Ansley terkekeh. "Aku tidak bisa bilang tidak atau iya. Tapi sebagai sahabat kalian berdua aku sangat senang jika kalian akan dipersatukan oleh perjodohan. Namun meskipun kalian sudah sama-sama dijodohkan, aku rasa untuk sekarang tidak ada salahnya kau mendekatinya, toh dia kalian sama-sama belum menikah.""Kau memang sahabat terbaikku, Ans. Yah, sudah, sekarang kau kirimkan kontak Agatha kepadaku. Aku ingin menghubungi dan mendengar suaranya sebelum tidur. Aku sangat merindukannya.""Siap. Tapi kalau dia tanya dapat dari mana kontaknya kau akan menjawab apa?""Aku akan bilang kalau Ansley lah yang memberikannya.""Reagan! Kau ingin dia marah memusuhiku, hah?"Mereka sama-sama tertawa kemudian memutuskan panggilan.Di sisi lain.Dengan tubuh segar sehabis mandi dan masih terbalut bathrobe berwarna putih Clare keluar dari kamar mandi sambil mengenakan handuk di kepala. Gerah akibat aktivitas di vila membuatnya ingin berendam meski sudah larut malam.Saat ini Clare sedang berada di ruan
Clare menggeleng. "Tidak, Mami, aku sengaja tidak memberitahukan hal itu kepada mereka. Kalaupun mereka tahu itu berarti Ansley yang membocorkannya." Kensky tersenyum sebelum akhirnya ia meraih sebelah tangan Kensky lalu berkata, "Sayang, maafkan aku, sebenarnya aku ke sini ingin membahas soal perjodohanmu." Ekspresi Clare yang tadinya ceria kontan berubah. Kensky menangkap ekspresi itu. Sebagai ibu ia bisa merasakan kesedihan yang terpancar dari wajah cantik anaknya. "Ada apa, Sayang?" tanya Kensky lemah, "Maaf kalau kata-kata itu membuatmu tersinggung." Clare balas menatapnya. Dengan terpaksa ia tersenyum lalu menjawab, "Aku tidak apa-apa, Mami. Entah kenapa sekarang setiap kali mendengar kata perjodohan hatiku rasanya ragu." "Itu karena kau belum tahu siapa pria itu. Seandainya kau sudah tahu siapa dan kriterianya seperti apa, aku yakin kau pasti akan senang setiap kali mendengar kata perjodohan." Clare kembali menunduk. "Entalah, Mami. Tapi ada baiknya aku tidak tahu siapa
"Begitu dong," kata Kensky. Ia kemudian berdiri dan merapikan pakaiannya, "Baiklah, kau istirahat saja. Selamat malam." Clare hanya bisa menatap tubuh ibunya yang berlalu di balik pintu. "Kalau seperti ini lama-lama aku bisa semakin suka padanya. Tidak, aku tidak boleh menyukainya." Ting! Bunyi notifikasi membuat Clare terkejut. Ia berdiri dan meraih ponselnya yang ada di atas nakas. Namun bukannya melihat pesan yang baru saja masuk ke dalam ponsel itu, Clare malah kembali ke sofa dan duduk di sana. Ia menelan setengah susunya lalu kembali memeriksa pesan yang ternyata dari nomor tanpa nama. "Selamat malam, Agatha. Apa kau sudah tidur? Maaf mengganggumu." Zet! "Siapa ini?" Clare mengamati setiap angka yang tertera milik si pengirim pesan, "Kalau dia menyebutkan nama Agatha itu berarti teman sekolah dulu. Tapi siapa, ya?" Clare mulai menekan huruf-huruf di papan keyboard ponsel untuk membalas pesan tersebut. "Malam juga. Maaf ini siapa, ya?" Clare menekan tombol kirim. Setelah
Clare lagi-lagi terkejut. "Berarti sudah sejak kapan kau mengenalku?" "Sejak lama dan aku sangat senang waktu melihatmu pertama kali ada di kampus yang sama denganku." Clare tersenyum. "Selama itukah dia menantiku?" tanya Clare dalam hati, "Tapi tunggu, kenapa ayahnya menceritakan tentangku kepadanya?" Clare berkutat memikirkan hal itu. "Agatha?" Suara bariton Reagan membuatnya kaget. "Iya?" "Kau ingin tidur? Kau pasti sangat lelah, ya?" "Tidak apa-apa. Oh, iya, aku minta maaf soal kejadian di kolam tadi." "Kau tidak perlu minta maaf, Agatha. Tapi, sumpah, selama melakukan kegiatan kampus dan menjadi panitia baru kali ini aku sangat bahagia. Mungkin itu karena ada kau di sampingku." Bukannya marah mendengar kata-kata itu Clare justru senang. Wajahnya kembali memerah dengan perasaan berbunga-bunga. Ini pertama kali baginya dipuji oleh seorang pria secara langsung. "Agatha?" "Ya?" "Maaf kalau aku tidak berani berbicara seperti ini padamu secara langsung, tapi entah kenapa ber
Ansley sebenarnya tidak perlu terkejut mendengar kata-kata itu. Ia cukup tahu diri dan sadar kenapa Reagan menghubungi Clare. Namun tak ingin hal itu dicurigai temannya, ia bersikap seolah-olah dirinya terkejut. "Reagan menghubungimu? Dari mana dia tahu kontak teleponmu, Clare?"Wanita itu terkekeh dan hal itu membuat Ansley terheran-heran. Dia penasaran dan ingin tahu apa yang dikatakan Reagan kepada temannya itu semalam sampai membuatnya senang seperti sekarang."Entah benar atau tidak, tapi aku percaya apa yang dia katakan."Ansley semakin penasaran. "Memangnya apa yang dia katakan?""Kata Reagan dia menyuruh ayahnya untuk meminta kontak teleponku dari ayahku. Jadi ayahkulah yang telah memberikan nomorku kepada ayahnya."Ansley terbahak. Ia tak menyangka kalau Reagan bisa memberikan alasan itu kepada Clare hanya demi menyelamatkannya. Namun pikirannya langsung tertuju pada satu hal, tawanya pun langsung terhenti dan kembali menatap Clare. "Reagan menyuruh ayahnya untuk menghubungi
Wajah Clare semakin merah. "Ansley, Ansley, impian kamu itu terlalu tinggi.""Salah?" Ansley tertawa, "Memangnya salah kalau kedua sahabatku menjalin hubungan asmara dan terikat dengan perjodohan? Aku akan sangat senang, Clare."Clare tertawa dengan rasa bahagia dan malu bercampur menjadi satu saat Ansley terus mengeluarkan kata-kata pujian bagi dirinya jika menjalin hubungan bersama Reagan.Sementara di sisi lain tepatnya di ruang kosong Reagan sedang asik membicarakan semua tentang Clare kepada Luke."Aku bersumpah, Luke. Aku tidak akan mundur, aku akab terus melakukan sesuatu sampai aku mendapatkan Agatha.""Bukankah katamu dia sudah dijodohkan? Apa kau yakin dia akan menerimamu jika benar dirinya sudah dijodohkan?"Reagan menatap kosong. "Aku yakin, Luke. Bahkan aku akan melepaskan ikatan perjodohanku juga jika Agatha mau menerimaku.""Kau gila, ayahmu pasti akan mengamuk.""Tidak, Luke. Ayahku justru setuju aku mendekatinya."Perdebatan pun terjadi di antara mereka sampai-sampai
Reagan menatap Soraya yang kini sedang menangis. "Anda tenang saja, Nyonya. Jika Anda percaya kalau aku bisa membahagiakan Agatha, aku janji akan selalu membuatnya bahagia." "Bagus!" pekik Soraya dalam hati, "Rencana pertamaku untuk meyakinkan Reagan akhirnya berhasil," Soraya menghapus airmatanya, "Terima kasih, Reagan, terima kasih. Tapi kumohon jangan katakan hal ini pada siapa-siapa, ini semua demi keselamatan aku dan Clare. Ayahnya Clare kejam. Kalau dia tahu tentang hal ini nyawa kami berdua dalam bahaya. Aku tidak mau hal itu terjadi, Reagan. Aku tidak mau." Pria itu merasa terdorong ketika melihat tangisan Soraya kembali terjadi. Dengan hati yang penuh keberanian dan tekad kuat Reagan berdiri lalu berkata, "Anda tenang saja, Nyonya. Aku janji, tidak akan ada yang tahu berita ini selain kita berdua." Soraya menghentikan tangisannya. Ia menatap Reagan lalu berkata, "Aku memang tidak salah memilih laki-laki untuk Clare. Kau pantas mendapatkannya, Reagan. Hanya kau laki-laki ya
Luke terkejut. "Atau jangan-jangan beliau mendengar pembicaraan kita tadi waktu di ruangan?"Ansley menatapnya. "Pembicaraan? Ruangan di mana?""Di ruangan kosong," balas Reagan, "Tadi waktu kau bersama Agatha aku mengajak Luke ke sana. Di sana aku meluapkan perasaanku terhadap Agatha kepadanya.""Bisa jadi kalau begitu, ruangan itu sangat dekat dengan ruangan guru," kata Ansley, "Sekarang cepat katakan, apalagi yang beliau ceritakan padamu soal keluarga Clare? Aku jadi penasaran, ada dendam apa di antara mereka sampai dia tega menjelekan orangtuanya Clare di hadapanmu?""Aku juga sebenarnya tidak percaya, tapi begitu dia bilang bahwa Agatha telah dijodohkan mau tidak mau aku harus percaya. Kan kau sendiri yang bilang padaku kalau Agatha sudah dijodohkan. Kata beliau laki-laki yang telah mereka calonkan dengannya adalah laki-laki jahat. Itu sebabnya beliau memilih aku yang mencegahnya karena dia tahu aku menyukai Agatha. Beliau ingin aku menjalin hubungan dengannya, agar perjodohan it