Waduw ... meresahkan ...
"Tidak, saya tidak mau! Saya juga masih punya harga diri! Apa ini wajah asli Anda? Suka memaksa perempuan tidur bersama Anda!"Awalnya, Rangga tak berniat memberi Vina syarat apa pun. Namun, setelah kejadian-kejadian sebelumnya, Rangga perlu mengendalikan Vina supaya mereka semua aman di bawah kuasanya.Dan juga, Rangga sekaligus ingin membuat Rachel bahagia. Rangga bisa lebih mudah menuruti segala keinginan Rachel jika Vina patuh padanya. Karena semua permintaan Rachel selalu berhubungan dengan dirinya dan Vina."Anda cuma mau diakui Rachel, bukan? Cukup itu saja, tidak lebih! Saya tidak mau berhubungan dengan calon suami wanita lain! Saya tidak mau dianggap perusak hubungan orang!"Rangga membuang napas kasar. Dia sebenarnya sangat kesal karena Vina selalu saja menyahut tanpa mau mendengar ucapannya sampai selesai. Padahal, Vina dulu selalu lembut dan menurut padanya. Tidak sekali pun Vina pernah menentang kehendaknya. Vina yang sekarang, berubah menjadi perempuan menantang yang ing
"Nak Rangga yang membelikan ruko baru ini, Vin. Ibu sudah menghubungi Ida dan yang lain untuk datang ke sini."Vina melongo melihat betapa besar tempat yang akan menjadi toko barunya. Lokasi ruko itu juga tak jauh dari kontrakan yang terbakar. Teman-temannya tak akan kerepotan menggunakan transportasi.Sebelumnya, Vina sudah mau minta izin menggunakan rumah Rangga untuk menjalankan bisnisnya untuk sementara. Rangga ternyata membelikan tempat lain.Apakah dia pantas mendapatkan ini semua? Bagaimana kalau nanti Rangga mengajukan syarat yang lainnya?"Tidak perlu berpikiran macam-macam. Terima saja. Lagi pula, kita tidak punya tempat lagi untuk membuatkan pesanan Nak Julian. Kalau kamu merasa tidak nyaman, nanti kalau sudah kaya, kamu bisa kembalikan ke Nak Rangga."Benar. Saat ini, Vina sangat membutuhkan tempat baru untuk tokonya. Vina tak bisa menumpang di rumah Rangga selamanya. Dia perlu mengumpulkan banyak uang untuk menyewa kontrakan baru."Wah! Toko baru!" seru Ida. Ketiga temanny
"Ayah di mana, Bunda? Kepala aku cakit ... Hu hu hu ...." Rachel menepuk-nepuk kepalanya."Jangan dipukul-pukul, Sayang. Sabar, ya, Ayah sedang dalam perjalanan. Rachel jangan menangis lagi, nanti kepalanya tambah pusing." Vina memegang kedua tangan Rachel dengan lembut.Vina berusaha menenangkan Rachel, tetapi Rachel tetap bersikeras ingin bertemu Rangga sekarang juga. Vina menjadi kesal pada Rangga karena tak peduli dengan Rachel yang sedang sakit.'Katanya mau melakukan apa pun demi Rachel. Dia malah sibuk mengurusi pernikahannya,' batin Vina getir."Ayah ... kepalaku cakit ... mau Ayah ...."Mendengar Rachel menangis kesakitan seperti itu, hati Vina pedih seakan teriris. Rasa-rasanya ingin memindahkan segala kesakitan Rachel pada dirinya. Pelupuk mata Vina sudah basah akan air yang ingin menetes keluar, tetapi dia tak ingin menangis di depan Rachel. Dia harus menjadi ibu yang kuat dan tegar bagi putrinya.Rachel hanya memiliki Vina saat ini. Mereka tak bisa mengandalkan Rangga yan
"Masuk. Rachel pasti sudah tidur." Rangga mengacak-acak puncak kepala Vina, lalu beranjak masuk ke dalam.Jemari Vina menyentuh bibirnya yang hampir saja menempel di bibir Rangga. Dia diam mematung, mencerna apa maksud Rangga melakukannya.Sebuah tangan tiba-tiba menarik Vina sampai berdiri. Rangga ternyata kembali lagi."Rachel masih marah denganku." Rangga seolah meminta Vina untuk membantunya membujuk Rachel."Dia juga tidak mau dekat-dekat denganku sejak tadi.""Kenapa?" "Rachel m-marah ...."Jemari Rangga menyelip di jari-jari Vina secara natural. Menarik pelan agar Vina mengikuti langkahnya. Vina sampai lupa bernapas menerima perlakuan Rangga yang tak biasa.Wajah Rangga datar, seolah-olah apa yang dia lakukan sudah sangat biasa dan tak berarti apa-apa. Vina semakin tak mengerti, apa yang sebenarnya Rangga rasakan dan pikirkan saat ini?Padahal, wanita dalam gandengan Rangga sudah seperti selembar kertas yang jika tertiup angin jatuh begitu saja. Sekujur tubuh Vina melemas, seti
"Sudah bangun?" bisik Rangga.Vina belingsatan hendak bangun. tetapi Rangga memeluknya kian erat. Punggung Vina yang menempel di dada Rangga dapat merasakan debaran jantung pria itu."Jangan bergerak-gerak. Rachel masih tidur."Semakin Vina bergerak, Rangga makin sukar menahan diri. Sejak semalam, Rangga menjerumuskan dirinya sendiri ke dalam kesulitan itu sampai tak bisa memejamkan mata.Rangga masih sangat mengantuk. Memeluk hangat tubuh Vina dapat membuat Rangga tenang, asal Vina tak bergerak-gerak."S-saya mau menyiapkan sarapan.""Sudah ada pembantu. Kamu diam saja sebentar. Aku tidak bisa tidur semalam kerena menjaga kalian." Rangga mengaku."Jangan seperti ini ... nanti Ibu bisa salah paham kalau melihat kita begini." Vina berjuang melepaskan rengkuhan Rangga, tetapi tenaganya tak cukup untuk melawan."Hemm." Rangga sudah hampir tertidur sampai tak sadar bergumam, "Rambutmu wangi sekali, Vina ....""Hu hu hu hu ...." Rachel merengek setelah membuka mata.Rangga terkesiap dan la
"Vina!" Martha terkejut bukan main seraya mengurut dadanya."Ibu juga tahu, tapi tidak memberi tahu aku?" Vina menggeleng-geleng tak percaya, lalu meninggalkan mereka.Vina sangat kecewa kepada Martha, melebihi rasa takut karena Belinda tahu bahwa Rachel adalah putri calon suaminya. Padahal, belum lama ini Vina mengeluhkan nasib buruknya pada Martha. Ternyata, kesialannya belakangan ini disengaja seseorang.Selain kecewa, Vina juga merasa bersalah kepada Belinda. Karena dia, Belinda yang cantik itu jadi berbuat kejahatan sampai hampir mengorbankan nyawa orang.Tentu saja, Vina marah karena perbuatan Belinda. Tetapi, jika dia memposisikan dirinya pada Belinda, Vina bisa mengerti bagaimana sakit hati yang dirasakan Belinda."Vina," panggil Rangga, "duduk, aku akan menjelaskan semuanya.""Tidak perlu. Saya sudah tahu garis besarnya. Belinda cemburu dengan saya dan Rachel. Saya yang seharusnya minta maaf pada Belinda. Anda juga jangan terlalu menghabiskan banyak waktu di sini."Rangga ber
"Uhuk ... Uhuk ...." Belinda terbatuk-batuk, lalu meraup udara sebanyak-banyaknya untuk mengisi paru-parunya yang terasa panas.Rangga menunjuk wajah Belinda dengan geram. "Aku akan membiarkanmu kali ini karena anakku baik-baik saja. Jika kamu mengulangi perbuatanmu sekali lagi, aku akan membunuhmu dengan kedua tanganku sendiri!" "Kamu bicara apa, Sayang?! Anakmu siapa? Jangan mengada-ada." Belinda pura-pura tak mengerti.Gelenyar ketakutan menjalar di sekujur tubuh Belinda. Bagaimana Rangga bisa tahu perbuatannya? Padahal, dia sudah merencanakan semua dengan sangat hati-hati."Aku sudah tahu, kamu yang menyuruh orang untuk mencelakai Rachel, bukan?!""Rachel? Rachel anaknya Vina? Kenapa aku harus mencelakai anak Vina? Dan kenapa kamu menyebut Rachel anakmu?" Belinda memasang tampang kebingungan."Jangan pura-pura bodoh, Belinda! Aku sudah tahu semua kebusukanmu. Dan, ya, Rachel itu anakku! Menjauhlah darinya mulai sekarang!" bentak Rangga."Apa?! Kamu sedang bercanda 'kan? Rachel tid
"Hah?" Vina terpana oleh ucapan dan tindakan Rangga. Wajah pria itu pun merona walau ekspresinya datar. Vina tak bisa menebak apa yang ada di pikiran Rangga sekarang. Mau bertanya pun sungkan.Apakah Vina salah mendengar atau Rangga yang keliru bicara?"Anda ... baru saja bertemu Belinda?"'Siapa lagi calon istri Pak Rangga kalau bukan Belinda?' lanjut Vina dalam hati.Vina buru-buru menarik tangannya. Vina menyangka, Rangga mencium tangannya sambil membicarakan wanita lain. Tampaknya, Rangga tahu apa yang ada dalam pikiran Vina. Dia menyentil dahi Vina pelan."Awww! Sakit!" pekik Vina."Kamu tambah bodoh. Aku mengatakannya padamu ... calon istriku." Rangga pergi begitu mengucapkannya.'Maksudnya ... aku calon istrinya? Seenaknya saja dia memutuskan!' geram Vina dalam hati, tapi bibirnya tersenyum-senyum sendiri.Vina merasa ada makhluk-makhluk kecil di dalam dadanya yang sedang berpesta pora sambil menyalakan kembang api yang begitu meriah. Vina tentunya tahu apa yang sedang dia ras