Mona pun akhirnya kesal, dia memutuskan mengangkat telepon tersebut.
[halo!]
Suara yang sangat familiar di telinga Mona.
[Bang Ganteng?]
Jawab Mona Reflek.
[hehe, iya ini aku]
Mouza yang sejak tadi menjauh mendadak mendekat, saat Mona menyebut nama Abang Ganteng. Panggilan itu Mona sematkan hanya untuk Rendi.
"Rendi?" tanya Mouza, antusias. Mona mengangguk seraya memberikan telepon genggam itu ke tangan Mouza. Dengan tangan gemetar Mouza meraih benda pipih miliknya itu.
Aaggrrhh!" lolongan suara Pak Dame. HPnya terjatuh dari tangannya, sedang sebelah lagi memegangi dadanya yang terasa sesak.Bu Fatma berlari menghampiri suaminya yang terjatuh dari tempat duduknya. Dengan panik Bu Fatma meraih tubuh lelaki yang sudah tampak memucat."Kau kenapa, Bang?"Nafas Pak Dame nampak tersengal, menahan sakit di area dada sebelah kanannya. Entah apa yang sudah terjadi pada Pak Dame, Bu Fatma belum tahu, dia hanya ingin membawa Pak Dame selekasnya ke rumah sakit."Tolong! siapa saja tolong aku!" jerit Bu Fatma setengah terisak.Rumah kediaman Bu Fatma yang tertutup rapat oleh pagar tinggi, menyulitkan orang di s
Mouza gegas menghampiri Rendi ke rumah, dia takut Rendi dalam masalah. Kebetulan hari ini Mona sedang berada di sekolah, jadi tidak bisa menemani Mouza. Dengan sedikit negosiasi dengan ibunya, akhirnya Mouza bisa melangkah ke rumah Rendi. "Kau ngapain nyuruh aku kemari?" Pertanyaan Mouza membuat Rendi mulai bingung mau jawab dari mana. Tentu saja dia malu mengakui ketololannya di depan gadis pujaannya itu. Melihat Rendi bengong, Mouza nyelonong masuk ke dalam rumah dan membiarkan Rendi mematung sendiri di tempat itu. "Ya, ampun, beserak kali ini, Ren!" teriak Mouza kencang. Suara melengking Mouza berhasil mengembalikan nyaw
Pagi ini Rendi memutuskan terjun ke dunia yang telah digeluti Ayahnya sejak 30 tahun silam. Tempat ini adalah tempat yang membawa kehidupan dan martabat Pak Dame melesat tinggi, dari seorang kondektur menjadi seorang yang berkecukupan, bahkan memiliki kelas yang cukup bergengsi di kalangannya, terutama di tempat mereka tinggal. Ini kali pertama ia menginjakkan kaki di tempat ini untuk menggantikan Ayahnya, sebelumnya Rendi juga pernah bahkan sering berkunjung tapi bukan untuk membantu atau sekedar mempelajari kegiatan Ayahnya, tetapi hanya untuk meminta uang. Dari depan tampak tempat ini adalah toko pakaian, di atas pintu ruko terdapat spanduk label dari toko 'Dafa Collection' begitu tulisan besar itu terpampang besar. Toko ini juga merangkap sebagai kantor utama setelah ruang kerja yang ada di rumah kediaman mereka.&
Mouza berjingkat-jingkat meraih lobang ventilasi yang berada di atas pintu. Namun, karena tinggi badan Mouza yang cukup mini, hanya satu meter lima puluh lebih beberapa sentimeter saja. Usahanya sia-sia.Sebagai pekerja baru, meski diberi wewenang oleh Rendi untuk mengawasi gerak-gerik Sri, Mouza tak boleh sembrono. Dia juga harus tetap bermain cantik supaya mangsa masuk ke dalam perangkap lebih mudah.Di sudut ruangan toko, terdapat kursi bulat tempat meletakkan manekin atau patung yang dikenakan longdress agar tidak terjuntai ke lantai dan berdebu.Mouza benar-benar menaruh rasa curiga yang besar terhadap Sri.Dia angkat kursi tersebut lalu berencana berdiri di atasnya, tapi, sebelum benar-benar berhas
Lelaki itu terduduk lemah menyadari segalanya menyerangnya dari setiap sudut. Mouza yang menyadari lelaki yang menjadi kekasihnya itu kini tengah diambang kehancuran. Tidak mengejutkan jika lelaki itu memiliki musuh dari berbagai sisi. Masa kelam Rendi memang telah membekas dan berubah menjadi boomerang yang siap menghancurkan hidupnya. Tak ada kata terlambat untuk berbuat baik, tetapi segala jejak akan tetap membekas hingga kapanpun. Tak banyak orang yang siap dengan perubahanmu, bagi sebagian kau akan tetap buruk seperti masa lalumu. Tak perduli seberapa keras kau berusaha untuk menjadi orang baik. Usaha yang dirintis Ayah Rendi benar-benar hancur ditangan orang-orang kepercayaan ayahnya sendiri, bahkan ayah Rendi harus berulang kali mendapat perawatan intensif karena drop mendapat kabar buruk itu. Sia-sia segala pengorbanannya. Rendi memutuskan pergi dari kota itu, berharap nasib baik menghampirinya. Namun nyatanya dimana pun dia berada dosanya tetap menghantui dirinya. Bertahu
Tuuttt! Tuuttt! Nada dering yang menyatakan panggilan tersambung. "Masuk, Cok!" kata Rendi ke teman-temannya dengan senyum sumringah. "Halo ini sia...," suara korban menjawab. Rendi tidak membiarkan korbannya berbicara, dengan cepat dia memulai aktingnya, menangis histeris untuk meyakinkan korban. "Mak... aku kecelakaan" Suara riuh yang sengaja di buat menjadi background Rendi saat berbicara, agar terdengar meyakinkan. "Mak ... tolong aku Mak! Mak!" Korban terdengar gusar di seberang. 'Umpan bertemu ikan komandan' batin Rendi.Tapi, kali ini Rendi benar-benar tidak menduga jawaban korban. "Siapa Mamak kau?" suara di seberang lantang tidak ada suara kepanikan. Rendi kembali berusaha meyakinkan tanpa menyebutkan nama."Aku loh, Mak! aku anak Mamak." Orang diseberang terdengar menghela nafas. "Kau, kalau mau uang,
Pertanyaan itu berputar-putar di kepalanya. Entah imajinasi apa yang membuat pikirannya menyamakan gadis operator SPBU dengan gadis yang di teleponnya kemarin. Dia merasa ada keterkaitan atau pikirannya yang memang terlalu melanglang buana. Dia teringat kepanikan gadis operator SPBU itu, bibir mungilnya yang terus meminta maaf, rambut panjangnya yang lurus, dan wangi parfum sederhana yang masih menempel diingatannya. Bagaimana mungkin dalam satu waktu Rendi menggilai dua wanita sekaligus. Rendi menyugar rambutnya. Dia tak pernah mengagumi seseorang segila ini. Disini Rendi sekarang, terdampar di bentangan kasur yang empuk, sudah lama sekali dia tak menghuni rumah di jam segini. Biasanya, dia sudah keluar dari rumah sejak siang, bahkan terkadang pulang ke rumah hanya berganti pakaian saja. Ponselnya sejak tadi berdering, siapa lagi yang sibuk meneleponnya selain Ucok. Dia hanya menatap layar ponsel
Sesuai dengan rencana di otaknya, pagi ini dia berencana pergi ke SPBU yang disebut galon di daerahnya tinggal, mengisi bahan bakar dan tentu tujuannya melihat gadis pujaannya.Saat dia ingin mengantri, ternyata gadis pujaannya tidak berada disana. Matanya celingukan mencari-cari keberadaan Mouza. Bukan Rendi namanya kalau dia tidak mendapatkan apa yang dia mau.Dihampirinya gadis yang sedang bertugas disana."Mana perempuan semalam yang ngisi minyakku disini?" kata Rendi dengan gaya khas preman.Gadis itu bingung, perempuan mana maksud Rendi. Dia mendongakkan kepalanya kearah temannya, meminta penjelasan.Temannya pun menggeleng, mereka tidak tau siapa yang dimaksud."Nggak tau aku siapa maksud Abang, kami baru roker shift Bang, coba abang tanya petugas Pom 3," gadis itu menunjuk teman di seberang sana.Rendi memacu kuda besinya, dia menerobos jalur khusus mobil pribadi. Siapa yang berani melarangnya