หน้าหลัก / Romansa / Pria Bayaranku Ternyata Penguasa No. 1 / Bab 3. Kita lihat seberapa misteriusnya dirimu.

แชร์

Bab 3. Kita lihat seberapa misteriusnya dirimu.

ผู้เขียน: C.K.A Axio
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-06-17 10:30:33

“Kau pikir, dia mengenalmu?” Ada nada mencemooh dipertanyaan yang baru dilontarkan oleh Randy. “Kau hanya menghalangi jalannya.”

Avenna mendengkus pelan. Malas meladeninya. Tapi matanya masih menjurus ke arah pria yang sekarang sudah masuk ke dalam mobil sedan hitam yang segera melaju.

Tidak mungkin! Gumam Avenna.

Walau nada suara, bahkan wanginya sama. Tapi, pria bayarannya, seorang mahasiswa, auranya pun hangat, sorot matanya sama-sama tajam tapi penuh kelembutan. Tidak seperti pria itu.

Dingin, mengerikan.

Bukan! Pasti bukan dia!

Lagipula, Pria dengan gaya seperti dia tadi. Tidak mungkin menurunkan marwahnya hanya demi menjadi seorang pria bayaran untuk dirinya.

Avenna menggeleng kuat. Menyakinkan diri, pria itu tak mungkin pria yang sudah menghangatkan rajangnya selama setahun ini.

Tettt!!!

Suara klakson membuat Avenna terlonjak kaget. Dia mengepalkan kedua tangannya, geram.

“Masuk!” Suara Randy lantang.

“Iya, iya! Aku masuk!”

Ia langsung menyipitkan matanya melihat Randy yang entah sejak kapan sudah masuk ke dalam mobil mereka.

Dengan wajah kesal, Ia menarik napas dan berjalan cepat ke arah tempat duduk depan. Tak lama, mobil itu melaju meninggalkan bandara itu.

***

“Wandy sedang mengandung.” Randy mengatakan hal itu lagi. Tujuannya hanya mengingatkan tapi membuat Avenna jengah.

“Aku belum kena demensia. Jadi tak perlu mengulanginya lagi. Aku tahu dia hamil. Orang tak kenal dia juga tahu dia hamil karena tangannya dari tadi tidak beranjak dari perutnya.” Avenna mendengkus. Baru juga mereka melewati pintu utama kediaman mereka. Randy sudah berkata hal yang membuat Avenna naik darah.

Wendy merangkul tangan Randy dengan lembut dan intim, gerakan yang tampak sekali ingin dia pamerkan.

Cih! Mana mungkin aku cemburu dengan hal itu.

“Kakak, mungkin Kak Avenna merasa aku ….” Wendy mengatakannya lembut dan mendayu.

“Yap!” Avenna memotong membuat Wendy sedikit kaget hingga matanya membulat.“Kalian memang menggangguku. Aku sudah nyaman di sini sendirian selama tiga tahun dan kalian datang.”

Berdiri di tengah terik matahari tadi membuat tubuh Avenna kepalanya sakit Atau memang karena emosinya yang tak bisa dia kontrol sejak melihat pasangan selingkuh ini. Dan karenanya, Avenna tak tertarik bermain drama dengan Wendy sekarang.

“Avenna!” Suara Randy meninggi. Tentu ingin menegur sikap istrinya ini yang menurutnya tak bersopan santun.

“Ya! Ya! Ya! Kenapa sih harus teriak. Aku di sini, masih belum tuli juga. Katakan? Kau ingin apa tadi?” Tanya Avenna dengan wajah malasnya.

Randy menarik napasnya dalam, tanda dia sudah tersulut emosinya. Tangan Wendy dengan lembut menekan dada pria itu, mencoba menenangkannya.

.

“Aku ingin Wendy tinggal di kamar utama agar dia nyaman selama kehamilannya di sini.”

“Tidak!” Avenna menjawab singkat. Membuat dua orang di depannya langsung mengerutkan dahinya. Tak percaya penolakan spontan Avenna. “Tidak boleh.”

Randy mengerutkan dahinya. 3 tahun ternyata waktu yang cukup membuat orang sangat berubah. Dulu sepertinya Avenna adalah gadis yang penurut dan mudah dimanipulasi.

Tapi sekarang ….

“Apa maksudmu tidak? Ini rumahku. Terserah aku ingin berikan kamar utama pada siapa?” Kilah Randy mencoba menahan emosinya.

“Ini rumahmu. Tapi selama tiga tahun ini aku yang mengurusnya. Ada 5 kamar lain yang ada disini. Dia boleh tinggal di yang mana saja, asalkan jangan di kamar utama.”

Avenna membayangkan bagaimana adegan Randy dan Wendy bergumul di tempat tidur yang memang dia pesan khusus untuknya, juga dia tata sesuai seleranya. Seketika, perutnya bergejolak, semakin mual saja. Tapi dia coba tetap bertahan.

“Lagipula kamar utama ada di lantai atas. Itu beresiko untuk ibu hamil. Dan untukku juga.” Avenna tersenyum manis, cenderung mengejek.

“Resiko untukmu juga?” Wendy mengerutkan dahinya dalam-dalam. Dia wajar, tapi Avenna?

“Ya. Mana tahu kau mau memainkan drama. Di mana kau menjatuhkan dirimu dari tangga, tapi aku yang dituduh?” Avenna melirik ke wanita seperti benalu, lengket sekali pada inangnya.

Avenna ingat sebelum mereka pergi ke luar negeri dulu. Beberapa kali Wendy memfitnahnya hanya demi perhatian. Jadi, dia harus mengantisipasinya.

“Kau!” Wendy menahan amarahnya yang sudah hampir meledak.

“Jangan marah. Ibu hamil tak boleh marah.” Avenna kembali tersenyum mengejek.

“Ave —!” Randy lagi-lagi menaikkan suaranya satu oktaf.

“Hah. Kalian belum ada satu jam di rumah ini. Tapi sudah membuatnya begitu ramai. Aku ingin mandi.” Avenna merasa tak peduli hingga memutar matanya. Bahkan dia tak menatap mata Randy yang sudah berapi-api. “Pilihlah kamar kalian yang cocok, tak perlu sungkan. Anggap saja rumah sendiri. Ok?”

Avenna menepuk pundak Randy beberapa kali. Menerbangkan senyumannya sebelum dia melenggang ringan. Meninggalkan dua orang yang tampak bingung menghadapi wanita itu.

Bukankah rumah ini memang rumahnya? Gumam Randy dalam hati.

***

Begitu pintu kamar tertutup, Avenna nyaris berlari menuju meja kerjanya. Jemarinya gemetar saat membuka kunci ponselnya, menepis sisa emosi yang masih membekas dari pertemuan tak terduga tadi.

"Leander Steele..." desisnya pelan.

Namanya berdengung di kepalanya, seolah memaksa Avenna untuk menggali lebih dalam, meski dirinya sendiri belum yakin kenapa ia begitu terusik.

Dia mulai mengetik nama itu ke dalam mesin pencarian.

Enter.

Deretan hasil mulai bermunculan, tapi tak satu pun memuaskannya. Artikel-artikel penuh jargon korporat: “Analis Keamanan Termuda.” “Pendiri L.S. Consortium.” “Konsultan Bayangan untuk Proyek Rahasia Negara.” tapi tak satu pun foto jelas.

Hanya siluet. Atau potret dari jauh yang nyaris tak bisa dikenali. Bahkan satu artikel hanya menampilkan punggung pria itu di sebuah ruang konferensi, gelap, buram, tanpa wajah.

Avenna mengerutkan kening dalam.

"Apa-apaan ini..." bisiknya. Ketidakpuasan menyelimuti hatinya.

Tak butuh waktu lama, ia membuka kontak rahasianya dan mengetuk nomor dengan inisial R.

Nada sambung hanya beberapa detik terdengar sebelum tersambung.

"Ya?" suara di seberang terdengar waspada.

"Aku butuh bantuan," kata Avenna cepat. "Cari tahu segalanya tentang pria bernama Leander Steele. Posisi, relasi, jaringan, semua. Dan aku butuh fotonya. Jelas. Tanpa bayangan, tanpa siluet, tanpa blur."

"Berbahaya?"

"Mungkin. Lagipula, kalau ini mudah, aku tak akan meneleponmu. Potong saja dari tabunganku."

Hening sejenak. Lalu suara itu menjawab, "Butuh waktu. Dia bukan tipe orang yang muncul di pesta amal atau majalah bisnis."

"Aku bisa tunggu. Tapi jangan terlalu lama. Kirim semua yang kau dapat ke email rahasiaku."

Tanpa menunggu balasan lagi, Avenna menutup sambungan. Ia menatap ponselnya yang kembali ke layar utama, napasnya sedikit memburu.

Pikirannya masih membentur-bentur fakta bahwa pria itu muncul begitu saja di hidupnya, dengan aura dingin yang terlalu familiar sekaligus asing di waktu bersamaan.

Ia bersandar ke kursinya, menatap langit-langit kamar yang remang.

Lalu tersenyum tipis dan bergumam,

"Leander Steele. Kita lihat seberapa misteriusnya dirimu?"

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Pria Bayaranku Ternyata Penguasa No. 1   Bab 5. Avenna, kau akan suka pertunjukannya.

    “Tuan Leander, silakan Anda untuk makan di meja kami.” Tuan Romero mengundang pria yang masih menjadi sorot utama di pesta itu. “Dengan senang hati.” Leander berjalan beriringan dengan Tuan Romero. Ketika dia sampai di meja yang khusus diduduki oleh keluarga inti. Tanpa ragu dia langsung duduk di sebelah Avenna – tempat yang seharusnya di duduki olah Tuan Romero. “Eh, Tuan ….” Romero sedikit merasa bimbang saat sorot mata Leander terlihat tajam ke arahnya. Ingin menegur tapi dia juga punya kepentingan sendiri dengan Leander, sehingga dia tidak bisa menyinggung pria ini sekarang. Avenna sendiri kaget ketika melihat sosok pria itu tiba-tiba duduk di sebelahnya. Dia sampai menegakkan tubuhnya. Kikuk. Seharusnya dia diapit oleh Randy dan Kakeknya, tapi sekarang, dia malah diapit oleh dua orang pria, dan wangi kayu Cendana bertarung dengan wangi Licorice di hidungnya. Randy sendiri menegangkan rahangnya. Entah kenapa sikap pria ini begitu mengusiknya. Jelas sekali dia mengincar

  • Pria Bayaranku Ternyata Penguasa No. 1   Bab 4. Siapa sebenarnya dia?

    Avenna turun dengan gaun Merahnya yang elegan. Matanya menyipit melihat dua manusia yang tampak saling berbicara di ruang tengah. Sekilas terlihat Randy seperti sedang menenangkan Wandy yang sepertinya tak ingin di tinggal oleh kekasihnya itu. Rengekan manja terbaca dari wajahnya. “Hmm? Sudah siap?” Suara Avenna memecah pembicaraan mereka. Randy dan Wendy selaras menatap ke arahnya. Ada keterkejutan di sorot mata Randy tapi wajah Wendy menjadi muram. “Kenapa?” Tanya Avenna risih dengan tatapan mereka berdua. “Wendy ingin ikut? Bawa saja dia.” Wajah Wendy langsung sedikit sumringah. Memandang Randy yang terkejut dengan pernyataan Avenna. Apakah wanita ini sama sekali tidak punya rasa bersaing dengan Wendy? “Kakak ….” Suara Wendy merayu. “Tidak bisa. Jika Kakek tahu aku bersamamu sebelum bercerai ….” Randy tampak sulit memilih. “Nanti juga Kakek akan tahu. Kelahiran bayi kalian tak mungkin bisa diundur 4 bulan, ‘kan? Jadi … ya, dia akan tahu.” Avenna mengatakannya sa

  • Pria Bayaranku Ternyata Penguasa No. 1   Bab 3. Kita lihat seberapa misteriusnya dirimu.

    “Kau pikir, dia mengenalmu?” Ada nada mencemooh dipertanyaan yang baru dilontarkan oleh Randy. “Kau hanya menghalangi jalannya.” Avenna mendengkus pelan. Malas meladeninya. Tapi matanya masih menjurus ke arah pria yang sekarang sudah masuk ke dalam mobil sedan hitam yang segera melaju. Tidak mungkin! Gumam Avenna. Walau nada suara, bahkan wanginya sama. Tapi, pria bayarannya, seorang mahasiswa, auranya pun hangat, sorot matanya sama-sama tajam tapi penuh kelembutan. Tidak seperti pria itu. Dingin, mengerikan. Bukan! Pasti bukan dia! Lagipula, Pria dengan gaya seperti dia tadi. Tidak mungkin menurunkan marwahnya hanya demi menjadi seorang pria bayaran untuk dirinya. Avenna menggeleng kuat. Menyakinkan diri, pria itu tak mungkin pria yang sudah menghangatkan rajangnya selama setahun ini. Tettt!!! Suara klakson membuat Avenna terlonjak kaget. Dia mengepalkan kedua tangannya, geram. “Masuk!” Suara Randy lantang. “Iya, iya! Aku masuk!” Ia langsung menyipitkan matanya melihat

  • Pria Bayaranku Ternyata Penguasa No. 1   Bab 2. Suara itu ... wangi itu!

    “Selamat datang, Suamiku!” Suara Avenna terdengar tercekat, seolah terperangkap antara ironi dan kepura-puraan. Senyumnya, jika bisa disebut senyum, tampak begitu kaku dan asing di wajahnya yang biasanya ekspresif. Seperti hasil latihan di depan cermin berulang kali yang gagal terasa alami. “Atau… senang bertemu denganmu, Suamiku?” gumamnya lagi, kali ini dengan nada penuh keraguan. Ia berbicara kepada udara, tetapi headset di telinganya menyambungkan kata-kata itu kepada Lula, sahabatnya yang sudah mengenalnya lebih dari separuh hidup. “Aku yakin wajahmu sekarang seperti orang yang menahan BAB,” tawa Lula meledak dari seberang, menyentak udara panas di pelataran bandara. Avenna mendengkus, malas. Wajahnya yang tadi berbinar penuh pura-pura kini kembali pada ekspresi aslinya—kesal, letih, dan ingin pulang. “Mana yang lebih baik?” tanyanya, gusar. “Yang terdengar ramah tapi tidak terlalu berlebihan.” “Hah, mana aku tahu? Dia suamimu. Lagi pula, kenapa kau juga yang harus

  • Pria Bayaranku Ternyata Penguasa No. 1   Bab 1. Ingin Pergi! Mimpi Saja!

    "Apa kita bisa melakukannya sekali lagi? Aku tidak mau rugi. Aku sudah membayarmu mahal, bukan?” Avenna mengucapkannya dengan suara rendah, nyaris seperti bisikan yang mengalir pelan dari bibir yang masih basah, sensual. Jemarinya mengukir perlahan di sepanjang garis otot pria yang menjadi sandaran tubuhnya, keras, kokoh, dan terasa hangat di bawah kulitnya. Pria itu hanya melirik, dan senyum kecil muncul di ujung bibirnya. Bukan senyum ramah, tapi senyum yang tahu betul bagaimana caranya menyalakan kembali bara di tubuh wanita yang tengah bersandar padanya. “Baiklah,” ucapnya, tenang. “Kita lakukan.” Dengan satu gerakan luwes, pria itu membalikkan tubuhnya, kini hampir menindih Avenna. Napasnya hangat, matanya pekat seperti malam yang tak mengenal cahaya. Ia menunduk, bersiap membenamkan ciumannya ke leher jenjang wanita itu. Tapi Avenna menahan dadanya, mendorong sedikit, memaksa mata mereka bertemu. Avenna selalu suka sorot mata hitam yang sekelam malam itu. “Sudah ha

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status