Ruang ganti baju yang tidak lebih besar dari pada kamar mandi Karina,kini menjadi tempat perangnya. Malam ini dia harus tampil cantik.
Dia ingin terlihat spesial di mata Evan. Sebisa Karina saja sebenarnya.
Namun, gaun terindahnya hanyalah kimono dress yang ia beli beberapa tahun lalu. Dress dengan bahan satin berwarna biru, belahan dada yang dalam serta tidak ketat,padahal menurut Karina ketat adalah salah satu kompenen penting untuk terlihat seksi.
Rencana Karina untuk tampil mempesona gagal sudah. Dia malah terlihat seperti wanita yang hendak mendatangi rekan kerjanya di sebuah bar.
Kini dia mengikat rambut dan memoleskan lipstik berwarna merah muda.
Dia siap, entah apa yang akan dia lakukan. Dia siap untuk malam ini.
Karian keluar dari apartemennya,dia menuju mobil yang terparkir di bawah. Sesosok wanita dengan wajah sedih berdiri tak jauh dari sana.
Wanita itu adalah Gina. Karina dengan cepat mendekati Gina yang tampak kacau.
“Gina? Ada apa?” tanya Karina, dia menopang tubuh Gina yang hampir ambruk.
Tangis Gina pecah ketika dia memeluk Karina “Aku tidur dengan Adam tadi malam,Karina.”
Karina benci terlambat,khususnya malam ini. Tapi dia tidak bisa mengabaikan Gina yang butuh teman cerita. Karina mengusap wajah Gina yang basah.
“Kenapa kamu sendirian di sini? Mana Adam?”
“Aku tinggal di hotel. Aku tidak tau, tapi aku merasa ini salah,Karina. Aku menyukai Evan,aku ingin Evan bukan Adam.” Isak Gina terdengar memilukan hati Karina.
Gadis itu melihat jam tangannya,sudah pukul 7. Karina menghela nafas “Beri aku 5 menit, aku harus menghubungi seseorang.”
Karina menelepon Evan, untung saja pria itu masih di rumah dan langsung mengangkatnya.
Karina : “Maaf, ada Gina. Dia sedang butuh teman. Sepertinya hari ini harus batal.”
Evan menggerutkan kening, dia benar-benar tidak suka dengan berita yang baru saja di ucapkan Karina.
Ironisnya,Evan tidak tau bagaiamana cara mengucapkan keinginannya itu.
Evan : “Setelah Gina pulang. Hubungi aku.”
Karina : “Baiklah,kalau begitu bye.”
Karina memasukan ponselnya kembali ke dalam tas, dia mendatangi Gina dan mempersilahkan Gina masuk ke rumah. Gina melihat Karina yang lebih cantik dari biasanya.
“Apa kau ada acara?”
Karina mengangguk “Tapi aku sudah bilang kalau aku terlambat.”
Gina masuk ke dalam rumah, Karina menyuguhkan teh hangat untuk temannya yang sedang kedinginan. Aroma teh itu menyeruak, teh hijau kesukaan Karina. Gadis itu rela merogoh kocek lebih banyak demi mendapatkan kualitas teh kesukaanya.
Tatapan Gina menusuk Karina,dia curiga kalau temannya sudah memiliki kekasih dan sengaja tidak memberitau dirinya.
Karena Karina merasa risih,gadis itu menghela nafas panjang “Bukan Gina. Sekarang ceritakan kenapa kamu kemari, di jam semalam ini?”
Gina mengerjab, dia menaruh gelasnya di meja “Aku tidak bisa, Adam sepertinya menyukai mu. Kami mabuk,Karina. Sejujurnya aku mencoba menghubungi Evan, tapi sepertinya dia tidak tertarik padaku.” Gina mendengus pelan.
Karina mengangguk paham, seperti dugaan. Karina memang pendengar yang sangat baik. Dia tidak masalah ketika tidak ada yang mendengarkannya.
“Lalu bagaimana soal pasangan yang akan kamu bawa di pesta pernikahan kakak mu?” lanjut Gina.
Karina hampir saja melupakan hal itu, masalah utamanya. Dia banyak teralihkan, terutama dengan Evan. Dia ingin membawa pulang Evan, tapi sepertinya itu tidak mungkin.
Hubungan mereka tidak sejauh itu. Atau bahkan,Karina sendiri tidak tau apa yang sedang mereka jalankan sekarang.
Sesuatu tanpa nama. Evan begitu menguasai Karina. Gadis itu bahkan siap memberikan apa pun untuk Evan. Sangat di sayangkan kalau Karina menjauhi Evan,tapi dia tidak tega melihat Gina yang terobsesi pada Evan.
Karina mengangkat bahunya “Aku belum memikirkan apa pun. Sepertinya aku akan pulang sendiri.”
“Kenapa kamu tidak bersama Adam.” Gina bersemangat.
“Adam?”
Gina mengangguk “Aku akan ikut bersama Evan?”
“Tapi kamu bahkan tidak di undang,Gina.” Ketus Karina. Dia tidak mau ada yang tau soal keluarganya. Karina belum siap dengan penilaian orang lain.
Gina menggaruk dagunya “Setelah acara pernikahan, kita bisa berlibur. Ini masa tenang di kantor, kita semua di beri waktu cuti..”
Karina mengangkat tangan kirinya “Aku tidak setuju, kalau kalian mau liburan. Sebaiknya itu tanpa ku,Gina.”
Suara hembusan nafas Gina semakin kentara. Wanita itu frustasi karena temannya sangat tidak menyenangkan. Musim panas sudah di depan mata, tapi Karina malah akan menghabiskan waktu itu di kantor. Tidak mungkin kan?
Tidak lama kemudian, ada seseorang yang mengetuk pintu apartemen Karina. Seorang kurir yang membawa bunga Kamelia dan Anyelir. Bunga itu di rangkai dengan begitu indah.
“Untuk nona Karina.” Ucap kurir itu menyerahkan buket bunga pada Karina.
Di dalamnya ada secarik kertas, Karina membaca dengan seksama –Aku menunggu mu,Evan-
Kalimat itu membuat jantung Karina berdegup tak karuan, dia di buat jatuh cinta pada Evan. Baru pertama kali ada yang memberikan bunga pada Karina.
Gina iri, sebenarnya siapa pria yang memberi perhatian begitu romantis pada Karina? Dia berharap, bunga itu adalah miliknya.
“Gina, maaf. Sepertinya aku harus pergi.”
Gina berdegik, dia menggertakan gigi menahan ucapan kasar yang hampir terlontar. Gina mengambil tasnya “Aku pergi.”
“Maaf,Gina.”
Karina dengan cepat menghampiri Evan yang sudah menunggu di restoran. Gadis itu mengatur nafasnya yang cekat. Rupanya dia baru sadar, kalau dirinya sudah lama tidak berolah raga.
Cukup lama Karina berdiri di depan restoran. Entah kenapa dia ragu. Lagi-lagi serangan panik datang di waktu yang tidak tepat.
Kaki Karina lemas,dia merasa tubuhnya hampir ambruk karena debaran jantung yang amat kencang. Suara yang ada di kepalanya benar-benar membuat Karina muak.
Dia mengankat kepalanya saat seseorang berdiri tepat di depannya, menutupi cahaya lampu yang menyorot wajahnya.
Karima meremas dadanya yang serasa terbakar “Evan...” rintih Karina, dia meraih tangan pria itu. Setelah itu, Karina tidak tau apa yang terjadi. Dia pingsan.
Empat tahun setelah kepergian Karina, banyak hal yang berubah. Misalnya Nick yang memilih untuk tinggal di desa kecil di Toronto. Nick sempat tidak kuat saat tahun pertama kematian Karina. Dia sakit dan tidak memiliki semangat hidup.Akhirnya kedua kakaknya memutuskan untuk membawa Nick kembali ke Toronto.Dean sudah selesai kuliah, dia belum melanjutkan kuliahnya ke tahap S2, dia memilih kerja di perusahaan Brian setelah Brian memutuskan untuk pensiun dini.Jadi ada dua orang yang amat patah hati itu kehilangan arah setelah kehilangan wanita paling mereka cintai. Bagi Nick, Karina adalah segalanya, dunianya. Sementara untuk Brian, Karina adalah masa lalu yang bahkan tidak sempat mendengarkan ucapaan maaf darinya.Dean dan Jasmin memiliki hubungan lebih serius dari sebelumnya. Mereka tinggal bersama di rumah milik kedua orang tuanya. Belum ada pernikahan, karena sekarang Jasmin yang mengelola kafe dan sekarang juga memiliki toko bunga sendiri.Di sisi lain, Diana sedang menjadi dokter
Justin mengantar ibunya ke rumah lalu kembali ke rumah sakit untuk menjalankan tugasnya. Ibuku ngotot untuk bertemu dengan ibu Justin. Kini di rumahku sedang penuh dengan wajah-wajah wanita dewasa.Ibuku bersama dengan kedua kakak ayah yang sepertinya tidak akan pulang dalam waktu dekat ini. Mereka menolak pulang ke Toronto, hanya karena ibuku tidak mau di bawa diajak ke sana.Ibu Justin juga jadi sangat akrab dengan semua wanita di rumahku. Mudah sekali perempuan-perempuan ini mengakrabkan diri. Tidak sampai setengah jam, obrolan mereka sudah menjadi tidak terkontrol.Justin pernah bercerita kalau ibunya membuatkan beberapa kue kering untuk ibuku. Saat mereka membawa ke rumah, semua terkejut dengan kata beberapa dari Justin yang ternyata jumlahnya sangat banyak. Semua orang di rumahku mencobanya, mereka semua suka. Yah, walaupun akhirnya aku juga yang menghabiskan karena ibuku tidak boleh makan terlalu banyak gluten.Aku memejamkan mata di ujung ruang tamu. Suara sahut-sahutan menghi
Aku mendapat tempat magang yang tidak jauh dari rumah. Aku tetap mengambil kesempatan ini karena harus menepati janjiku pada Jasmin. Sebagai laki-laki aku tidak akan pernah ingkar dengan apa yang sudah aku sebutkan.Ibuku sudah tahu, dan dia salah satu orang yang paling mendukungku untuk mengambil keputusan ini. Ayah juga memuji kedewasaanku.Bukan tanpa sebab. Aku berani melakukan ini semua karena sadar bahwa nanti akan tiba saatnya aku yang menjadi kepala keluarga.Ada berapa banyak orang yang akan pada pundakku. Dan kalau aku menunjukan sisi lemahku, aku pasti akan terus berada di tempat dan tidak bisa melangkah lebih maju.Panutanku adalah kedua orang tuaku. Mereka tidak pernah menelantarkan aku dan Diana. Masa kecil kami, di hiasi dengan memori baik dan aku bangga dengan hal itu.Maka dari itu, sekarang moto hidupku adalah. Sedihku tidak boleh lebih lama dari helaan napasku.Aku sedang memindahkan beberapa kotak kardus dari gudang ke ruanganku. Isinya tidak terlalu spesial, tapi
Aku tidak bisa berhadapan dengan ibuku. Setelah, Dean pulang. Aku semakin betah mengurung diri di kamar. Aku hanya keluar untuk ke kampus dan setelah itu aku pulang. Mungkin benar, aku memang tidak tangguh dan kuat. Tapi bagaimana ini, aku benar-benar pengecut.Nyaliku ciut ketika berhadapan dengan ibuku.Dean masuk ke kamarku setelah aku mengambil segelas jus dari kulkas.“Masih tidak mau keluar, huh?”Aku mengangguk, kurebahkan tubuhku di ranjang “Sedang apa di sini?”Rasanya kepalaku mau pecah karena semua penghuni rumah ini mulai memberiku tekanan yang tidak bisa aku tahan lagi.Dean mengetuk-ngetuk meja belajarku “Kami mau mengajak mom foto keluarga. Dan, dad memintaku untuk mengajakmu.”Aku menghela napas panjang. Kutatap cermin yang ada di sebrangku. Dengan wajah ini, aku tidak ingin di foto. Mataku bengkak, dengan warna hitam di bawahnya.“Tunggu lima menit.” ujarku, berdiri dari ranjang.Dean meraih ganggang pintu tapi tidak menekannya “Diana, bisakah kau berhenti bersikap se
Selesai sudah liburan kami, ibu dan ayahku sedang mengemas barang sementara aku dan Jasmin membantu memasukan ke dalam mobil.Adikku yang baik itu sudah pulang lebih dulu dengan pacarnya. Tidak adil.Jasmin mendatangiku setelah selesai memasukan koper terakhir.“Kata mom, kita boleh pulang dulu. Mereka akan pulang nanti sore.” Jelasku pada Jasmin. Dia makin manja setelah tahu aku akan pergi magang.Jasmin mendongak dengan tatapan sendu “Dean, apa kita akan baik-baik saja? Maksudku, aku sudah sangat bergantung padamu. Tidak mudah ternyata melepaskanmu.”Aku memeluk gadis kecil itu kian erat “Tenang. Aku hanya pergi 6 bulan. Semua akan baik-baik saja.”Jasmin akhirnya mengangguk. Dia berjinjit untuk menerima ciumanku.Aku sungguh berharap hubungan kami akan berjalan lancar. Aku rela melakukan apa pun demi gadis ini.*** Beberapa bulan kemudian...Aku pulang ke rumah setelah menghabiskan hampir 4 bulanku di Toronto. Kedua bibiku ikut, mereka terkejut saat aku bercerita soal ibu yang te
Ibu dan ayahku tidak bisa pulang malam ini. Mereka terjebak badai yang tiba-tiba muncul, meski tidak ada peringatan tapi kalau aku lihat memang badai kali ini tidak terlalu parah. Hanya hujan disertai angin yang kencang. Mugkin karena ada di sebelah pantai, angin jadi terasa lebih kencang saat berhembus.Makan malam yang tadi Jasmin buat lebih istimewa dari makan yang aku berikan pada mereka tadi siang. Jasmin membuat beberapa masakan yang aku sendiri tidak tahu namanya. Aku yakin masakan itu cukup rumit.Kata Dean, Jasmin memang suka memasak. Salah satunya makanan manis, dia berjanji akan membuat kue untuk kami semua nanti.Satu hal yang aku sadari, saat kakakku bersama Jasmin. Dean bisa berubah menjadi versi terbaik dirinya. Apa aku juga seperti itu saat bersama Justin? Entahlah, aku hanya bisa merasakan kenyamanan saat bersama Justin.*** Justin menghampiriku di kamar saat dia selesai mandi. Rambutnya masih basah, sampai menetes ke pundaknya. Mata Justin menatapku yang tengurap di