"Tenang saja, cucuku. Kau hanya perlu merasakan sakit sekali saja, yaitu pada saat luka itu tergores di pergelangan tanganmu. Di situlah kau mengikat jiwa madumu. Kini dia telah jadi milikmu," jelas Mbah. "Rasanya memang sangat sakit, tapi itulah yang namanya pengorbanan.""Lalu, apa yang akan terjadi selanjutnya?" tanyaku."Saat Harum kembali sadar, dia akan menurut padamu. Kau bisa memberinya setetes poison lagi, lalu dia akan berhalusinasi lagi. Kau bisa menyiksa jiwanya selama yang kau inginkan. Tetapi ingat, ketika kau sudah selesai bermain-main, berikanlah jiwanya pada kami." Kali ini, Nyimas yang berbicara."Menyiksanya? Menyiksa apanya, Nyimas! Dia bahkan hanya terbaring lemas dan mengeluarkan air mata. Aku tak mendengarnya menjerit kesakitan seperti yang kualami!" protesku.Mbah dan Nyim
"Untuk apa kau menungguku!" Aku membalas ketus, lantas masuk ke rumah. Tak menghiraukan Harum yang mengernyit menerima perlakuan acuhku. Sementara Bilqis langsung pulang dengan mobilnya.Setiba di ruang utama, kudapati Mas Wira tengah rebahan santai sambil menonton televisi. Ini sudah hampir jam setengah tujuh pagi, dan dia masih bersantai?Segera kutekan tombol off pada televisi."Hei! Jangan mengganggu kesenanganku!" protes Mas Wira."Kamu harusnya kerja, Mas! Bukan menonton televisi seperti ini! Kenapa kamu belum bersiap?" balasku.Mas Wira kini duduk di sofa, dia tertawa bahagia. "Kerja? Apa-apaan kerja? Sekarang aku tak perlu bekerja keras lagi, Manis! Sama sepertimu, aku hanya tinggal bersantai-santai di rumah dan uang t
"Harum!"Kudengar Mas Wira berteriak memanggil maduku, diiringi suara langkahnya yang berlari menaiki anak tangga. Begitu terdengar panik, seakan sesuatu berbahaya tengah terjadi pada Harum.Tentu. Wanita itu baru saja menenggak poison. Dia tidak akan selamat dari jeratanku.Kulanjutkan berbaring dan memejamkan mata. Namun, suara berisik di luar sangat mengganggu."Arrghh!""Panas!"Entah apa yang dialami Harum dalam halusinasinya. Sejak keluar kamarku, dia terus menjerit kesakitan. Kini suaranya semakin menjauh, mungkin Mas Wira telah membawanya ke lantai bawah.Teruslah menjerit, Harum! Suara kesakitanmu itu akan menjadi lagu nina bobo yang merdu unt
Kursi rodaku terdorong hingga menabrak dinding bawah tangga. Punggungku beradu dengan sandaran kursi roda dan rasanya lumayan nyeri. Tak lama setelah itu roda menggelinding lagi dengan sendirinya, sangat kencang seperti ada yang mendorong kuat dari belakang. Jangan tanya bagaimana terkejutnya aku saat ini, jantungku rasanya mau copot!Satu hal yang kurasa pasti, semilir angin bertiup menerpa tengkukku. Pasti makhluk itu yang mengerjaiku."Siapa, kau?" tanyaku, bertanya pada makhkuk tak berwujud itu."Aku penunggu cairan poison itu," jawabnya berbisik di telingaku. Dia memberhentikan kursi rodaku di ruang utama—tepat menghadap ke jendela rumah yang terbuka, aku dapat melihat lahan luas tempat almarhum anggota keluargaku dimakamkan. "Akulah yang membuat korbanmu kesakitan dalam halusinasinya."
Harum menjauhkan tangannya. Di depan mataku, dia memperlihatkan bagaimana botol poison itu menghilang dalam genggamannya. Bagaikan penyihir yang melenyapkan benda-benda dalam satu kali kedip. Persis seperti yang biasa kulakukan setelah menuang poison itu ke dalam minuman."Beberapa hari lalu kau bertanya bagaimana aku bisa kenal dengan suamimu, kan?" tanyanya agak menantang. "Akulah yang menawar pabrik dan perkebunan teh-mu, dan saat itulah aku bertemu dengan Mas Wira. Semua kerusakan yang terjadindi kebun teh karena perbuatanku. Aku ingin memgosongkan lahan itu untuk membangun pabrik tekstil. Dan Mas Wira setuju, itulah sebabnya dia membiarkan kerusakan itu. Tetapi kau tak berhak menyalahkan aku maupun Mas Wira, salahmu sendiri yang tak mau tahu urusan perusahaan. Kau hanya mengandalkan Mas Wira dan ingin menerima uangnya saja, tanpa mau sekalipun turun ke lapangan. Sekarang, rasakan akibatnya!"
"Apa aku pernah bilang bahwa aku akan bersikap baik pada suami dan maduku?" tanyaku pada Bilqis. Dia menggeleng. "Kau tenang saja, aku masih menyisakan sedikit sifat jahat dalam diri ini khusus untuk Harum dan Mas Wira."Bilqis bernapas lega. "Syukurlah. Itu yang kuharapkan. Aku tak rela mereka berdua hidup bebas setelah bersekongkol mencuri harta dan perusahaan teh-mu, Manis. Apalagi, aku juga menanam modal di perusahaanmu itu. Secara tidak langsung, mereka berdua akan membuatku rugi juga," katanya.Bilqis menaruh kotak sembako terakhir. Dia kemudian menghitung jumlah kotak sembako itu dan mencocokkannya dengan catatan biodata pegawaiku di buku."Ada yang kurang, gak?" tanyaku."Pas. Pegawaimu banyak banget," jawabnya."Iya, dong. Selain perusahaan
"Be—benar, Nyonya," jawab salah seorang di antara mereka, mencoba meyakinkanku dengan rasa takut.Aku dan para pegawaiku bercakap-cakap sejenak sebelum akhirnya mereka pulang. Hanya ada satu pegawai yang kuminta untuk tetap berada di sini, dia adalah Mang Rudi—petani teh di perkebunan teh-ku."Dari semua perusahaanku, hanya perusahaan teh lah yang memiliki investor. Aku mengizinkan beberapa orang berduit memiliki saham di perusahaan itu. Termasuk kamu, Bilqis," kataku pada Bilqis. "Jika Mas Wira berniat menjual perusahaan, atau setidaknya asetnya, maka dia bersama direksi perusahaan pasti akan mengadakan rapat umum dengan para pemegang saham. Apa kau pernah mendapat undangan itu?" lanjutku bertanya pada teman paling setiaku ini.Bilqis menggeleng. "Dia tak mungkin melakukannya tanpa kehadiranmu, kan, Manis?"
"Kami mengerti kesulitanmu. Tapi itulah yang harus kau pikirkan sendiri jalan keluarnya. Karena kami tidak bisa membantumu lagi. Poison itu adalah pusaka terakhir yang kami punya, dan madumu telah mencurinya," jawab Nyimas."Betul, cucuku. Sekarang waktunya kau mengabdi untuk keluarga ini, lakukanlah yang terbaik untuk membebaskan arwah kami dari keabadian alam siluman," timpal Mbah.Aku sangat kasihan pada arwah leluhurku, jiwa mereka pasti tersiksa di sana karena harus menjadi pelayan siluman Harimau Putih."Tapi, kali ini aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan. Bisakah kalian memberiku saran atau petunjuk?" tanyaku.Asap tebal berwarna putih mengepul menyelimuti Mbah dan Nyimas. Lalu mereka lenyap dari penglihatanku, hanya suara mereka saja yang masih dapat kudengar.&n