Share

Bab 4. Siapa sebenarnya dia?

Penulis: C.K.A Axio
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-17 10:30:36

Avenna turun dengan gaun Merahnya yang elegan. Matanya menyipit melihat dua manusia yang tampak saling berbicara di ruang tengah.

Sekilas terlihat Randy seperti sedang menenangkan Wandy yang sepertinya tak ingin di tinggal oleh kekasihnya itu. Rengekan manja terbaca dari wajahnya.

“Hmm? Sudah siap?” Suara Avenna memecah pembicaraan mereka.

Randy dan Wendy selaras menatap ke arahnya. Ada keterkejutan di sorot mata Randy tapi wajah Wendy menjadi muram.

“Kenapa?” Tanya Avenna risih dengan tatapan mereka berdua. “Wendy ingin ikut? Bawa saja dia.”

Wajah Wendy langsung sedikit sumringah. Memandang Randy yang terkejut dengan pernyataan Avenna.

Apakah wanita ini sama sekali tidak punya rasa bersaing dengan Wendy?

“Kakak ….” Suara Wendy merayu.

“Tidak bisa. Jika Kakek tahu aku bersamamu sebelum bercerai ….” Randy tampak sulit memilih.

“Nanti juga Kakek akan tahu. Kelahiran bayi kalian tak mungkin bisa diundur 4 bulan, ‘kan? Jadi … ya, dia akan tahu.” Avenna mengatakannya sambil melihat kukunya yang berwarna marun.

Randy mengerutkan dahinya. Melirik risih ke arah Avenna yang rasanya selalu membuatnya kesal.

“Tapi selama aku masih belum bercerai. Aku tidak bisa membawamu ke sana. Jadi, tunggulah aku pulang. Aku tak akan lama.” Randy mengatakannya lembut. Mengelus pipi Wendy agar menenangkannya.

Rasa mual menyergap perut Avenna lagi. Dia memang gampang mual jika melihat sesuatu yang menjijikkan. Jadi dia memutar matanya saja melihat adegan picisan itu.

“Ayo.”

Pria itu melangkah duluan. Meninggalkan Avenna yang sengaja menjaga jarak agar tak semakin mual mencium parfum menyengat Randy. Ya, walaupun nanti dia juga akan semobil dengannya.

Tapi baru tiga langkah Avenna berjalan. Suara sumbang masuk ke telinganya.

“Jangan besar kepala! Kak Randy pergi bersamamu karena dia harus. Wanita yang dia cintai hanya diriku, buktinya aku yang dia sentuh dan sekarang aku mengandung anaknya!” Suara Wendy yang biasa halus dan manja itu hilang, menjadi suara kasar, menjengkelkan.

Avenna menarik napas lalu dengan gerakan cepat dia berbalik. Mengulas senyuman manis yang membuat wajah Wendy berkerut.

“Ya, aku tahu. Tugas selingkuhan memang memuaskan tuannya di ranjang dan juga menjaga anak. Tugas istri sah adalah menemaninya ke acara penting dan juga menikmati hartanya. Jadi … tenang saja, aku tak besar kepala. Jaga rumah dan jaga anaknya baik-baik ya. Aku ingin berpesta dengannya. Bye ….” Avenna sengaja melambaikan tangannya genit sebelum berjalan dengan penuh percaya diri meninggalkan wanita yang entah sudah berapa kali menghentakkan kakinya di lantai.

***

“Jaga sikapmu di sini?” Suara itu membuat Avenna memalingkan wajahnya.

Setelah tiga puluh menit perjalanan dalam keheningan. Saat mobil mereka terpakir di Villa keluarga Hazelton. Akhirnya, pria ini membuka suaranya juga.

“Tenang saja. Bukankah aku sudah dididik untuk seperti itu sejak kecil.” Avenna tersenyum sumringah. Terlalu natural membuat Randy sedikit terganggu. Wanita itu segera membuka pintunya setelah mengatakan hal tadi.

Tapi belum sempat dia menggeser tubuhnya untuk keluar. Pergelangan tangannya terasa dicengkram erat. Avenna tentu tidak suka.

“Tentang Wendy. Jangan ada yang tahu. Atau … uang bagianmu akan hangus.” Randy memang masih belum ingin ada yang tahu tentang hubungannya dengan Wendy. Bahkan, saat pulang kemarin. Dia memilih bandara yang kecil dan juga cukup jauh. Dia juga memastikan terlebih dahulu apakah ada keluarganya yang ikut atau tidak. Tentu saja demi menutupi ini semua.

“Tuan Hazelton ….” Avenna bersuara lembut dan mendayu sambil menggeser pelan tangan Randy dengan jari telunjuknya. Seolah sentuhan Randy itu barang penuh najis baginya. “Anda tenang saja. Aku tidak akan mau jadi janda miskin, jadi tenang saja.”

Avenna buru-buru keluar dari mobilnya karena merasa tatapan Randy mulai membara. Sepertinya dia tak suka caranya menggeser tangannya tadi.

Ya! Mau bagaimana lagi. Sekarang saja Avenna merasa dia harus mencuci tangannya karena alergi dengan kuman-kuman di tangan Randy.

“Avenna! Kau datang juga!” Suara hangat itu membuat mata dan bibir Avenna tersenyum. Tuan Romero Hazelton, kakek Randy memanggilnya dengan semangat.

Avenna terpaksa menggandeng tangan Randy. Membelah ruangan yang penuh desas-desus dan juga suara sumbang tentang dirinya. Tapi percayalah, tak akan ada yang berani mengatakannya di depannya secara langsung. Semua keluarga Hazelton penuh orang munafik dan penjilat. Untung saja, orang paling berkuasa di keluarga ini sangat menyukainya.

“Kakek! Selamat ulang tahun!” Avenna tersenyum manis bak seorang anak menemukan sosok yang dia sukai. “Maaf aku tidak membawa kado. Nanti aku temani beli yang kakek mau saja, ya?” Tangan Avenna cepat berpindah, menggandeng tuan Romero.

Tuan Romero tertawa lepas melihat tingkah Avenna. “Kau memang selalu bisa membuat Kakek tertawa. Tidak perlu bawa hadiah, melihatmu saja sudah membuatku senang.”

Avenna mengangguk dengan wajah berbinar. Tapi tawa Tuan Romero hilang sejenak ketika melihat sosok di belakang Avenna.

“Kakek,” ucap Randy dengan wajah yang tampak menaruh rasa bersalah.

“Dasar cucu durhaka! Meninggalkan istri selama tiga tahun. Jika tidak diminta untuk pulang! Kau tidak akan pulang!” Suara tuan Romero meninggi beberapa oktaf. Mencuri perhatian beberapa orang di sekitar mereka.

“Aku pergi untuk mengembangkan perusahaan kita.” Randy mengeles.

“Mengembangkan perusahaan? Untuk apa jika tidak ada penerus keluarga Hazelton? Kau seharusnya ada di sini bersama dengan Avenna dan memberikan aku cucu segera!”

Avenna yang tadi melipat kedua tangannya, menikmati bagaimana Tuan Romero memarahi suaminya itu seketika terdiam.

Ya, cucunya akan segera datang, tapi bukan dari diri aku! Gumam Avenna dalam hati. Dia juga tidak sudi melahirkan anak pria ini.

“Kami akan berusaha.” Randy mengatakannya enteng sedangkan Avenna mencucurkan bibirnya.

Usaha apa? Usaha untuk saling menusuk dari belakang? Pikir Avenna yang ingin sekali mencibir suaminya, tapi tidak bisa dia lakukan karena masih di sekitar tuan Romero.

Tuan Romero tampak masih ingin menghardik cucu satu-satunya itu, tapi hal itu teralihkan dengan kedatangan kepala pelayan.

“Tuan besar, Tuan Leander Steele sudah datang.”

Mendengar itu mata Avenna membulat.

Dia lagi?

“Ah! Benarkah? Jamu dia untuk masuk.” Tuan Romero yang tadinya berwajah kusut langsung kembali cerah. “Avenna, ayo kita menyambutnya.”

Tuan Romero segera menarik Avenna yang masih tenggelam dalam pikirannya.

Untuk apa dia meminta tolong mencari foto pria ini, tak tahunya malah dia bertemu di sini. Sia-sia saja.

“Siapa tuan Steele ini Kakek?” Tanya Avenna penasaran. Tuan Romero saja sampai menaruh hormat padanya.

“Kau tidak tahu? Dia adalah salah satu pebisnis ternama di negara ini. Dia punya perusahaan multi bidang. Bahkan kabarnya dia juga dekat dengan Presiden.”

Bibir Avenna membulat, membentuk huruf O tanpa suara. Dia lalu mengangguk. Meyakini dengan sangat pria itu tak mungkin pria bayarannya.

“Tuan Leander ….” Suara Tuan Romero itu bagaikan pengiring arah mata Avenna yang akhirnya jatuh pada sosok beraura superior yang baru saja masuk ke aula pesta itu. Kehadirannya menyedot semua perhatian, kharismanya membuat semua orang terpesona.

Dan sekarang, pria itu kembali berdiri di depan Avenna, cukup dekat hingga membuat Avenna bisa mencium wangi Cedar dan Cendana yang menguarkan memori di kepalanya.

“Senang melihat Anda menyisihkan waktu untuk datang ke pestaku yang sederhana ini.” Tuan Romero tersenyum penuh kebanggaan.

Pria itu tak langsung menjawab. Matanya sedari tadi menghujam Avenna, membuat wanita itu terkaku begitu saja.

“Kadang, sesuatu yang sederhana itu, mungkin penuh kejutan.” Suara bariton itu menghantam gendang telinga Avenna bagaikan gong yang begitu keras.

Sial! Kenapa begitu mirip dengan suaranya?

Tuan Romero menyadari tatapan pria di depannya yang terlalu lekat pada Avenna.

“Dia Avenna Hazelton, dia cucu menantuku.” Romero cepat meluruskan. Jangan sampai ada kesalahpahaman.

“Oh ….” Suara pria itu terdengar lebih santai walau terdengar masih penuh kewibawaan. “Sayang sekali, aku kira ada kesempatan.” Pria itu meredupkan tatapannya yang membuatnya terlihat sendu. Hal itu membuat Avenna menelan ludahnya.

Ah! Kenapa matanya indah sekali, pikir Avenna yang seketika ingin menampar pipinya.

Avenna sejak kapan kau jadi jalang sepertinya ini?

“Hahaha, Tuan Leander, Anda pintar sekali bercanda.” Tuan Romero merasa itu hanya komedi yang berusaha dilontarkan oleh Leander.

“Aku serius.”

Dan, tawa itu teredam seketika saat mendengar sepenggal kata pendek dari Leander.

Canggung menyergap. Bukan saja Tuan Romero yang bingung harus bagaimana. Avenna sendiri jadi salah tingkah mendengar kegilaan pria di depannya.

“Maaf Tuan, tapi dia istriku.” Randy maju seolah tameng untuk istrinya.

Pahlawan kesiangan, pikir Avenna yang memanyunkan bibirnya. Terlepas akan kenekatan pria di depannya, Avenna merasa sedikit senang. Ternyata, dia bahkan bisa menarik perhatian seorang seperti Leander.

Sayang sekali dia sudah menikah. Ah! Kenapa dia duluan setuju menikah muda. Bisakah dia bilang pada Tuan Leander ini, 4 bulan lagi dia akan menjanda?

Avenna! Hentikan sikap jalangmu!

Pertempuran akhlak dan nafsu Avenna membuatnya serba salah.

“Kalau begitu, kau harus menjaganya baik-baik. Karena, mungkin saja, aku berniat merebutnya darimu.”

Hening menggantung di udara.

Nada serius itu membuat semuanya menegang, bahkan Avenna membesarkan matanya, tidak percaya apa yang baru dia dengarkan.

Pria ini? Kenapa sih?

“Aku bercanda.” Pria itu menurunkan sedikit nada bicaranya, mencondongkan tubuhnya ke arah Randy yang tadi sudah terlihat tegang. Dengan sedikit senyuman licik dia menenangkan semuanya.

“Hahaha. Tuan Leander, selera humor Anda sedikit berbeda.” Tuan Romero menyahut. Mencoba menghargai candaan yang sama sekali tidak lucu bagi semua orang. “Ayolah, kita mulai acara ini.” Tuan Romero merasa harus cepat menghentikan interaksi ini sebelum semuanya semakin buruk.

Randy mengangguk, melirik ke arah Avenna sebagai tanda mengikutinya dan Tuan Romero. Avenna pun mengekor di belakang mereka.

Tapi saat dia baru saja ingin memantapkan langkah, tiba-tiba dia merasakan hawa dingin yang membuat seluruh tubuhnya merinding.

Avenna tak kuasa untuk berbalik dan mendapati tatapan dalam yang tertuju padanya. Ekspresi pria itu yang tak bisa dia tebak menggelitik rasa penasarannya, tapi juga menyelipkan curiga.

"Avenna?" suara Tuan Romero membuat Avenna segera menyadarkan Avenna dan saat dia hendak berbalik, dia oleng.

Untung saja, tangan pria itu cepat merangkul pundak Avenna. Tapi, bukannya lega, Avenna merasa semakin ketakutan.

Sentuhan hangat itu, menyengat kulit bahunya. Membuat dia merasa rasa familiar yang menakutkan. Sorot matanya yang tampak lebih lunak itu membuat jantung Avenna berdetak begitu kencang. Tak karuan.

Dia?

“Avenna!” Suara Randy terdengar bersamaan dengan tangan kasarnya menggapai lengan Avenna dan menariknya paksa.

Randy menyeret istrinya. Baginya Avenna seperti mencari sensasi di tengah ruangan itu. Entah kenapa dia tak suka dengan hal ini. Dan pria itu … instingnya mengatakan, dia adalah ancaman baginya.

“Avenna, tenang saja, sebentar lagi, pertunjukan seru baru saja akan dimulai.” Leander bergumam kecil sambil melihat ke arah wanita yang ditarik –tepatnya di seret— oleh suaminya.

Sesekali mata mereka sempat bersatu.

Siapa dia sebenarnya?

Hanya itu yang terlintas di dalam benak Avenna.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Sweet Candy🍭
si Wendy ada Randy manja keliatan baik, eh pas sama Vena dia jadi marah2
goodnovel comment avatar
Sweet Candy🍭
suka bgt sama ketegasan vena
goodnovel comment avatar
Aqiqah Julitters
namax wanita simpanan, ya hny disimpan tdk untuk dipamerkan, sll d blkg layar, tak nampak, cem pnyakit yg memalukan wkwkwkwk Q syuka gaya kaw Ve... . btw...jan mpe anak c wewe gombel ini nti diakui sbg anak Venna dmi Randy dpt warisan, hih...gk bgt . ty updatex mommy (⁠✿⁠^⁠‿⁠^⁠)...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pria Bayaranku Ternyata Penguasa No. 1   Bab 87. Musuh dalam selimut.

    Ia segera membuka laptop yang memang dia bawa di ranselnya dan menghubungkan flash drive itu segera. "Bukankah kita ingin menghancurkannya?" tanya Avenna langsung saja. Ia melihat pergerakan Raina yang tidak sesuai rencana. Kenapa terlihat Raina malah seolah ingin mengaktifkannya? "Ya, tapi aku hanya..." Raina terdiam sesaat, mencari port untuk menyambungkannya. "Aku hanya ingin menghancurkannya secara keseluruhan dari laptopku. Kakak tidak akan mengerti." "Oh, baiklah.” Avenna menyipitkan matanya kala Raina membuka isi Flash Drive itu. Benar sekali, di sana tertulis Laviathan. “Benar ini dia!” Gadis itu langsung membukanya. “Raina! maaf, ponselku lupa dicas, jadi lowbat dan aku pinjam port USB-mu untuk mengisi daya. Aku ingin mengirimkan pesan pada Leander bahwa kita sudah menemukannya." Avenna tanpa persetujuan menyambungkan kabel datanya ke port USB laptop Raina, dia juga menunjukkan ponselnya, menampilkan layar chat online-nya. Raina tersenyum miring lalu mengangguk. Denga

  • Pria Bayaranku Ternyata Penguasa No. 1   Bab 86. Akhirnya Menemukannya!

    Keheningan hutan pinus kini hanya diisi oleh lengkingan pilu yang teredam dari balik kaca. Kematian mereka tidak datang dengan drama, melainkan dengan kelelahan yang mematikan. Wajah-wajah yang tadi penuh arogansi kini memucat, terdistorsi oleh sesak napas yang tak terlihat. Gandrio masih berdiri, tangannya mencengkeram rahang, batuk keras, menatap keluar dengan mata penuh kobaran kebencian. Para tetua yang lain sudah ambruk, tubuh mereka kejang-kejang di lantai baja. Bagi Leander dan Varnell, pemandangan itu terasa seperti tontonan yang harus mereka saksikan, sebuah akhir yang harus disajikan. Varnell tersenyum puas, menyeka sudut matanya seolah ada debu yang masuk. "Tontonan yang membosankan. Mereka mati terlalu cepat," desisnya, suaranya tajam. Leander tidak menjawab. Matanya yang dingin menatap Gandrio yang terus terbatuk. Kepuasan itu hanya sekejap, karena di balik dinding kaca yang tak tertembus itu, ada bayangan masa lalu yang terbunuh, dan ada pula masa depan yang harus dia

  • Pria Bayaranku Ternyata Penguasa No. 1   Bab 85. Flashback : Pengaturan Rencana.

    BEBERAPA JAM SEBELUM RENCANA PEMUSNAHAN DI HUTAN PINUS, TORONTO. Ruang pertemuan di kediaman Leander dipenuhi oleh ketegangan yang memadat, kaku, dan dingin. Udara terasa tipis, seolah setiap napas yang diambil adalah pertaruhan. Varnell masih duduk di seberang, mengulum cerutu sebelum cerutu itu dia jejalkan ke asbak di depannya. "Jadi, lebih baik kita memancing mereka semua." Suara berat Varnell memecah keheningan kembali, matanya menyapu wajah setiap orang, menilai reaksi mereka. Ia baru saja menjelaskan siapa saja yang menjadi target utama mereka, Gandrio dan para sesepuh keluarga Ramdone juga Vazinni. Avenna, dengan dahinya berkerut dalam, menyuarakan keraguannya. "Mereka tidak mungkin semudah itu masuk perangkap." Pikirannya berpacu, mencari celah dalam rencana yang terdengar terlalu sederhana. Ia tahu musuh mereka licik dan cerdas. "Karena itu, pancingannya harus meyakinkan," Leander menyambung, suaranya tenang, tetapi penuh otoritas. Matanya yang tajam menatap kosong ke

  • Pria Bayaranku Ternyata Penguasa No. 1   Bab 84. Kepuasan yang mereka impikan.

    Gandrio tersenyum remeh. "Tenang saja, orang pertama yang akan aku kendalikan adalah dirimu. Kau akan lupa dengan segalanya, dan aku akan membuatmu menjadi keturunanku yang baru." Gandrio dan keenam pria itu langsung masuk, menyerbu ke dalam ruangan itu seperti semut yang menemukan gula. Mereka bersemangat, mata mereka hanya melihat pada kotak yang berisi teknologi yang selama ini mereka buru. Hanya Varnell yang tetap tinggal di luar, bersama dengan Leander dan beberapa penjaganya. Pria itu melirik ke arah Leander, menaikkan kedua alisnya. Seolah berkata, 'Giliranmu.' Setelah itu, Leander yang tadinya terlihat sangat lemah, seketika berdiri tegak. Wajahnya masih pucat, tetapi langkahnya tegas. Aura dingin dan mematikan darinya kembali muncul, seolah ia tak pernah terluka. Meskipun darah membasahi tangannya, dia seolah tidak merasakan apa-apa. Dengan gerakan mantap, dia segera menekan tombol merah yang mencolok di dekat pintu utama. Dan seketika, dinding kaca anti peluru turun dar

  • Pria Bayaranku Ternyata Penguasa No. 1   Bab 83. Seharusnya aku yang menjadi pemimpin

    "Akhirnya kalian datang juga." Suara melengking Gandrio penuh keceriaan, bergema di antara pohon-pohon pinus yang menjulang tinggi. Kehadirannya seperti badai yang membawa kekuasaan dan kengerian. Dia mengulurkan tangannya, menjabat satu per satu enam pria yang baru saja tiba. Mereka bergerak dalam formasi, aura kekuasaan yang kental menyelimuti setiap langkah mereka. Hawa dingin pagi seolah tak mampu menembus mantel mahal yang mereka kenakan. Leander berdiri di sana, mengamati mereka. Dua pria adalah anggota keluarganya, keturunan Vazinni yang paling setia pada Gandrio. Empat lainnya adalah tetua dari keluarga Ramdone, yang selama ini menjadi sekutu terdekat klan mereka dalam perburuan gila ini. Mereka semua memancarkan aura arogansi yang sama, seolah dunia berada di bawah telapak tangan mereka, dan kehadiran Leander hanya sekadar formalitas yang tak berarti. "Akhirnya kau mendapatkannya juga. Aku bahkan sudah ingin merelakannya karena aku rasa kita sulit untuk mendapatkannya," kat

  • Pria Bayaranku Ternyata Penguasa No. 1   Bab 82. Pengkhianatan yang kental.

    Gandrio menyeringai, senyumnya seperti retakan di wajah yang sudah tua, seolah dia menikmati setiap detik penderitaan Leander. Dia berjalan mendekati pria yang seharusnya dia panggil cucu. Setiap langkahnya terasa seperti gemuruh petir yang mendekat, menggetarkan tanah di bawah kaki Leander. "Bahkan putraku sendiri bisa aku bunuh," desisnya, suaranya seperti bisikan iblis, "kenapa tidak dengan wanita yang bukan siapa-siapa?!" Kata-kata itu menghantam Leander seperti palu godam, menghancurkan sisa-sisa akal sehatnya. Wajahnya langsung merah padam, urat di pelipisnya menonjol, dan matanya penuh dengan kebencian yang membara. Amarahnya menguasai dirinya, seperti api yang melahap habis semua yang ada di jalannya. Tanpa berpikir panjang, dia melangkah cepat, tangannya terangkat, ingin mencengkeram leher Gandrio yang keriput dan penuh dosa. Duarr! Suara tembakan memecah keheningan, menggetarkan pohon-pohon pinus hingga daunnya berguguran. Leander langsung merasakan sesuatu yang panas, l

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status