Share

16

Pasir keramat merupakan sebuah padang pasir tak berujung. Sejauh mata memandang hanya terdapat pasir yang membentang luas, akan tetapi tempat ini merupakan salah satu gerbang menuju gudang senjata. Banyak korban berjatuhan terutama manusia biasa yang mati kelaparan dan kehausan. Terkadang mereka mati karena dimangsa  oleh laba-laba yang menghuni tempat itu sekaligus penjaga gerbang menuju tempat gudang senjata.

 Juan yang sudah sepenuhnya sembuh melanjutkan perjalanan dengan ditemani oleh Widura yang selalu melingkar dilehernya serta Rengganis dan Andara yang menemani perjalanan nya , tentunya Gentala ikut namun bukan dalam bentuk manusianya melainkan sebuah kalung yang sebelumnya melingkar di leher Juan. Sebelumnya ia beralasan pada Rengganis dan Andara untuk pergi kesuatu tempat, dia bahkan  berpura-pura menitipkan Juan pada Andara.

" Tolong jaga murid kesayanganku." pintanya pada Andara.

 Andara tertegun. ia menatap tak percaya kepada Gentala yanng tengah menyesap teh pagi." Tapi tuan, aku hanyalah gadis lemah, kenapa tidak minta kepada Rengganis saja? Dia sangat kuat, saya yakin dia bisa menjaga Juan lebih baik dari pada saya. "

 Gentala menggeleng. " Aku tak mempercayainya sama sekali, lebih baik aku menitipkannya padamu dari pada kepadanya, lagi pula aku sangat yakin kamu bisa menjaganya untukku. Menitipkan Juan padanya sama saja menitipkan anak kambing kepada harimau. " timpalnya, melirik kearah Rengganis yang tengah berbibaca dengan Juan

" Tapi. . . 

" Ssssttt " Gentala menaruh jari telunjuknya pada  bibir Andara. " Kamu tak perlu cemas jika kalian berada dalam bahaya aku pasti segera menyelamatkan kalian."  katanya seraya kembali menyesap tehnya kembali.

Juan dan Rengganis menghampiri mereka berdua. Wajah Andara terlihat tegang.

" Andara! ada apa dengan wajahmu? "

Andara terlonjak kaget. " Bukan apa-apa? "

" Benarkah? "

Andara mengangguk.

" Baiklah." kata Juan. Melirik Gentala," guru kami pergi dulu. " pamit Juan. Seraya membungkuk memberi hormat. Di ikuti oleh Andara dan Rengganis.

*

Andara hanya bisa meneguk salivanya setiap kali Rengganis  menatapnya tajam.Selama perjalanan Andara lebih banyak diam, tengkuknya terasa dingin menusuk setiap dirinya mengajak Juan untuk  sekedar berbicara atau pun berjalan disebelahnya.

Bleduummm. terdengar ledakan yang tak jauh dari arah mereka, langkah mereka terhenti lalu saling bertukar pandang, bergegas pergi menuju sumber suara tersebut.

Juan merasa deja vu , didepannya seorang pria yang sedikit lebih tua darinya tengah bertarung sengit dengan seekor monster laba-laba , namun tampaknya pria itu terlihat kelelahan, wajahnya pucat pasi, tangan kirinya menekan kuat tangan kanan yang sudah berubah warna menjadi hijau pekat, terdapat darah dari sudut bibirnya. Laba-laba itu menembakkan sebuah jaring dari mulutnya, namun dengan sigap. Juan meraih pinggang pria itu membawanya  menghindari jaring. Pria itu pingsan dalam dekapan Juan.

Marah karena mangsanya telah dicuri, monsterlaba- laba itu mengeluarkan suara lengkingan yang  memekakkan telinga. 

" Hati- hati. " Rengganis berkata. 

 Tak lama setelah Rengganis berkata tiba-tiba tanah bergetar hebat, tak jauh dari sana terlihat segerombolan monster laba-laba  yang berjalan menuju ke arah mereka, mata Juan terbeliak melihat sekelompok monster laba-laba dalam jumlah yang  sangat banyak. Sigap, Juan meletakkan pria itu di punggungnya.

" LARIIIII! " teriak Juan.

Namun sepertinya mereka terlambat karena mereka sudah di kelilingi oleh sekelompok monster laba-laba , mereka bertiga saling  mendekatkan punggung.

" Apa yang kita lakukan? " tanya  cemas Andara. Tangannya bergetar hebat.

Ekspresi Rengganis tenang seakan-akan apa yang didepannya bukanlah apa-apa, " Tentu saja kita harus membantai mereka, "

" Tapi bagaimana caranya? jumlah mereka sangat banyak sedangkan kita hanya berempat." ucap Andara, melirik kepada orang di punggung Juan, " tapi yang satunya pingsan," cicitnya.

" Pilihan kita hanya dua, menyerah atau berjuang. " ungkap Juan.  Matanya menatap dingin pada sekelompok monster laba-laba itu. " Widura! lindungi aku dan bantai mereka semua. " 

Seketika Widura mengubah bentuknya menjadi raksasa, ia menggeram seraya melindungi tuannya.

Rengganis tersenyum puas mendengar perkataannya.Di balik penampilannya yang cantik nan elegan, Rengganis mampu membunuh dua ekor monster laba-laba  sekaligus hanya dengan satu serangan. Tak mau kalah dan tak ingin menjadi beban, Andara pun mengeluarkan kemampuan yang selama ini disembunyikan nya, tangan kanannya mengeluarkan sebuah busur merah menyala. Hanya sekali tembakan ia mampu membakar monster laba-laba itu menjadi abu, berbeda dengan Juan yang hanya bisa menghidar tanpa menyerang balik. Widura  yang setia terus melindungi tuannya. dia menggunakan ekornya untuk membunuh monster laba-laba itu.Tak selamanya  dilindungi, Juan berusaha keras menghindari serangan demi serangan seraya menjaga orang yang berada di punggungnya.

" Bocah, kenapa kamu belum membunuh satupun? apa kamu tidak malu dengan para wanita itu. " kata Gentala dari dalam kalung, mereka berbicara melalui telepati.

 " Mau bagaimana lagi, aku baru berada ditahap lima sedangkan monster di depan ku berada di tahap enam, aku tak memiliki senjata  seperti Rengganis dan Andara untuk membantuku melawannya. Apalagi aku kesulitan  bergerak. " timpalnya seraya  berusaha menghindari racun yang di lontarkan dari mulut monster laba-laba itu.

" Jangan banyak alasan, aku saja mampu  membunuhnya tanpa  menggunakan senjata apapun. Bahkan sambil membawa orang sekampung sekaligus. "

" Itu karena kita berbeda ."

" Apa nya yang berbeda? kau dan aku sama-sama berjenis  laki-laki. "

Meskipun  mereka  berhasil membunuh  banyak monster laba-laba itu, namun jumlah mereka terus bertambah seakan tak ada  habisnya. Juan melirik kearah Rengganis yang mulai kelelahan begitu juga  dengan Andara.

" Bukan seperti itu -- sudahlah, apa guru tak ada cara untuk membunuh mereka?"

 Hening.

" Guru!" teriaknya.

" Kamu tak perlu berteriak seperti itu, sebentar lagi bantuan akan datang. "

Juan mengerutkan dahinya, tak mengerti. Hingga tiba-tiba sebuah angin kencang menerbangkan sebagian besar jumlah monster  laba-laba itu.

" Ayo pergi. "

Juan menoleh kesumber suara. " Paman Ranu?" tanyanya heran.

Ranu tersenyum. " Nanti paman jelaskan, lebih baik kita pergi terlebih dahulu dari sini. " katanya seraya membawa Juan pergi dari sekelompok laba-laba itu, Rengganis, Andara  beserta Widura mengikuti jejak Juan.

Di suatu tempat.

Setelah berhasil meloloskan diri dari sekelompok monster laba-laba  akhirnya mereka menemukan sebuah gua. Juan membaringkan pria itu secara perlahan, tubuhnya mengeluarkan banyak keringat, serta racunnnya yang mulai menjalar ke seluruh tubuhnya,  Juan berniat membuka baju pria itu namun ia urungkan karena menyadari ada dua gadis dibelakangnya. Juan menoleh kebelakang.

" Bisakah kalian. . .

" Aku akan menyalakan api unggun. " kata Andara seraya pergi, Rengganis mengekorinya tanpa berkata sedikitpun.

Juan pun melepaskan satu persatu pakaian pria itu, matanya terbeliak melihat racun yang mulai menjalar keseluruh  tubuh pria itu, warna hijau pekat  hampir menutupi seluruh tubuhnya. Ranu pun memperhatikan setiap jengkal tubuh pria di hadapannya. 

" Kita harus segera mengeluarkan racun dalam tubuhnya, jika tidak? orang ini akan mati,"

Juan mengangguk.

" Apa kamu bisa melakukannya? "

Juan terdiam, meskipun mengetahui caranya, namun Juan tak yakin bisa melakukannya  sebab ia tak pernah mempraktekkannya. pada siapapun.

Sebuah tangan terulur  mengusap kepalanya lembut. Juan menoleh.

" Paman yakin kamu pasti bisa."

" Tapi-- aku tak pernah melakukannya. "

" Apa kamu akan membiarkannya mati?"

Juan menggeleng.

" Kalau begitu tolonglah, paman yakin kamu pasti bisa melakukannya, karena kamu adalah seorang anak jenius."

Juan kembali terdiam. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status