"Air susu ini bernama poison," jawab Mbah seraya meniup botol bening berisi poison hingga terangkat ke udara, dan berputar-putar di atas telapak tanganku.Aku memperhatikan air berwarna putih yang seperti menyehatkan ini. Hanya setetes saja, dan itu membentuk bulatan sempurna yang mengapung di dalam botol. "Racun?" mataku terbelalak melihatnya."Ya.""Aku butuh yang lebih banyak dari ini, Mbah. Ini kan hanya setetes," ucapku."Mbah dan Nyimas hanya bisa memberimu setetes. Poison itu tidak akan langsung mematikan korban, tetapi akan membuatnya menderita perlahan-lahan sampai kau puas. Kamu jangan khawatir, nanti setiap madumu meneteskan air mata, botol bening itu akan terisi lagi oleh setetes poison. Dan kau bisa gunakan keesokan harinya. Begitu seterusnya, sampai kau puas mempermainkan pend
Senyumku terlempar begitu saja. "Kemarilah, dorong kursi roda berlapis emas ini menuju meja makan," kataku.Harum mengabaikan, dia memilih duduk di kursi dan hendak menyantap hidangan."Ingat, untuk duduk di kursi mewahku itu, kamu harus menuruti perintahku. Apa kau lupa tentang persyaratanku, Harum? Cepat kau dorong kursi roda berlapis emas ini menuju meja makan!" Aku mulai meninggikan suara dan menajamkan intonasi, hingga wanita itu tak jadi duduk dan dengan kesal dia menghampiriku.Sambil memurar bola mata malas, Harum menghampiriku. Dia memegang pegangan kursi roda di belakang pundakku lalu menjerit sebentar."Aw!" pekiknya."Hati-hati, pasti rasanya dingin, bukan? Pegangan itu berlapis emas yang akan terasa dingin menusuk kulit
Kedua kelopak mata berhias eyeshadow warna gold itu memicing, Harum tampak hati-hati sekali menebak maksudku memberinya air susu ini."Air susu penyubur?" tanyanya."Tentu saja. Kalian akan menghabiskan malam pertama, kan? Aku ingin usaha kalian menghasilkan keturunan untuk keluarga ini. Maka dari itu, dengan suka hati kubuatkan susu ini untukmu. Kau tahu, di dunia ini tidak ada Kakak madu sebaik aku! Ayo, terimalah gelas ini dan minum susunya!" bujukku.Harum menepis tanganku. Wanita yang memakai kimono lingerie itu menatapku tak suka."Seseorang yang ingin mendapatkan ikan, harus memberi umpan agar dia mendapat hasil. Aku tahu apa yang sedang kau lakukan, Kak. Kau menginginkan sesuatu dariku, makanya kau bersikap baik seperti ini. Tapi aksal kau tahu, aku tak mau memberikan apapun padamu. Dan asal kau tahu juga, di dunia ini tidak akan ada istri p
"Wanita itu lumayan cerdik juga," jawabku lantas mengajak Bilqis naik ke lantai dua, ke kamarku.Aku memperlihatkan tanah luas di pinggir kamarku pada Bilqis."Luas sekali tanah ini. Untuk apa?" tanyanya."Kuburan mereka."Bilqis tampak merinding."Karena itu, kau jangan cepat-cepat khawatir. Aku telah menyiapkan rumah keabadian mereka, jadi akan kupastikan rencanaku berhasil," lanjutku."Tapi poison itu kan—"Ucapan Bilqis terhenti saat melihat botol bening berisi setetes poison melayang di atas telapak tanganku. Dia cukup terkejut sekaligus lega. "Jadi kau belum menggunakannya? Syukurlah," ucap Bilqis.
"Aku sudah banyak mendengar rumor tentangmu. Bahkan sebelum bertemu dengan Mas Wira, nama keluarga besarmu sudah terkenal sampai ke kampungku," kata Harum. Dia mulai tertarik dengan ceritaku.Saat Harum mengatakannya, timbul rasa ingin tahu dalam diriku. Kapan dan bagaimana Harum dapat bertemu dengan Mas Wira. Dan jika dia sudah tahu tentang rumor keluargaku, kenapa dia malah mau masuk ke dalam keluarga ini? Padahal aku yakin, rumor yang dia dengar itu adalah rumor tentang kejahatan keluargaku di masa lalu. Namun, kusimpan dulu semua pertanyaan itu."Keluargamu menganut ilmu hitam, mereka pemuja setan," lanjut Harum."Tidak, Harum. Bukan seperti itu. Kau salah menilai. Keluargaku bukanlah pemuja setan, tetapi mereka berguru dan berteman dengan makhluk dari alam lain untuk meminta petunjuk dan mendapat dukungan. Waktu itu, nenek moyangku
"Racun?" tanyaku seraya melirik gelas kosong yang isinya habis kutenggak barusan, lalu berpindah melirik Harum dengan ekspresi pura-pura tak mengerti."Iya, Kak. Mas Wira bilang, aku tak boleh menerima makanan atau minuman dari tanganmu, dia bilang aku harus berhati-hati karena mungkin saja kau menaruh racun di dalamnya. Tapi ... sekarang kau minum susu itu dan tidak kenapa-napa ...," jawab Harum heran.Aku terbatuk karena sesak di dada. Kupegangi dadaku dan menekannya sekuat mungkin, pura-pura terkejut mendengar cerita Harum tentang Mas Wira yang curiga padaku."Kak ... kau kenapa, Kak?" Harum menangkap tubuhku saat aku pura-pura jatuh tersungkur. Sangat terlihat jelas rasa khawatir di wajahnya."Tidak apa-apa, Harum. Aku hanya merasa terkejut saat kau bilang Mas Wira berkata seperti itu. Sudah
"Kak," ucap Harum seraua melepas pelukanku. "Kau minta dibelikan tas baru, kan? Ini, punyaku buat Kakak saja."Aku baru menyadari bahwa Harum membawa sebuah tas branded. Dia berniat memberikannya padaku."Apa Mas Wira membelikannya untukku juga?"Harum menggeleng. "Tidak. Dia hanya membelikanku. Tapi, karena kau tadi pagi menginginkannya dan Mas Wira tak membelikanmu, aku berinisiatif untuk membaginya denganmu. Aku tak mau ada kecemburuan diantara kita. Lagipula, aku sudah punya sepatu baru.""Jangan, Harum. Kau ambil saja tas itu buatmu. Tadi, aku hanya mengetes seberapa besar Mas Wira mau berkorban membelikan tas untukku. Jika dia memang tak mau belikan, tak apa. Aku sudah biasa diabaikan," jawabku melemas. "Sebaiknya kau kembali ke kamarmu, Harum. Mas Wira pasti sudah selesai mandi."
Dengan lemas Harum berjalan ke kamarnya, langkahnya gontai. Aku memberikan tongkatku untuk membantunya berjalan."Pakailah tongkat ini, dan berjalanlah dengan benar. Jangan jatuh sebelum kau berbaring di tempat tidurmu, karena aku tak bisa membantumu," kataku."Kak, aku melihat api ...." Harum meracau."Jangan banyak bicara. Gunakan energimu untuk berjalan."Wajah Harum sudah tak dapat digambarkan lagi bagaimana ekspresinya. Keringat sebesar biji jagung keluar dari pori-pori kulit. Selama berjalan menuju kamar, dia terus-terusan mengeluh melihat api dan kepanasan.Tentu saja, dia mulai berhalusinasi berada di neraka, dan malam nanti adalah penyiksaannya.Butuh waktu yang cukup lama bagi