Avenna turun dengan gaun Merahnya yang elegan. Matanya menyipit melihat dua manusia yang tampak saling berbicara di ruang tengah.
Sekilas terlihat Randy seperti sedang menenangkan Wandy yang sepertinya tak ingin di tinggal oleh kekasihnya itu. Rengekan manja terbaca dari wajahnya. “Hmm? Sudah siap?” Suara Avenna memecah pembicaraan mereka. Randy dan Wendy selaras menatap ke arahnya. Ada keterkejutan di sorot mata Randy tapi wajah Wendy menjadi muram. “Kenapa?” Tanya Avenna risih dengan tatapan mereka berdua. “Wendy ingin ikut? Bawa saja dia.” Wajah Wendy langsung sedikit sumringah. Memandang Randy yang terkejut dengan pernyataan Avenna. Apakah wanita ini sama sekali tidak punya rasa bersaing dengan Wendy? “Kakak ….” Suara Wendy merayu. “Tidak bisa. Jika Kakek tahu aku bersamamu sebelum bercerai ….” Randy tampak sulit memilih. “Nanti juga Kakek akan tahu. Kelahiran bayi kalian tak mungkin bisa diundur 4 bulan, ‘kan? Jadi … ya, dia akan tahu.” Avenna mengatakannya sambil melihat kukunya yang berwarna marun. Randy mengerutkan dahinya. Melirik risih ke arah Avenna yang rasanya selalu membuatnya kesal. “Tapi selama aku masih belum bercerai. Aku tidak bisa membawamu ke sana. Jadi, tunggulah aku pulang. Aku tak akan lama.” Randy mengatakannya lembut. Mengelus pipi Wendy agar menenangkannya. Rasa mual menyergap perut Avenna lagi. Dia memang gampang mual jika melihat sesuatu yang menjijikkan. Jadi dia memutar matanya saja melihat adegan picisan itu. “Ayo.” Pria itu melangkah duluan. Meninggalkan Avenna yang sengaja menjaga jarak agar tak semakin mual mencium parfum menyengat Randy. Ya, walaupun nanti dia juga akan semobil dengannya. Tapi baru tiga langkah Avenna berjalan. Suara sumbang masuk ke telinganya. “Jangan besar kepala! Kak Randy pergi bersamamu karena dia harus. Wanita yang dia cintai hanya diriku, buktinya aku yang dia sentuh dan sekarang aku mengandung anaknya!” Suara Wendy yang biasa halus dan manja itu hilang, menjadi suara kasar, menjengkelkan. Avenna menarik napas lalu dengan gerakan cepat dia berbalik. Mengulas senyuman manis yang membuat wajah Wendy berkerut. “Ya, aku tahu. Tugas selingkuhan memang memuaskan tuannya di ranjang dan juga menjaga anak. Tugas istri sah adalah menemaninya ke acara penting dan juga menikmati hartanya. Jadi … tenang saja, aku tak besar kepala. Jaga rumah dan jaga anaknya baik-baik ya. Aku ingin berpesta dengannya. Bye ….” Avenna sengaja melambaikan tangannya genit sebelum berjalan dengan penuh percaya diri meninggalkan wanita yang entah sudah berapa kali menghentakkan kakinya di lantai. *** “Jaga sikapmu di sini?” Suara itu membuat Avenna memalingkan wajahnya. Setelah tiga puluh menit perjalanan dalam keheningan. Saat mobil mereka terpakir di Villa keluarga Hazelton. Akhirnya, pria ini membuka suaranya juga. “Tenang saja. Bukankah aku sudah dididik untuk seperti itu sejak kecil.” Avenna tersenyum sumringah. Terlalu natural membuat Randy sedikit terganggu. Wanita itu segera membuka pintunya setelah mengatakan hal tadi. Tapi belum sempat dia menggeser tubuhnya untuk keluar. Pergelangan tangannya terasa dicengkram erat. Avenna tentu tidak suka. “Tentang Wendy. Jangan ada yang tahu. Atau … uang bagianmu akan hangus.” Randy memang masih belum ingin ada yang tahu tentang hubungannya dengan Wendy. Bahkan, saat pulang kemarin. Dia memilih bandara yang kecil dan juga cukup jauh. Dia juga memastikan terlebih dahulu apakah ada keluarganya yang ikut atau tidak. Tentu saja demi menutupi ini semua. “Tuan Hazelton ….” Avenna bersuara lembut dan mendayu sambil menggeser pelan tangan Randy dengan jari telunjuknya. Seolah sentuhan Randy itu barang penuh najis baginya. “Anda tenang saja. Aku tidak akan mau jadi janda miskin, jadi tenang saja.” Avenna buru-buru keluar dari mobilnya karena merasa tatapan Randy mulai membara. Sepertinya dia tak suka caranya menggeser tangannya tadi. Ya! Mau bagaimana lagi. Sekarang saja Avenna merasa dia harus mencuci tangannya karena alergi dengan kuman-kuman di tangan Randy. “Avenna! Kau datang juga!” Suara hangat itu membuat mata dan bibir Avenna tersenyum. Tuan Romero Hazelton, kakek Randy memanggilnya dengan semangat. Avenna terpaksa menggandeng tangan Randy. Membelah ruangan yang penuh desas-desus dan juga suara sumbang tentang dirinya. Tapi percayalah, tak akan ada yang berani mengatakannya di depannya secara langsung. Semua keluarga Hazelton penuh orang munafik dan penjilat. Untung saja, orang paling berkuasa di keluarga ini sangat menyukainya. “Kakek! Selamat ulang tahun!” Avenna tersenyum manis bak seorang anak menemukan sosok yang dia sukai. “Maaf aku tidak membawa kado. Nanti aku temani beli yang kakek mau saja, ya?” Tangan Avenna cepat berpindah, menggandeng tuan Romero. Tuan Romero tertawa lepas melihat tingkah Avenna. “Kau memang selalu bisa membuat Kakek tertawa. Tidak perlu bawa hadiah, melihatmu saja sudah membuatku senang.” Avenna mengangguk dengan wajah berbinar. Tapi tawa Tuan Romero hilang sejenak ketika melihat sosok di belakang Avenna. “Kakek,” ucap Randy dengan wajah yang tampak menaruh rasa bersalah. “Dasar cucu durhaka! Meninggalkan istri selama tiga tahun. Jika tidak diminta untuk pulang! Kau tidak akan pulang!” Suara tuan Romero meninggi beberapa oktaf. Mencuri perhatian beberapa orang di sekitar mereka. “Aku pergi untuk mengembangkan perusahaan kita.” Randy mengeles. “Mengembangkan perusahaan? Untuk apa jika tidak ada penerus keluarga Hazelton? Kau seharusnya ada di sini bersama dengan Avenna dan memberikan aku cucu segera!” Avenna yang tadi melipat kedua tangannya, menikmati bagaimana Tuan Romero memarahi suaminya itu seketika terdiam. Ya, cucunya akan segera datang, tapi bukan dari diri aku! Gumam Avenna dalam hati. Dia juga tidak sudi melahirkan anak pria ini. “Kami akan berusaha.” Randy mengatakannya enteng sedangkan Avenna mencucurkan bibirnya. Usaha apa? Usaha untuk saling menusuk dari belakang? Pikir Avenna yang ingin sekali mencibir suaminya, tapi tidak bisa dia lakukan karena masih di sekitar tuan Romero. Tuan Romero tampak masih ingin menghardik cucu satu-satunya itu, tapi hal itu teralihkan dengan kedatangan kepala pelayan. “Tuan besar, Tuan Leander Steele sudah datang.” Mendengar itu mata Avenna membulat. Dia lagi? “Ah! Benarkah? Jamu dia untuk masuk.” Tuan Romero yang tadinya berwajah kusut langsung kembali cerah. “Avenna, ayo kita menyambutnya.” Tuan Romero segera menarik Avenna yang masih tenggelam dalam pikirannya. Untuk apa dia meminta tolong mencari foto pria ini, tak tahunya malah dia bertemu di sini. Sia-sia saja. “Siapa tuan Steele ini Kakek?” Tanya Avenna penasaran. Tuan Romero saja sampai menaruh hormat padanya. “Kau tidak tahu? Dia adalah salah satu pebisnis ternama di negara ini. Dia punya perusahaan multi bidang. Bahkan kabarnya dia juga dekat dengan Presiden.” Bibir Avenna membulat, membentuk huruf O tanpa suara. Dia lalu mengangguk. Meyakini dengan sangat pria itu tak mungkin pria bayarannya. “Tuan Leander ….” Suara Tuan Romero itu bagaikan pengiring arah mata Avenna yang akhirnya jatuh pada sosok beraura superior yang baru saja masuk ke aula pesta itu. Kehadirannya menyedot semua perhatian, kharismanya membuat semua orang terpesona. Dan sekarang, pria itu kembali berdiri di depan Avenna, cukup dekat hingga membuat Avenna bisa mencium wangi Cedar dan Cendana yang menguarkan memori di kepalanya. “Senang melihat Anda menyisihkan waktu untuk datang ke pestaku yang sederhana ini.” Tuan Romero tersenyum penuh kebanggaan. Pria itu tak langsung menjawab. Matanya sedari tadi menghujam Avenna, membuat wanita itu terkaku begitu saja. “Kadang, sesuatu yang sederhana itu, mungkin penuh kejutan.” Suara bariton itu menghantam gendang telinga Avenna bagaikan gong yang begitu keras. Sial! Kenapa begitu mirip dengan suaranya? Tuan Romero menyadari tatapan pria di depannya yang terlalu lekat pada Avenna. “Dia Avenna Hazelton, dia cucu menantuku.” Romero cepat meluruskan. Jangan sampai ada kesalahpahaman. “Oh ….” Suara pria itu terdengar lebih santai walau terdengar masih penuh kewibawaan. “Sayang sekali, aku kira ada kesempatan.” Pria itu meredupkan tatapannya yang membuatnya terlihat sendu. Hal itu membuat Avenna menelan ludahnya. Ah! Kenapa matanya indah sekali, pikir Avenna yang seketika ingin menampar pipinya. Avenna sejak kapan kau jadi jalang sepertinya ini? “Hahaha, Tuan Leander, Anda pintar sekali bercanda.” Tuan Romero merasa itu hanya komedi yang berusaha dilontarkan oleh Leander. “Aku serius.” Dan, tawa itu teredam seketika saat mendengar sepenggal kata pendek dari Leander. Canggung menyergap. Bukan saja Tuan Romero yang bingung harus bagaimana. Avenna sendiri jadi salah tingkah mendengar kegilaan pria di depannya. “Maaf Tuan, tapi dia istriku.” Randy maju seolah tameng untuk istrinya. Pahlawan kesiangan, pikir Avenna yang memanyunkan bibirnya. Terlepas akan kenekatan pria di depannya, Avenna merasa sedikit senang. Ternyata, dia bahkan bisa menarik perhatian seorang seperti Leander. Sayang sekali dia sudah menikah. Ah! Kenapa dia duluan setuju menikah muda. Bisakah dia bilang pada Tuan Leander ini, 4 bulan lagi dia akan menjanda? Avenna! Hentikan sikap jalangmu! Pertempuran akhlak dan nafsu Avenna membuatnya serba salah. “Kalau begitu, kau harus menjaganya baik-baik. Karena, mungkin saja, aku berniat merebutnya darimu.” Hening menggantung di udara. Nada serius itu membuat semuanya menegang, bahkan Avenna membesarkan matanya, tidak percaya apa yang baru dia dengarkan. Pria ini? Kenapa sih? “Aku bercanda.” Pria itu menurunkan sedikit nada bicaranya, mencondongkan tubuhnya ke arah Randy yang tadi sudah terlihat tegang. Dengan sedikit senyuman licik dia menenangkan semuanya. “Hahaha. Tuan Leander, selera humor Anda sedikit berbeda.” Tuan Romero menyahut. Mencoba menghargai candaan yang sama sekali tidak lucu bagi semua orang. “Ayolah, kita mulai acara ini.” Tuan Romero merasa harus cepat menghentikan interaksi ini sebelum semuanya semakin buruk. Randy mengangguk, melirik ke arah Avenna sebagai tanda mengikutinya dan Tuan Romero. Avenna pun mengekor di belakang mereka. Tapi saat dia baru saja ingin memantapkan langkah, tiba-tiba dia merasakan hawa dingin yang membuat seluruh tubuhnya merinding. Avenna tak kuasa untuk berbalik dan mendapati tatapan dalam yang tertuju padanya. Ekspresi pria itu yang tak bisa dia tebak menggelitik rasa penasarannya, tapi juga menyelipkan curiga. "Avenna?" suara Tuan Romero membuat Avenna segera menyadarkan Avenna dan saat dia hendak berbalik, dia oleng. Untung saja, tangan pria itu cepat merangkul pundak Avenna. Tapi, bukannya lega, Avenna merasa semakin ketakutan. Sentuhan hangat itu, menyengat kulit bahunya. Membuat dia merasa rasa familiar yang menakutkan. Sorot matanya yang tampak lebih lunak itu membuat jantung Avenna berdetak begitu kencang. Tak karuan. Dia? “Avenna!” Suara Randy terdengar bersamaan dengan tangan kasarnya menggapai lengan Avenna dan menariknya paksa. Randy menyeret istrinya. Baginya Avenna seperti mencari sensasi di tengah ruangan itu. Entah kenapa dia tak suka dengan hal ini. Dan pria itu … instingnya mengatakan, dia adalah ancaman baginya. “Avenna, tenang saja, sebentar lagi, pertunjukan seru baru saja akan dimulai.” Leander bergumam kecil sambil melihat ke arah wanita yang ditarik –tepatnya di seret— oleh suaminya. Sesekali mata mereka sempat bersatu. Siapa dia sebenarnya? Hanya itu yang terlintas di dalam benak Avenna.“Kenapa?” tanya Avenna tidak sabaran. “Salah satu dari mereka menghubungi Aku. Dia mengatakan bahwa dia bersedia untuk membantu memberikan sampel DNA-nya, tapi dengan satu syarat, Dia ingin bertemu terlebih dahulu dengan Anda.”Avenna terdiam. Dia sedikit ragu untuk menjawab.“Kapan?” tanya Avenna lagi. Melirik pria yang hanya bisa lihat punggungnya saja.“Dua hari lagi,” jawab R segera. Suaranya terdengar sangat bersemangat. Tentu saja, ini adalah hasil yang sangat dia harapkan setelah bertahun-tahun menjalankan misi ini.Avenna sedikit tersentak. Dua hari lagi, itu terlalu cepat menurutnya. Avenna memang punya rencana untuk meninggalkan kehidupannya di sini setelah perceraian. Tapi, dia akan melakukannya sekitar 2 minggu lagi. Dan … dua hari itu ….Ia kembali melihat ke arah punggung pria yang masih terlihat bergeming dari posisinya. Entah kenapa ada perasaan tak nyaman yang menyeruak di dadanya. Seperti rasa tak rela. Tetapi, dia sendiri tak tahu kenapa perasaan itu menyebar di d
“Hanya kebetulan.” Pria itu menjawabnya dengan sangat tenang sembari kembali menyeruput mienya. Kerutan dalam langsung menghiasi wajah Avenna. Awalnya dia berharap mendapatkan jawaban seperti, “Aku sudah mengenalmu sebelumnya lalu ingin dekat denganmu hingga rela menjadi pria bayaranmu.” Atau sebuah alasan romantis yang lainnya. Tapi jawabannya …. “Hanya kebetulan?! Bagaimana bisa menjadi pria bayaran hanya karena kebetulan?” Avenna merasa sama sekali tidak puas dan tidak terima, bahkan merasa sedikit frustasi. Tapi karena dia agak kaget, suaranya sedikit melengking yang membuatnya langsung menutup mulutnya. Jadi pertemuan mereka memang hanya sebuah ketidaksengajaan. “Tapi bagaimana bisa kau datang dengan topengmu itu? Kau menyiapkannya juga dengan tidak sengaja?!” Sambungnya sewot. Leander tidak langsung menjawab. Dengan santainya kembali mengelap bibirnya lalu memandang Avenna yang sekarang tampak kesal. Kesal kenapa? Avenna sendiri tidak tahu. “Sebelum bertemu denganmu. Aku ti
Avenna menggigit bibirnya sambil terus merasakan genggaman erat di tangannya. Pria di sampingnya tampak cukup sumringah walau masih terkesan datar. Di dalam lift itu hanya ada mereka dua.“Eh, soal tadi ….” Avenna merasa dia harus menjelaskan kenapa dia mengatakan bahwa Leander adalah pengganti Randy.Dia tentu saja tidak punya pemikiran untuk menikah lagi sekarang. Baru saja dia keluar dari ikatan yang sudah menjeratnya selama 4 tahun ini. Tentu dia tidak ingin cepat-cepat kembali terikat dengan seorang pria. Ia mengatakan hal itu hanya agar Randy tidak mengganggu dirinya dan juga Leander.Tapi, kata-kata itu tidak bisa lagi dia lanjutkan ketika tiba-tiba saja Leander mendorong tubuhnya hingga bersandar pada dinding lift, dan hanya beberapa detik kemudian, bibirnya sudah dilumat pelan oleh pria superior ini.Awalnya Avenna kewalahan. Degup jantungnya melonjak, entah karena keterkejutan, atau karena ciuman itu. Entah sejak kapan pula, setiap sentuhan bibir Leander selalu berhasil meng
“Randy … aku rasa lebih baik kau cepat pergi dari sini.” Masih pagi. Avenna tidak ingin ada huru-hara. Lebih baik menghindari konflik. Sedangkan, Leander mendengar itu memberikan kesan bahwa Avenna malah ingin melindungi Randy. Hal itu membuat gejolak hatinya semakin panas. Dan apa yang ditakutkan oleh Avenna terjadi juga. Pria itu tiba-tiba menarik daun pintu sehingga terbuka lebar, menunjukkan sosoknya dengan wajah sama sekali tak ramah. Randy tentunya syok dengan hal ini. Bukan karena dia ketahuan menjelekkan Leander di belakangnya. Tapi, karena dia bertanya-tanya, apa yang dilakukan pria ini, sepagi ini, di tempat istrinya? Jangan-jangan …. Avenna juga sama syoknya. Dia sampai menarik napas dan geleng-geleng kepala, wajahnya tampak pasrah. Apa yang harus aku katakan pada Randy tentang keberadaan pria ini? Dia pasti sudah curiga. Padahal aku sudah jelas-jelas mengkode Leander. Dan masa hanya karena Randy menjelekannya, Leander langsung marah? “Kenapa dia ada di sin
Avenna sedikit meringkuk, mencari kehangatan yang terasa menyentuh punggungnya semalaman. Tapi, saat tangan kekar itu melingkar di tubuhnya, Avenna membuka matanya lebar-lebar. Awalnya, dia hampir tersentak, tapi ketika menoleh ke arah si empunya lengan, dia terdiam. Dia kaget, karena ini pertama kalinya dia bangun pagi satu ranjang dengan seorang pria, selama ini, walau mereka tidur bersama. Avenna selalu memastikan tidak akan tertidur lebih dari dua jam. Dia memastikan untuk tidak menginap bersama pria ini agar tidak ada masalah di kemudian hari. Karena itu, dia menjadi sedikit panik. Tapi, setelah otaknya bisa memproses semuanya. Dia baru bisa memperhatikan pria itu dengan tenang. Wajahnya jauh dari kesan dingin, malah terlihat tentram dan tenang. Avenna tersenyum tipis. Pemandangannya indah di pagi ini. “Selamat pagi.” Avenna berbisik kecil. Bukan untuk membangunkan pria di sisinya, hanya ingin menyapanya pelan. “Kenapa kau bisa begitu tampan?” gumamnya lagi menyusuri batang
“Kenapa kau terus memandangiku seperti itu? Layar TV-nya di sana.” Avenna sedikit melirik tajam pada pria di sisinya. Avenna memutuskan untuk menonton beberapa film yang belum sempat dia tonton dan Leander seperti biasanya selalu mengikuti apa pun yang dilakukan oleh Avenna. “Kau nikmati tontonanmu, aku menikmati tontonanku,” jawabnya singkat yang langsung membuat Avenna menarik napasnya. Kenapa dengan pria ini, sih? “Jangan begitu, aku tidak bisa konsentrasi melihatnya jika terus kau pandangi seperti itu! Lihat ke depan.” Avenna mendorong pipi Leander agar dia mengalihkan pandangannya, tapi pria itu malah menangkap tangannya, dengan satu hentakan menarik tubuhnya hingga akhirnya Avenna mendarat dalam pelukan pria itu, bersandar di dadanya yang tegap. Avenna terdiam. Dia bisa mendengar dengan jelas degup jantung pria itu, terdengar cukup kencang tapi teratus. Suara napasnya yang halus berkolaborasi dengan hangat tubuhnya membuat suasana yang menenangkan. Avenna bahkan tidak