Desiran aneh mengalir dalam darah Liv saat mendengar teriakan Edd. Air mata pria itu seakan meluruhkan sekat dendam yang sudah tertanam bertahun-tahun. Liv tidak pandai menilai, namun dia tahu semua kata-kata itu adalah tulus. Dia mulai mendekap dadanya yang terasa sangat sakit dan sesak.Apa aku salah? Apa semua ini salah? “Bagaimana jika kamu tidak akan menemui Ginnymu?” Louis masih duduk di bawah. Dia menyandarkan tubuhnya ke kursi kayu dan menselonjorkan kakinya.“Kamu selalu mengatakan seperti itu,” desis Edd. “Kalian berdua.” Dia menatap kedua sahabatnya bergantian.“Itu pertanyaan yang tepat.” James berdiri, mengisi kembali gelas Edd yang sudah kosong. “Bagaimana jika kamu tidak bisa menemui gadis itu?”“Bukankah sudah ku katakan pada kalian?” gerutu Edd. “Aku, Eddsen William tidak akan menikah seumur hidupku.”Wajah Liv semakin memerah, begitu pula kelopak matanya yang terus mengeluarkan air mata. Dia seperti memiliki banyak stok air mata di sana untuk menangisi apa yang dil
“Kamu baik-baik saja?” Ruby menemui Liv yang duduk sendirian. “Dimana Ashley dan James?”“Berjalan-jalan,” jawab Liv dengan tak bersemangat.“Aku tahu perasaanmu pasti kacau setelah mendengar pembicaraan mereka,” gumam Ruby. Di sampingnya Liv masih enggan bicara, seolah gadis itu butuh waktu untuk sendiri. Ini bukan sekedar kacau, tapi hancur. Perasaan Liv benar-benar hancur.“Kamu tidak mau membahasnya denganku?” Ruby kembali bertanya.Sepi.Liv masih tak bicara dan hanya diam menatap nyala api yang mulai habis. Ruby menghela nafasnya. Sepertinya dia bisa menunggu di dalam rumah saja. Berhubung James dan Ashley sedang berduaan, dia tak mungkin mengikuti keduanya.Ruby berdiri, bermaksud meninggalkan Liv. Namun begitu dia melangkah, dia mendengar suara Liv. “Menurutmu, siapa yang salah?”Ruby menoleh, mendapati Liv masih terpaku pada perapian.“Aku atau dia?” Liv mengangkat wajahnya menatap Ruby.“Aku tidak bisa mengatakan siapa yang salah,” ujar Ruby. “Karena kalian berdua memiliki
Wajah Ruby berubah tegang saat mendengar desisan nama yang disebut oleh Louis. Angela? Dia kah Angela mantan kekasih Louis? Dia kah wanita yang membuat Louis tidak sanggup membuka pintu hatinya bagi wanita lain?Remasan erat jemarinya membuat Ruby sadar. Tatapan Louis intens padanya seolah menjawab keraguan di wajah Ruby. Louis mengelus lembut pipi Ruby, menatapnya sangat lama, lalu berkata, “Aku tidak akan menukarmu dengan apapun.”Ini bukan perkara menukar siapa-siapa. Kenyataannya adalah wanita itu berdiri di sana, menunggu kedatangan Louis. Wanita yang dicintainya kembali saat keduanya baru saja memulai hubungan mereka.Baru saja!“Kamu mau aku turun menemuinya atau tidak?” bisik Louis.Ruby melepas genggaman tangan Louis. “Jika aku mengatakan tidak, kamu tidak akan menemuinya?”“Tentu saja!” Louis menjawab dengan cepat. “By, hanya kamu wanita dalam hatiku saat ini. Aku hanya akan mendengarkanmu.”“Tapi sepertinya dia sudah menunggumu sangat lama. Bagaimana kalau kamu turun dan me
Rahang Louis mengetat. Dia dan Angela duduk berhadap-hadapan di sofa sementara gadis kecil itu sedang menyantap mie instan yang baru diseduh Angela. Wajahnya terlihat sangat kesal dan tidak nyaman.“Aku tidak tahu kamu sudah bersama wanita lain.” Angela membuka pembicaraan keduanya.“Kamu pikir aku akan setia menunggumu?” Louis mengangkat alis.“Bukan begitu Lou...”“Aku tidak akan menyia-nyiakan hidupku demi kamu,” potong Louis cepat. “Jika kamu bisa memutuskan kehidupanmu tanpaku, aku juga bisa. Jangan terlalu meninggikan diri. Kamu tidak seberharga itu!” tegasnya lagi.Angela menyunggingkan senyum. “Kamu sangat kasar. Aku ingat kamu tidak pernah melakukannya dulu.”“Berhenti membahas masa lalu dan menggunakan kata dulu.” Louis menatapnya tajam. “Nyatanya kehidupanku tak akan berhenti tanpamu dan kamu seharusnya tahu itu.”“Ya,” Angela mendesah, mencuri pandang sesekali pada puterinya yang makan dengan lahap. “Namanya Mary Winston.” Angela menatap Louis kemudian. “Puteri kita anak y
James menatap gelas kaca berisi minuman beralkohol di tangannya. Dia tersenyum, lalu sedetik kemudian wajahnya kembali berubah muram. Ada banyak hal yang sudah direncanakan oleh James, tapi apa daya, kenyataan di depannya menolak untuk sejalan dengannya. James sangat menginginkan Ruby lebih dari apa pun, dan rasa cintanya pada Ruby tidak bisa digambarkan dengan kata-kata.Walau sudah berjanji untuk mengikhlaskannya, namun melakukannya tidak semudah mengatakan. James kesulitan mengikis perasaannya. Semakin dia memaksa diri, dia semakin menemukan jika malah jatuh semakin dalam. Sudah terlalu banyak alkohol yang diminum James, dan kepalanya mulai terasa pusing dan berat. Belum lagi tubuhnya yang mulai terasa tidak nyaman –mungkin karena dia membiarkan pakaiannya yang basah mengering di tubuhnya karena saat tiba tadi dia sempat dihantam hujan. James menunduk di lengannya yang dia letakkan di atas meja. “Sampai bertemu besok, Ashley...”Ashley hanya tersenyum, melambaikan tangannya pada
“Kamu sudah bicara dengan Ruby tentang hal ini?” Edd menuang teh hangat ke dalam cangkir keramik putih di atas meja. Ketiganya berkumpul di ruang kerja Louis saat Louis memberanikan diri memberitahu para sahabatnya kabar mengejutkan itu.Louis melepas jasnya, mengurut pelan keningnya lalu menggeleng. Seharian dia rapat dengan beberapa klien hingga dia merasa tulang-tulangnya remuk. Louis menyandarkan tubuh dan memejamkan matanya. “Dia menginap di apartemen Liv dan aku tidak berani mengganggunya. Aku tahu dia sangat shock dan mungkin butuh waktu untuk menerimanya,” gumamnya pelan.“Tapi anak itu bisa saja bukan anakmu,” ujar James. “Kenapa kamu seolah membenarkan pernyataan Angela soal identitas anak itu?”“Dia bahkan memberiku sejumput rambut Mary untuk ku tes. Menurutmu itu sekedar ancamannya belaka?” Louis menatap Edd dan James sungguh-sungguh. “Dia begitu yakin untuk menantangku karena dia tahu hasilnya akan sesuai dengan yang dikatakannya.”“Lalu apa sekarang?” Edd mendesah. “Baga
Umpatan itu tidak serius. Kali ini Ruby tidak bersungguh-sungguh untuk mempersulit Louis. Sejak mendengar permohonan Louis padanya untuk tidak menyerah, seluruh rasa kecewanya runtuh sudah. Dia hanya berniat untuk menguji perasaan Louis padanya, walau tanpa diujipun dia sudah tahu jawabannya.“Memang.” Louis menengadah menatapnya. “Aku juga merasa sangat konyol. Tapi jika kekonyolan ini bisa membawamu kembali padaku, aku akan melakukannya setiap hari.”“Jangan klise, kita sudah dewasa dan hubungan kita bukanlah tentang perasaan membuncah seperti yang dimiliki anak remaja.” Ruby nyaris tertawa. “Kita sudah tua, oke?”“Tapi aku tidak merasa kita tua.” Louis tersenyum, dan senyuman itu sangat menawan hingga menggoda Ruby untuk menciumnya.Tak mampu menahan diri lebih lama lagi, Ruby akhirnya tersenyum. Dia menelengkan kepalanya, mengelus wajah Louis dengan lembut. Perhatiannya tertuju pada kantong hitam yang juga melingkar di bawah mata Louis.Ruby mengelusnya menggunakan ibu jari. “Kamu
Ruby tertegun mendengar ucapan Liv. Dia memutar tubuh, menatap langit malam yang gelap tanpa bintang, dan tidak menyadari jika air matanya menetes. Liv benar. Louis sudah membuktikan diri padanya berkali-kali, namun entah kenapa keraguan itu masih menyusup di dada Ruby.“Aku tahu keberadaan Angela membuatmu merasa sedikit terancam.” Liv menggenggam tangan Ruby. “Tapi percayalah padamu, percaya pada Louis dan pada hubungan kalian berdua. Walau kalian baru memulainya, yakinlah jika kalian akan memenangkan setiap situasi sulit ini. Jika kamu menyerah sekarang, bagaimana Louis akan berjuang pada hubungan kalian?”Tetesan air mata Ruby semakin mengalir deras. Dia sesenggukan, namun berusaha menenangkan diri secepatnya agar Louis tak mengetahuinya. “Aku hanya tidak bisa melupakan pengkhianatan Arden dan Dad.” Ruby menghapus air matanya. “Dan jika anak itu adalah benar anak Louis, bukankah dia juga mengkhianatiku?”Liv memilih diam dan berpikir sejenak. Dia tahu jika bayang-bayang keberadaan