuhi rasa kantuk perlahan mulai terasa lebih jelas. Kulirik sekeliling, ternyata semua orang di kelas sudah pergi. Mungkin sekarang memang sudah jam istirahat. Jam dinding menunjukan pukul 10.30. Sepertinya aku benar-benar tidur cukup lama. Kedua tanganku kuangkat tinggi-tinggi, mencoba merenggangkan otot-otot yang kaku agar sedikit lebih reda. “Pergi ke kantin sepertinya tidak buruk,” gumamku pelan. Langkah kakiku menapaki permukaan lantai kelas yang kotor dan menjijikkan. Setiap kali aku melangkah, terdengar suara gesekan dari tanah kering yang menumpuk di sudut-sudut lantai. Aku sempat melirik ke arah kelas lain; mereka terlihat jauh lebih bersih, nyaman, dan enak dipandang—sangat berbeda dengan kelasku yang suram. Suasana jam istirahat di luar begitu riuh. Semua siswa saling menyapa, tertawa, berkumpul untuk membagikan cerita, bahkan bermain dengan riang. Aku hanya bisa menatap p

  • Pilihan Untuk Menjadi Baik   kesempatan terakhir

    Pagi itu, seperti biasa, matahari terbit dari timur. Sinar hangatnya perlahan menyelimuti bumi, berpadu dengan semilir angin yang menyejukkan suasana. Di lingkungan sekolah, para siswa sibuk berlalu-lalang dengan kesibukan masing-masing. Sepertinya pagi ini memang indah. Namun, seperti biasa, keindahan itu tidak berarti apa-apa bagiku. Namaku Riley. Hanya Riley. Tidak ada nama belakang, tidak ada status, tidak ada keluarga yang bisa kubanggakan. Di sekolah, orang-orang memanggilku berandalan tak tahu diri. Yah… mereka tidak salah. Aku tidak peduli dengan apa yang mereka pikirkan. Bagi mereka aku hanyalah masalah berjalan, dan aku pun tidak berusaha menyangkalnya. Hari ini, meski langit begitu cerah, hatiku tetap dipenuhi kegelapan yang tidak pernah mau pergi. Setiap hari, para siswa menjaga jarak dariku. Teman? Aku tidak punya. Hanya ada beberapa orang bodoh yang kadang bisa kuperalat untuk mencapai tujuan tertentu. Aku sekarang duduk di bangku kelas dua SMA, usiaku baru

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status